Semenjak hari itu, aku tidak pernah lagi melihat Richie menghadiri kelasku. Bangku nya yang berada tepat di belakang bangku ku tidak pernah lagi didudukinya. Banyak kabar burung beterbangan di kelasku mengenai ketidak hadiran Richie dikelas. Tapi anehnya, kenapa aku merasa kesepian? Kenapa aku merasa seakan aku telah kehilangan separuh dari diriku? Aku sudah berusaha untuk tidak mempedulikan perasaan ini. Tapi hatiku malah jadi tidak tenang. Kenapa pesona seorang Richard ini begitu kuat?.
Dan anehnya Caroline benar benar tidak pernah mengganggu ku lagi. Dia bahkan tidak pernah mengobrol lagi tepat setelah aku kembali masuk kampus. Semua ini terasa cukup janggal, tapi aku bersyukur aku tidak harus menghadapi masalah di kampus lagi. Satu satunya hal yang tidak berhenti adalah surat secret admirer ku.
****
"Mau kemana kau malam ini?" Tanya Halwa.
"Tidak ada, hanya ingin mencari angin" balasku.
"Aku ikut. Nanti terjadi sesuatu buruk seperti kemarin" jawabnya.
"Tidak apa apa. Aku akan baik baik saja" ujarku.
"Tapi kau..."
"Halwaaa... pleaseeee" jawabku. Dia kemudian menghela napasnya.
"Ok fineee. Tapi jaga dirimu. Bawa pepper spray. Kalau perlu bawa pisau lipat" ujar Halwa. Aku mengangguk.
****
Malam ini aku menghabiskan waktuku di Starbucks terdekat. Aku menyeruput minumanku. Tumben malam ini tidak terlalu ramai pelanggan. Suasana malam ini membuatku tenang. Aku benar benar merindukan waktu sendiri. Aku menulis di jurnal ku tentang hari hariku di kampus.
****
Tidak terasa, minumanku sudah habis. Aku akhirnya keluar dari Starbucks. Aku berjalan pelan menuju apartement ku. Jalan malam ini lumayan sepi. Tidak banyak orang yang berlalu lalang. Aku terus berjalan. Dari kejauhan kulihat seorang pria muda yang berjalan sempoyongan. Aku segera berlari mengejarnya. Entah kenapa hatiku begitu takut kalau ia akan jatuh. Benar saja, dia jatuh tersungkur dengan wajah menghantam trotoar. Aku segera menghampirinya."Tuan, kau tidak apa apa?" Tanyaku. Aku menegakkan badannya. Dan rasanya saat itu aku ingin sekali menertawai kebodohanku.
Aku menolong Richard. Lagi.
Dia mabuk lagi. Pipinya memerah pengaruh alkohol. Begitu juga bau tubuhnya. Berbau alkohol. Dia menangis. Ya menangis. Seorang Richard Payton yang menyebalkan menangis dihadapanku. Berapa kali pria sudah ini mabuk? Ya Tuhan...
"Aku tidak ingin hidup lagi" ujarnya. Aku menatapnya terheran.
"Pergi kau. Aku tidak butuh pertolongan, bodoh!"
"Kau kenapa lagi?" Tanyaku.'Dia pasti tidak sadar bahwa aku yang berada dihadapannya. Dia mabuk berat' batinku.
"Tinggalkan saja aku disini. Mungkin ada orang yang datang dan mau membunuhku. Aku bersumpah atas nama Yesus aku tidak ingin hidup lagi."
Dia terus menangis.
"Ada apa denganmu?" Tanyaku.
"Dia meninggalkan ku. Lalu apa lagi yang bisa kuperbuat?! Dia membawa lari setengah hatiku! Aku menghancurkannya. Aku menghancurkan hatinya! Persetan semua ini. Aku merindukannya. Aku tidak ingin hidupku diatur orang tuaku lagi. Aku lelah."
"Dia? Dia siapa lagi?" Tanyaku heran
"Wanitaku! Bisakah kau diam saja?! Dasar bodoh!"'Wanita mana lagi yang dibicarakan Richie?' Batinku.
"Aku merindukannya. Tapi aku terlalu takut untuk bertemu dia. Aku hanya tidak ingin menyakitinya lagi. Aku tidak ingin hidup."
"Kenapa jadi kau yang tidak mau hidup? Dia hanya seorang wanita. Kau tidak perlu terlalu memikirkannya" jawabku seadanya.
"Kau tidak mengerti. Dia hidupku. Bagaimana bisa aku membiarkan duniaku pergi?"Aku terdiam. Wanita ini benar benar membuatnya jadi pria yang berantakan. Aku menatapnya. Rasa kasihan menyeruak di dadaku. Entah kenapa kali ini aku malah iba melihat kondisinya.
"Aku tidak mau menikahi wanita bernama Caroline itu. Persetan dengannya. Persetan dengan perusahaanku. Persetan dengan perusahaan nya! Aku tidak mau hidup jika aku menikah dengannya! Hidup ku bukan hanya untuk mengelola perusahaan bodoh itu! Perusahaan gila itu membuatku kehilangan wanitaku!"
'Caroline? Perusahaan? Ada apa dengannya dan Caroline?' Batinku.
Hari semakin gelap. Aku akhirnya memutuskan untuk menelepon Ahmed untuk menjemput Richard yang mabuk. Kuraih saku celana nya dan ku ambil handphone nya. Aku mengambil sidik jarinya dan menelepon Ahmed. Tak lama kemudian ia sampai.
"Hey, terimakasih sudah menelepon ku untuk menjemput Richard. Ayo, masuk kedalam mobilku. Aku akan mengantarmu pulang" ujar Ahmed.
"Terimakasih" jawabku. Perjalanan terasa sangat canggung. Tidak ada obrolan.
"I don't ever tell you how I really feel
'Cause I can't find the words to say what I mean
And nothing's ever easy
That's what they say
I know I'm not your only
But I'll still be a fool
'Cause I'm a fool for youJust a little bit of your heart
Just a little bit of your heart
Just a little bit of your heart is all I want
Just a little bit of your heart
Just a little bit of your heart
Just a little bit is all I'm asking for"Richard menyanyikan separuh dari lagu Ariana Grande itu di tengah tengah keheningan perjalanan. Aku terdiam. Batinku bertanya tanya.
'Siapa wanita yang di maksud oleh Richard? Apa yang terjadi dengan Richard dan Caroline? Apa yang telah dilakukan Richard terhadap wanita itu? Kenapa wanita itu sangat berharga baginya? Apa hubungan pernikahan Richard dengan keluarganya? Apa hubungan perusahaan mereka dengan pernikahan mereka? Kenapa Richard tidak pernah lagi masuk kelas ku? Ada apa dengannya dan hidupnya?'
Seluruh pertanyaan itu berkecamuk memenuhi otakku. Aku berusaha tidak memikirkannya.
****P.S: maaf ya Readers. Mimin baru aktif. Banyak banget tugas sekolah. Apa lagi ini tahun terakhir Mimin bersekolah. Thank you so much untuk readers setia. You keep me going.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajari Aku Islam [Completed]
عاطفيةShafiya, wanita cerdas yang lahir dari keluarga yang religius menjadikan dia gadis yang taat. Ia adalah orang yang berpegang teguh terhadap agama nya. Dia tidak lagi pernah merasakan cinta setelah sahabat sekaligus cinta pertama masa kecilnya mening...