18

3.6K 669 18
                                    

Pada kangen nggak nih? Masih pada ingat Via kan?

Happy reading!

.
.

Livia Octavira: aku di Malioboro.
Livia Octavira : Td subuh nyampe
Livia Octavira: di sbux.

Leonardo Augusta: Tungguin ya Vi.
Leonardo Augusta: kakak siap2

Via melengos malas usai membaca pesan singkat dari Leo. Akhirnya Via mengatakan lokasinya saat ini pada kakaknya setengah jam lalu.

Setelah dibalas, Via memilih untuk mengabaikan pesan kakaknya. Dia tidak peduli, mau kakaknya datang atau tidak. Kalau kakaknya tidak datang, bagus. Kalau datang, dia tidak peduli. Setidaknya, dia akan pergi dari tempat ini sebelum Leo datang.

Ponselnya kembali sibuk menerima pesan. Kali ini, dia menerima pesan dari Aries.

Aries Ginanjar : gue udah kirim CV Bian.
Aries Ginanjar: Cek ya.

Via hampir saja melupakan tugas yang harus dia lakukan di sini. Tugas utamanya selain melakukan riset pasar.

Livia Octavira: Ok

Via langsung mengecek email yang masuk. Email yang dimaksud Aries berada di bagian paling atas.
----------------------------------------------------------
From : aries.ginanjar@smallhelp.co
To: livia.octavira@smallhelp.co
Subject: CV Biantara Samudera

Morning, Livia.

Gue sertakan CV Bian yang harus elo cek.

Good luck!

Sincerely,

Aries Ginanjar
CFO SmallHelp Enterprise

CV Biantara Samudera.pdf(73 KB)

-------------------------------------------------------------

Via tersenyum sinis.

Good luck? Good luck apanya? Good luck menghabiskan waktu di tempat ini selama tiga bulan? Batin Via dalam hati saat membaca kalimat yang dikirimkan Aries.

Meski ogah, Via tetap menjalankan yang diamanatkan Aries sebelum berangkat. Demi menjaga SmallHelp tetap eksis, Via harus mengesampingkan perasaan tidak penting yang menderanya saat ini. Bukankah bekerja selama ini membuat kegundahan yang dia alami sedikit terlupakan?

Via membaca CV yang dikirim Aries dengan cermat. Hal pertama yang menangkap perhatiannya adalah pas foto Biantara Samudera yang tidak asing di matanya.

Sosok yang sama dengan orang yang duduk di sebelahnya waktu di kereta. Bukan kah namanya Dera? Dalam CV, tertera namanya Biantara, bukan Dera.

Apa mungkin Dera dari kata Samudera? Ah iya, benar juga. Via baru menyadari asal nama Dera yang diucap laki-laki itu.

Ada yang berbeda dari sosok Dera—Biantara. Pada pas foto yang disertakan dalam CV, rambutnya terlihat rapi dan pendek, nyaris cepak. Sedangkan sosok Biantara yang Via lihat beberapa jam lalu memiliki rambut ikal hingga menyentuh kerah polo shirt-nya.

Dari pengalaman, Biantara Samudera hanya sekali bekerja di perusahaan konsultan milik asing selama enam bulan. Sisanya, dia membuka usaha sendiri. Mulai dari kafe, kedai minuman, garmen, eksportir biji kopi, dan masih banyak usaha kecil lain yang dijamahnya. Hampir semua usaha yang digarap Biantara berkisar di industri makanan dan pakaian. Lokasinya rata-rata di Bandung dan Jogja. Ada yang masih dilakukan, ada juga yang sudah ditutup.

Beralih ke bagian pendidikan terakhir, Via tidak menyangka kalau Biantara satu almamater dengannya. Seniornya yang satu angkatan dengan Dimas dan Aries. Pendidikan paling mutakhir di jenjang S2 terjadi empat tahun lalu, program bisnis administrasi di kampus yang sama dengan kampus S2 Via. Lulus dalam kurun waktu satu setengah tahun, Biantara sempat menjalani kuliah musim panas di Harvard University di tengah menunggu prosesi wisuda. Biantara juga melanjutkan studi S2 tidak lama setelah lulus S1 jurusan Teknik Industri selama enam tahun.

Menarik. Via sama sekali tidak pernah mendengar Dimas dan Aries membahas sosok Biantara sebelumnya.

Atau... Via yang lupa sosok kakak kelas yang tidak pernah ditemui langsung di kampus?

***

"Maaf Mbak, tidak ada kamar kosong."

Via lagi-lagi menelan pil pahit. Ini hotel kelima yang Via datangi di sekitar Malioboro. Kapasitas hunian hotel yang dia datangi mencapai seratus persen alias tidak ada kamar kosong yang bisa disewa tanpa reservasi sebelumnya.

"Kira-kira di mana lagi ya Mbak? Saya benar-benar butuh penginapan untuk semalam di sekitar sini." Via merasa lelah. Mendatangi satu per satu hotel yang dituju karena tidak bisa memesan kamar via aplikasi. Semua hotel yang dekat dengannya sudah dipesan.

"Saya tidak bisa memastikan. Okupansi hotel sekitar Malioboro untuk beberapa hari ke depan cukup padat. Mungkin lebih baik mencari hunian di luar daerah Malioboro."

Jawaban Resepsionis di hotel ini juga sama dengan Resepsionis lain yang dia dengar sebelum ini. Dia juga menyarankan untuk mencari hunian di luar Malioboro.

Via menghirup napas panjang. Tanpa berlama-lama, Via mengucapkan terima kasih dan kembali melangkah ke lobi hotel dengan barang bawaannya. Suasana hatinya cukup buruk setelah ditolak banyak hotel. Belum lagi, dirinya merasa sangat lelah secara fisik maupun psikis.

Via langsung mendapatkan taksi yang baru saja menurunkan penumpang di lobi hotel. Dia tidak ingin menghabiskan waktu berkeliling Malioboro untuk sementara. Apalagi dengan barang yang mulai membebani langkahnya.

"Jalan dulu aja, pak. Arah ke luar daerah Malioboro. Saya sambil cari tujuan." ujar Via.

Taksi yang ditumpangi Via mulai bergerak ke luar lobi hotel menuju jalanan padat Malioboro. Entah ada acara apa di sekitar Malioboro sampai padat pengunjung sampai Via terjebak macet cukup lama di tengah jalan. Di tengah kemacetan, Via bahkan melihat sosok Leo melintas di depan taksi. Langkah kakaknya itu menuju kedai kopi yang sudah dia tinggalkan setengah jam lalu. Dia masuk ke dalam kedai kopi kecil tersebut, lalu keluar sambil melongok ke segala arah.

Dari balik kaca, Via melihat Leo mengeluarkan ponselnya sambil mengetik sesuatu.

Leonardo Augusta: kamu dmn?
Leonardo Augusta: kenapa pergi?

Tidak lama setelah membaca pesan itu, Leo meneleponnya dan Via sengaja tidak mengangkatnya. Dia bahkan mematikan sinyal usai menolak panggilan dari Leo. Via kembali melirik ke arah Leo. Dia mulai bergerak lagi. Sedikit berlari menuju ke arah taksi yang dia naiki. Buru-buru, Via menundukkan kepala sambil sibuk mencari kacamata hitam di dalam tas selempangnya.

Selagi mencari kacamata hitam, tangannya menyentuh lipatan kertas yang dia dapatkan setelah tiba di Jogja. Brosur kedai yang diberikan Dera—Biantara. Dia membaca ulang isi dari brosur tersebut. Tidak hanya nama kedai, ternyata ada alamatnya juga di sana.

Alamatnya sama persis dengan alamat tinggal Biantara yang tertera pada CV-nya.

"Pak, tahu tempat ini?" Via menyodorkan brosur tersebut kepada pengemudi taksi.

"Tahu, mbak. Masih di sekitar sini."

"Kalau begitu, ke tempat ini ya pak." ucap Via mengunci tujuannya.

"Baik, Mbak."

Via kembali bersandar sambil mengenakan kacamata hitamnya. Dia bersyukur masih menyimpan brosur yang diberikan Biantara sebelum pergi. Kalau tadi subuh langsung dibuang, mungkin dia benar-benar tidak punya tujuan.

Ah, Via sebenarnya punya. Kalau tidak mendapatkan kamar hotel atau tujuan ke tempat Biantara, hanya satu tujuan yang bisa dia datangi kalau berada di Jogja. Namun Via merasa belum siap untuk kembali ke sana.

Ke rumah ibunya yang penuh kenangan, tawa maupun tangis.

(Bersambung...)

Sampai ketemu Senin depan!

Ditunggu jejaknya :)

FLAW(LESS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang