1

9.3K 360 5
                                    

"Shafiya?" Seseorang memanggil namaku. "Present, Mr." Jawabku. Ya. Namaku Shafiya Aleya Farid. Aku anak dari bapak Muhammad Farid dan Ibu Fathma Ali. Aku mempunyai seorang adik yang bernama Atiq. Mereka sekarang mondok di pesantren yang diketuai oleh ayah ku. Aku berasal dari Tapaktuan, sebuah kota kecil yang damai di Aceh Selatan. Disini dunia tidak terlalu hiruk pikuk dan cenderung tenang. Membuat nya selalu terkenang seberapa jauh aku pergi.

Aku adalah salah satu mahasiswi beruntung yang mendapat beasiswa S1 Gates Cambridge Scholarships dan ditempatkan di University Of Cambridge

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku adalah salah satu mahasiswi beruntung yang mendapat beasiswa S1 Gates Cambridge Scholarships dan ditempatkan di University Of Cambridge. Mengingat bahwa keluargaku bukan berasal dari keluarga yang mampu membuatku bertekad untuk berusaha keras dan ikhtiar untuk sampai pada jenjang itu. Aku benar-benar bersyukur bahwa aku adalah salah satu diantara ratusan mahasiswa yang terpilih untuk duduk di bangku pendidikan University of Cambridge dengan biaya ditanggung.

Cambridge adalah kebalikan dari kota kelahiranku. Hiruk pikuk disini terasa dan juga bebas. Sehingga untuk memilih pergaulan akan sangat sulit dan hati-hati jika tak ingin jatuh ke lembah yang salah. Ya, Cambridge sebagai status kota terkenal menyediakan apapun yang kalian mau. Sehingga tak jarang banyak yang jatuh ke pergaulan bebas.

Ya. Begitulah kira kira.

Aku kembali memperhatikan Mr. Higgins. Dosenku yang satu ini adalah dosen favoritku. Dia supel dan ramah. Mengajar dengan sepenuh hati.

"Tok... tok... tok"

Suara ketukan di pintu membuyarkan proses belajar kami. Mr. Higgins berhenti lalu menaruh spidol nya diatas meja dan berjalan untuk membuka pintu. Pintu terbuka dan disana berdiri sosok pria jangkung dengan tinggi 180 keatas bila aku tidak salah. Dan rambut yang berantakan. Napasnya memburu. Keringat bercucuran dari dahinya. Mata zamrud nya yang tajam memperhatikan seisi ruangan.

"Siapa dia?" Tanya Halwa, sahabatku yang duduk disebelahku. "Entahlah, aku juga tidak tahu" jawabku. "Tidak kah kau berpikir dia begitu tampan?" Tanya Halwa lagi. "Astahfirullah, Halwa. Kau ini." Jawabku geram. Wanita berdarah pakistan itu tertawa pelan. "Tapi aku serius. Coba perhatikan dia dengan seksama. Kalau rambutnya rapi dia bisa jadi model." Timpal Halwa. "Terserah kau" ujarku. "Aku sedang tidak ingin panen dosa" tambahku. Halwa cekikikan.

Halwa Aysa Abbas adalah teman sekamarku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halwa Aysa Abbas adalah teman sekamarku. Dia berasal dari pakistan. Dia sahabatku dan dia sangat baik. Ya. Selain baik dia juga cantik. Jika di deskripsikan, dia memiliki mata coklat gelap dengan bulu mata yang lentik, alis tebal, wajah oval dan pipi tirus. Hidungnya mancung dan jika dia tertawa maka gingsul kecil nya akan muncul. Dia wanita yang mandiri dan cerdas. Dia juga mendapatkan Gates Cambridge Scholarships. Kami selalu pergi ke kampus bersama dengan sepeda.

"Perkenalkan namaku Richard Phineas Payton. Kau bisa memanggilku Richard, Phineas, Payton, atau apapun yang kau ingin kan selama itu masih menyangkut namaku. Oke, sebelumnya. Aku terlambat untuk kelas baruku hari ini. Aku mengambil dua kelas. Kelas Tekhnik mesin dan kelas ini. Kupikir jadwalnya besok. Dan dad mengingatkanku bahwa hari ini adalah jadwal untuk kelas ini. Dan ya. Itu saja". Pria jangkung itu memperkenalkan dirinya dengan wajah datar tanpa emosi. Bibirnya membuat garis lurus. Sorot matanya yang dingin membuat seluruh kelas terdiam. Hening menyelimuti.

"Baiklah Mr. Payton, kau boleh duduk disana" Mr. Higgins menunjuk bangku kosong dibelakang ku. Dia mengangguk tanpa sahutan dan segera berjalan dan menduduki bangkunya. Halwa mengedipkan matanya padaku. Mengode keberadaannya. Aku memutar bola mataku dan melihat ke papan tulis. Tiba-tiba seseorang menendang pelan kaki kursiku. Aku segera menoleh ke belakang, arah tempat datangnya tendangan.

 Aku segera menoleh ke belakang, arah tempat datangnya tendangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hey, kau punya bolpoin?" Tanya pria jangkung itu. Aku terdiam sejenak. Lalu mengangguk. Lalu memberikan bolpoin ku padanya. Dia mengambilnya tanpa mengucapkan terimakasih ataupun melemparkan senyuman. 'Ya Rabb, pria ini sungguh tidak sopan. Mungkin saja dia tidak tahu namaku sehingga tidak bisa bilang terima kasih'. Ujarku berusaha berprasangka baik. Aku lalu kembali memberbaiki posisi dudukku.

Ajari Aku Islam [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang