Kangen tidak? Absen dulu yuk~
Sekadar mengingatkan, kalau-kalau lupa nih, aku sudah memberi sedikit petunjuk di bagian awal untuk karakter-karakternya. Jangan lupa, masih ada satu karakter lagi yang belum muncul di cerita ini.
Selamat membaca :)
.
."Vi, sebentar. Ada yang mau Ibu omongin sama kamu."
Ibu memanggil ketika aku santai di kamar. Tidak biasanya, Ibu mengajak bicara dengan tatapan serius. Kali ini, Ibu juga memanggil Leo untuk ikut ke dalam percakapan mereka. Mereka bertiga duduk di pekarangan luar rumah.
Tanpa kehadiran Ayah.
"Ayah mana, Bu?"
Ibu menjawab dengan kepalanya menunjuk ke arah rumah, "di dalam."
"Kenapa kita harus bicara di sini?" Tanya Via lagi. Padahal kalau mau bicara, ya bicara saja. Di dalam rumah juga bisa.
Tapi Ibu malah memilih tempat di luar. Padahal hari ini dingin.
"Livia, Leo."
Via dan Leo sama-sama mengangguk sekali.
"Kenapa Ibu?" Tanya Leo kemudian.
"Ibu dan Ayah... sudah memutuskan untuk bercerai."
***
Via tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Masih berada di kursinya, dengan jendela tertutup tirai. Mungkin laki-laki yang duduk di sebelahnya ini yang menurunkan tirai.
Dia baru sadar kalau pemutar musiknya masih bekerja. Telinganya sampai pekak karena alunan nada lembut yang mengantarnya tidur. Dia lalu melepas ganjalan telinga setelah mematikan pemutar musik dari ponselnya. Daya ponsel miliknya cukup terkuras karena Via tidak melakukannya sambil mengisi daya.
"Udah rada enakan?"
Via menoleh. Laki-laki yang duduk di sebelahnya itu menyapa. Baru dia sadari juga, ada selimut biru yang menghalau suhu gerbong yang terlampau dingin agar tubuhnya tetap hangat.
"Oh, itu saya yang minta. Soalnya dingin. Tadi saya yang minta ke kondektur waktu cek tiket. Oh ya, tiket kamu udah saya simpan di sini."
Laki-laki itu menunjuk tempat yang dimaksud. Tepat saku di depan Via. Perempuan itu meraih tiket yang dimasukkannya ke dalam tas.
Laki-laki itu terlalu banyak bicara. Dan Via sedang tidak ingin meladeni siapapun.
"Thanks sudah minta selimut untuk saya." ucap Via berterima kasih.
"No problem," dia mengacungkan selimut yang juga membalut bagian bawah tubuhnya, "saya juga butuh untuk menghalau dingin. Jadi sekalian saja."
Via membalas senyum yang disunggingkan lelaki itu. Karena matanya masih berat, Via kembali terlelap. Meski matanya terpejam, dia bisa merasakan selimutnya yang naik hingga menutupi kedua bahu.
Entah ini halusinasi atau bukan, Via mendengar lelaki itu berkata dengan lirih.
"Jangan sakit. Kamu bukan orang yang lemah."
Itu untuk Via dari lelaki itu atau Via yang berusaha menguatkan dirinya sendiri?
***
Via terbangun setelah lengannya ditepuk berulang kali oleh seseorang. Mau tidak mau, dia memaksakan kedua matanya yang berat ini terbuka. Hal pertama yang dilihat adalah suasana gerbong yang sedikit ramai dan lelaki yang berusaha membangunkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLAW(LESS)
ChickLit(Status: Completed) Livia Octavira merelakan lelaki yang mencintainya pergi karena ragu. Padahal Dimas adalah satu-satunya lelaki yang membuat hidupnya sempurna: mencintai dengan sabar, setia, dan tentunya mapan. Titik terendah hidupnya hadir saat...