35

1.2K 121 0
                                    

Aku memeluk Halwa. Semua rasa bercampur dalam diriku. Dan aku menangis (lagi) dipelukan Halwa. Entah kali berapanya aku menangis di pundak wanita kuat satu ini. Kenapa aku merasa begitu lemah sekarang?

"Cha, ada yang ingin aku tanyakan" ujar Halwa. Aku mengangguk, mengizinkannya.

"Kau pingsan tiba tiba. Apa yang sedang kau pikirkan?" Tanya Halwa. Aku terdiam.

"Aku ingin kau jujur. Aku sahabatmu. Kau tahu itu. Kita akan lewati ini bersama sama" ujarnya.

"Aku memikirkan pertunangan mereka" ujarku pelan.

"Mereka siapa?"

"Richard dan Caroline"

"Oh, biar saja mereka bertunangan. Toh, sahabatku ditakdirkan bukan untuk pria seperti dia. Tuhan menyisakan Finn untukmu. Ya, hanya untuk sahabatku yang gila ini" ujarnya enteng. Aku melepas pelukannya. Kutatap dia.

"Kenapa kau ada? Jadinya kan aku tidak bisa galau" ujarku mengacak rambutnya.

"APA? KAU MAU GALAU KARENA PRIA JELEK ITU? KAU GILA?"

"Ish, kau ini. Tidak usah gaspol. Telingaku akan berdarah kalau seperti ini terus" aku menggodanya. Membuatnya memasang wajah datar.

"Kan aku benar. Lagipula kau itu terlalu cantik untuk menjadikan pria itu alasanmu galau"

"Tapi kan-"

"Mari bertaruh. Aku bertaruh Finn jauh lebih tampan dari pria brengsek seperti dia"

"Halwa, kau kan sudah tahu jawabanku"

"Nah, kalau kau sudah tau, jadi untuk apa kau menjadikannya alasan untuk sedih?"

"OK OK KAU MENANG OK. OK."

"See? Aku bahkan tidak perlu berusaha" godanya.

'Pletak'

Ya, aku kembali menjitaknya. Terkadang dia bisa menjadi begitu menyebalkan. Tapi aku dan dia tahu bahwa kami sama sama menyayangi seperti keluarga.
****

Malam ini aku kembali menyelesaikan beberapa bagian skripsi. Sedikit lagi dan aku akan selesai.

"Aku mengantuk, hoahhhmm" Halwa menguap.

"Aku tidur duluan, ya?"

Aku mengangguk, mengizinkan sahabatku tidur duluan. Dia wanita yang tidak biasa bergadang. Sementara aku, aku adalah burung hantu. Aku suka suasana malam. Malam membuatku damai. Entah kenapa aku merasa seperti itu. Aku akhirnya mengikuti jejak Halwa menuju tempat tidur. Dia sudah pulas. Aku mengambil handphone ku. Aku akan menghapus semua kontak Richie dari handphone ini. Dan aku tak ingin dia menjadi bagian diriku lagi.
****

"Al? Why are you so pale? Ada apa denganmu?"

Finn membelai pelan rambutku. Aku menggeleng. Kuncir dua ku bergoyang.

"Can I hold you? i just want to make sure that you're ok"

Aku mengangguk mengiyakan. Dia memelukku hangat. Jujur, kehangatan ini yang hilang dari diriku. Kehangatan ini yang aku rindukan.

"Ada apa?" tanya nya.

"Hatiku hancur"

"Siapa yang menghancurkannya?"

"Seorang pria"

"Siapa dia?"

"Seorang mahasiswa dikampusku"

"Bukankah kau mencintaiku"

"Aku mencintaimu. Sangat. Aku hanya goyah. Maka dari itu aku membutuhkanmu. Kapan kau akan kembali?"

"Tidak sekarang, Al. Sekarang belum waktunya. Kita sama sama belum matang. Nanti, setelah aku mapan dan kau siap, aku akan mengetuk pintu rumahmu. Kau bisa pegang janjiku."

"pinky promise?"

"Pinky promise"
****

Aku terbangun dengan hati berbunga bunga. Melupakan kejadian kemarin.

"Wah, apa yang terjadi? Kenapa kau senyam senyum sendiri?" Tanya Halwa.

"Rahasia" jawabku.

"Wah, sudah pintar rahasia rahasia an kau ya." Balasnya. Aku tertawa.

Aku bangkit untuk mengambil wudhu dan shalat.
****

Aku mengunyah saladku. Sementara Halwa terus menatapku. Sarapan pagi hari ini hawanya sangat serius.

"Ada apa sih? Kenapa Halwa?" Tanyaku yang mulai tidak nyaman karena tatapannya.

"B-boleh kah aku bilang sesuatu? Tapi berjanjilah bahwa kau tidak akan marah" Tanyanya.

"Go ahead. Ya aku berjanji" jawabku.

"Kem-kemarin saat kau pingsan... umm... Aku berteriak memanggil pertolongan. Banyak orang yang mengerubungi kita. Dan ada seorang lelaki ummm..."

"Seorang lelaki lalu?" Tanyaku heran.

"Dia menerobos kerumunan dam menggendong tubuhmu. Maafkan aku. Aku tidak sanggup mengangkatmu"

"Tidak apa apa" aku menenggak habis segelas air.

"Tap-Tapi... ummm... Lelakinya itu, eng... Richard"

Aku hampir saja memuncratkan seluruh air dimulutku kearah Halwa.

"Maafkan aku. Tidak ada yang mau mengangkat mu kemarin" dia tertunduk.

'Richard menggendongku?' Batinku.

"Carol terlihat sangat terkejut, tetapi Richard memberinya tatapan marah. Dia mengamuk ketika orang orang mengerubungimu. Dia berkata bahwa dia takut kau tidak bisa bernapas." Ujar Halwa. Masih tertunduk.

"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud-"

"Dia menggendongku sendirian?" Tanyaku.

"Ya, sendirian. 2 pemuda menawarkan bantuan, tetapi dia hanya ingin melakukannya sendirian"

'Richard menggendongku menuju ruang kesehatan sendirian? Ya Allah, drama apa lagi yang akan terjadi?' Batinku.

"Maafkan aku, Shafiya. Jika seandainya aku bisa mengangkatmu kemarin, aku tidak akan meminta pertolongan orang lain. Aku tidak menyangka dia akan melakukan hal itu" ujarnya.

"Tidak apa apa, ini semua bukan salahmu."

Aku mengelus pelan puncak kepalanya.

'Kenapa Richie melakukan semua ini? Padahal kan jauh jauh hari aku sudah menyuruhnya untuk menjauh. Apa yang sebenarnya dia inginkan dari diriku? Dia sudah memiliki Caroline, dia sudah menghancurkan hidupku, lalu apa lagi yang dia inginkan? Kenapa dia tidak bisa membiarkanku bernapas lega? Kenapa dia harus ada dan hadir dalam hidupku?'
****



Ajari Aku Islam [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang