"Al, apa kau tidak mencintaiku lagi?"
"Finn, kenapa kau bertanya seperti itu?" Aku menatap manik zamrudnya.
"Kau, kau hampir memenangkan kisah ini. Kisah kita. Kenapa kau harus menyelesaikan doamu sekarang?" Tanya nya. Bulir bulir air mata menggenang di pelupuk matanya.
"Aku hanya-"
"Tidak bisakah kau bertahan lebih lama? Sedikit lagi, Al. Sedikit lagi kapalmu akan berlabuh di tempat yang tepat."
"Aku bahkan tidak mengerti semua ini, Finn. Aku bahkan tidak tahu apa kau masih bernapas hingga sekarang atau bahkan sudah tiada. Untuk apa aku memperjuangkan orang yang aku bahkan tidak tahu dimana ia sekarang. Jamal adalah pria yang pasti dan aku sudah melihat masa depanku bersamanya."
"Kenapa kau melakukan semua ini? Jika dari awal kau memang tidak mau berjuang kau tidak perlu berdoa dan menyerah di tengah jalan"
"Bukan aku yang tidak mau berjuang. Kau yang tidak mau ditemukan"
"Dan sekarang kau menyalahkanku. Nanti, setelah pria itu menghancurkan mu baru engkau diam dan berkata bahwa perkataanku benar. Kau bahkan belum mengenalnya. Siapa dia. Bagaimana masa lalunya. Siapa orang tua nya dan bagaimana sikapnya"
"Lalu kau pikir aku mengenalmu?"
"Aku tahu kau tidak mengenalku. Tapi aku mengenalmu dari doa doa mu, Al. Kumohon, jangan menyerah atasku. Kumohon"
****Aku terbangun karena tubuhku diguncangkan oleh Halwa. Peluh membanjiri tubuhku.
"Kau mimpi buruk, Shafiya. Berwudhu lah, sudah tiba waktu shalat subuh"
Aku mengerjap memperhatikan sekelilingku. Alhamdulillah aku masih berada di kamarku. Dan tadi itu hanyalah bunga tidur. Aku segera mengambil wudhu dan shalat subuh.
****Mimpi itu membuatku tidak fokus selama pelajaran dikelas. Terbayang jelas oleh ku wajah Finn yang memelas dan memohon padaku agar aku tidak menyerah dan pergi meninggalkannya. Sebenarnya apa maksud dari semua mimpi mimpiku ini? Apa benar Finn masih hidup di luar sana? Atau kah mereka hanya bunga tidur ku?
"Ms. Farid? Are you listening to me?" Tanya dosenku.
"Uh yes, Mr. Higgins. I am listening to you"
****Jam istirahat tiba. Seperti biasa, aku dan Halwa duduk di bawah pohon dan memakan bekal makan siang kami.
"Kau kenapa sih? Hari ini kelihatannya kau banyak pikiran. Ada apa sebenarnya?" Tanya Halwa. Aku menggeleng.
"Aku hanya memikirkan Rafli dan rencananya melamar ku ke rumah" jawabku asal.
"Tidak usah dipikirkan" balasnya. Aku mengangguk.
Aku hanya tidak ingin ia tahu bahwa mimpiku mempengaruhi kegiatanku di kelas hari ini. Dan jujur, semenjak mimpi itu, aku malah merasa ragu kepada Jamal. Ragu akan rasa sukanya kepadaku. Dan ragu untuk melanjutkan hal ini bersama Jamal. Aku ragu bahwa ia tidak akan bertahan dan malah pergi meninggalkan ku pada saat sayang sayangnya.
****Kelas berakhir seperti biasa. Richard tidak juga datang hari ini. Dan aku memilih untuk tidak mempercayai desas-desus Richard keluar dari kelasku. Aku dan Halwa lalu mengambil sepeda di parkiran.
"Ekhem, Assalamu'alaikum Shafiya"
Aku mendongak. Jamal berdiri dihadapanku. Parfumnya menyapa hidungku. Baunya seperti citrus bercampur dengan dedaunan dan pinus. Bau nya segar dan tidak mencolok. Aku menyukai parfumnya.
"Wa'alaikum salam" jawabku.
"Ini Jamal, ya?" Tanya Halwa spontan. Dia tersenyum dan mengangguk.
"Perkenalkan, aku Halwa. Sahabat sehidup semati nya, Shafiya"
Halwa menjulurkan tangannya dengan percaya diri agar dijabat oleh Jamal. Aku hampir saja tertawa. Sahabat ku yang satu ini sangat blak blakan.
"Senang bertemu dengan mu, Halwa."
"Senang bertemu dengan mu juga, Jamal. Btw kau kuliah di fakultas mana?" Tanya Halwa.
"Hukum"
"That's nice" jawab Halwa.
Mereka berbincang bincang. Mata Jamal sekali kali melirik ke arahku. Membuatku menundukkan pandanganku.
****"Dia pria yang baik dan sopan." Ujar Halwa sesaat setelah sampai di apartement.
"I know right." Jawabku.
"Tidak seperti Richard. Jika dibandingkan, sudah jelas nama Richard akan terbanting oleh Jamal. Dia rapi, wangi, sopan, baik, dan pintar juga. Dan muslim. Kurang apa lagi ya kan." Celetuk Halwa.
"Yeah, he's such a great man"
"Eh ngomong ngomong, bolehkah aku bertanya?" Tanya Halwa.
"Tentu saja boleh" jawabku.
"Bagaimana dengan Finn nantinya? Apa kau akan tetap berjuang atau kau akan menyerah begitu saja?" Tanya nya. Aku terdiam dan menelan ludahku. Rasanya semua kata kata ku tercekat di tenggorokanku.
"Mengenai Finn, aku belum terlalu tahu. Aku bisa pikirkan nanti" jawabku seadanya.
"Shafiya, aku tahu aku tidak berhak atas kehidupan cintamu. Tapi pikirkan matang matang sebelum kau beralih kepada Jamal. Kau sudah mendoakan pria yang bernama Finn ini selama bertahun tahun, Shafiya. Dan aku adalah saksi diantara kalian berdua. Saksi bagaimana cintamu begitu kuat hingga sampai sekarang kau masih memilih untuk tidak berpaling ke hati yang lain. Tidak kah kau berpikir kalau seandainya kau menyerah sekarang, sama saja semua perjuanganmu sia sia?" Tanya Halwa. Aku terdiam. Kata kata Halwa menusuk bagian terdalam hatiku. Dia benar dan aku tidak punya alasan untuk membantahnya.
"Perjuanganku dari awal sudah sia sia, Halwa. Tidak seharusnya aku mencintai pria dengan kabar tak pasti" jawabku pelan. Aku segera berlalu dari hadapan Halwa. Aku hanya ingin mandi dan menenangkan seluruh isi kepalaku.
****Malam ini aku kembali mengetik lanjutan skripsi ku. Aku sudah menghubungi dosen pembimbing ku. Dia berkata bahwa aku tidak perlu khawatir skripsi ku tidak akan diterima. Itu membuatku semakin bersemangat. Dan tentu saja hal itu mengalihkan topik Finn dan Jamal dari kepalaku.
Aku hanya ingin lulus, lalu pulang ke kampung halaman, berbakti kepada orang tua, menikahi seorang pria, dan membangun rumah tangga yang bahagia. Itu saja. Aku tidak ingin hal yang terlalu muluk muluk. Selama Allah memberiku napas dan keluarga yang rukun, itu membuatku merasa lebih dari cukup.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajari Aku Islam [Completed]
RomansaShafiya, wanita cerdas yang lahir dari keluarga yang religius menjadikan dia gadis yang taat. Ia adalah orang yang berpegang teguh terhadap agama nya. Dia tidak lagi pernah merasakan cinta setelah sahabat sekaligus cinta pertama masa kecilnya mening...