38

1.2K 116 0
                                    

Aku selesai makan. Richie menatapku lagi.

'Shafiya, kau tidak butuh Richard. Tidak kah kau ingat bahwa kau membencinya? Apa kau ingat bagaimana ia menghancurkan hatimu? Menghancurkan hidupmu? Kau tidak butuh dia' batinku. Aku terdiam mendengar suara hatiku.

"Kenapa?" Tanyaku pelan.

"Kenapa apa?" Tanyanya.

"Kenapa kau harus ada? Aku tidak ingin lagi melihat wajahmu." Jawabku pelan.

"Tidurlah, kau pasti lelah." Ujarnya mengalihkan pembicaraan. Aku menggeleng.

"Bukankah aku sudah minta kau untuk menjauh jauh jauh hari?" Tanyaku lagi. Dia terdiam.

"Kau kelelahan. Istirahatlah" tepisnya lagi.

"Tidak. Aku tidak mau. Aku sudah cukup tersiksa dengan semua ini. Aku ingin kau pergi. Itu saja."

"Kau pucat sekali-"

"Kenapa? Kenapa kau tidak pergi saja? Apa yang kau inginkan?" Tanyaku memotong ucapannya. Dia terdiam.

"Jawab aku, Richard!"

"I swear to god, you are so pale. You need to rest"

"Do I look like I care?" Balasku.

"You don't, but I do care." Jawabnya pelan.

"Kenapa kau tidak bisa pergi saja?" Tanyaku lagi. Dia terdiam.

"Ak-Aku tidak bisa pergi karena..."

"Karena apa?" Tanyaku. Tiba tiba aku merasa sesak didada. Entah kenapa. Spontan aku memegang dadaku. Rasanya oksigen ditarik keluar dari paru paruku.

"Karena aku-, Shafiya? Kau kenapa?" Tanya nya. Aku menggeleng.

"Ak-aku tidak bisa bernapas"

Dunia seakan berputar cepat. Dan gelap.
****

"Kau sudah sadar"

Aku mengerjap melihat lihat sekitar. Kulihat Halwa duduk disebelahku. Kulihat langit langit ruangan. Aku berada didalam kamarku.

"Mereka sudah pulang. Hanya ada kau dan aku. Kau pingsan lagi. Jangan terlalu banyak berpikir" ujarnya.

Aku mengangguk.

"Apa kau merasa lebih baik?" Tanya Halwa. Aku kembali mengangguk. Berusaha mengisyaratkan bahwa kondisi ku sudah membaik.

"Seharusnya malam itu aku pergi berbelanja bersama mu"

"Tidak apa apa, Alhamdulillah aku selamat" jawabku. Ia mengangguk.
***
Aku menghabiskan waktu 3 hari untuk benar benar pulih dan menjalani aktivitas. Selama 3 hari aku meminjam catatan sahabatku agar aku tidak tertinggal materi. Hari ini aku hadir di kelas. Aku duduk di kursiku.

"Selamat datang kembali Ms. Farid. Semoga kondisi mu lebih baik daripada 3 hari yang lalu" sapa dosenku. Aku tersenyum dan mengucapkan terimakasih.
****

Hari ini Richie tidak masuk. Dan aku bersyukur akan hal itu. Aku tidak melihatnya dimanapun. Begitupun Caroline. Hari ini dia tidak mengganggu hidupku. Aku dan Halwa pergi menuju sebuah pohon tempat kami biasanya menghabiskan waktu. Rasnya begitu damai dan jauh dari gangguan. Kami membuka kotak bekal dan mulai makan.

"Hey, lihat itu"

Halwa menepuk punggungku tiba tiba. Dia kemudian menunjuk kearah sebuah pengumuman yang ditempel disebuah batang pohon yang tumbuh cukup dekat dari pohon tempatku makan siang.

"Kau masuk nominasi mahasiswa teladan lagi. Lalu ada Jo, pelajar dari Jepang itu. Lalu ada Katarina. Wow, kau hebat. Semoga kau memenangkannya tahun ini."

Aku melihatnya tidak percaya. Di pengumuman itu tertempel bahwa pihak kampus akan mengadakan voting suara. Siapa yang mendapatkan suara terbanyak maka ia adalah pemenangnya. Dan ini akan dilakukan selama 3 hari. Ini adalah tahun terakhirku berada di kampus ini dan aku masih masuk nominasi mahasiswa teladan. Ini terdengar mustahil, tapi di tangan Tuhan tidak ada yang mustahil.
****

"Kau hari ini pasti senang dan lega. Tidak ada kekacauan, tidak ada pertengkaran, dan yang terpenting tidak ada urusan dengan Richard dan Caroline." Ujar Halwa sembari mengeluarkan sepedanya dari parkiran. Ya, kami berboncengan. Aku meninggalkan sepedaku ditempat insiden malam itu terjadi. Dan aku tidak ingin mengambilnya. Aku hanya masih terguncang atas insiden mengerikan itu. Untungnya sahabatku yang satu ini mengerti.

"Ya, aku bersyukur untuk hari ini. Tidak ada drama, tidak ada kerusuhan, dan yang terpenting tidak ada yang mengganggu" jawabku.

Halwa mengayuh sepeda dengan santai. Aku menikmati pemandangan sekitar.

"Seandainya kita lulus, apa kau akan mengunjungiku ke Indonesia?" Tanyaku kepada Halwa.

"Tentu saja aku akan mengunjungi mu. Dan yang terpenting, jika kita punya anak, anak kita harus menjadi sahabat. Aku tidak mau tahu" jawabnya bersemangat.

"Bagaimana jika anak mu laki laki dan anakku perempuan? Mereka bisa jadi tidak bersahabat." Tanyaku.

"Yasudah, kita jodohkan mereka. Apa kau tidak mau menjadi besan ku?" Tanya Halwa menggoda. Aku menggeplak kepalanya dari belakang.

"Ow, tapi itu benar. Mereka akan cocok seperti aku dan kau" jawabnya lagi.

"Dasar aneh"

"Aneh memang, tapi aku ini sahabatmu bodoh" godanya.

"Eh iya juga ya" jawabku.

Ia terbahak.
****

Perjalanan terasa cepat karena aku dan Halwa tertawa sepanjang jalan.

"Sampaiii" ujarnya.

Aku kemudian turun dan menemaninya parkir sepeda.

"Uh, Shafiya... kurasa kau perlu melihat ini"

Halwa kemudian melihat sepeda krim berkeranjang yang terparkir ditempat sepeda ku biasa terparkir.

"Ya, memangnya kenapa? Biar saja orang memarkir sepedanya disana. Kan aku belum mengambil sepedaku" jawabku.

"Ada sebuket bunga dan surat didalam keranjangnya. Dan diamplopnya tertulis namamu" ujarnya yang sudah lebih dulu melihat isi keranjang sepeda itu.

"Hah, kau bercanda." Ujarku yang kemudian mendekat kearah Halwa. Dia kemudian memberikan amplop itu kepadaku.

Aku melihatnya dan membolak baliknya. Ya, ada namaku tertulis dengan besar di atas amplop itu dengan tinta biru. Aku kemudian membuka amplop itu.

"Hey, Shafiya. Ini aku. Richard. Aku ingin berterimakasih atas pertolonganmu. Jadi aku berinisiatif kembali ke tempat kau menolongku. Kutemukan sepeda milik mu sudah tergeletak rusak. Mungkin pria pria bejat itu merusaknya. Jadi aku memutuskan untuk membelikan yang baru untukmu. Aku tidak tahu warna kesukaan mu. Maaf jika kau tidak suka warna coklat. Dan sekali lagi terimakasih banyak.

Sincerely
Richie"

'Dia membelikan ku sebuah sepeda baru'
***

Maaf lama update, soalnya sibuk sama sekolah :). Terimakasih untuk reader setia.

Ajari Aku Islam [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang