18

872 137 23
                                    

Yeonjun mengekor di belakang Namjoon yang hendak masuk ke dalam rumah. Bibir remaja itu tak henti-henti tersenyum kecil, hatinya berbunga-bunga.

"Kamu ngapain ngikut masuk? Pulang aja sana" lantas dibalas dengan Yeonjun yang menggelembungkan pipi, gemas sekali.

Namjoon menyerah. "Yaudah ayo masuk, awas ya kalo ngajarin Soobin yang nggak-nggak." diangguki antusias oleh Yeonjun.

Di dalam rumah, mata Soobin berbinar meraih kantong plastik yang disodorkan ayahnya "ini, ayah beliin mochi buat kamu" remaja yang memiliki lesung pipi persis milik sang ayah itu bersorak girang. "Wahh... Tapi kok tumben?" memiringkan kepala.

Namjoon menghelah nafas, melirik ke arah Yeonjun yang berdiri di sampingnya "diusulin sama Yeonjun, seharian ini dia yang supirin ayah"

Lantas Soobin mengalihkan pandangan pada sahabatnya, sorot matanya memancarkan beribu penyesalan dan rasa bersalah. Menyadari itu, Yeonjun tersenyum, berusaha mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja, dirinya tidak marah.

"Ada apa ini?" tanya Sowon yang baru saja muncul dari arah dapur.

"Ah ini bun.. Ayah juga beliin bunda martabak" menyodorkan kantongan lain.

"Kok tumben?"

"Ini nih, ide si berandal ini"

Yeonjun menyengir dan Sowon mengangguk paham.

Suasana sore itu sangat harmonis, tidak ada lagi kalimat kasar maupun sindirin dari Namjoon meski Yeonjun tahu bahwa pria parubaya itu masih susah menerima dirinya sebagai sahabat Soobin.

"Kak Yeonjun mau?" Soobin menawarkan, namun dijawab dengan gelengan "buat kamu aja, kakak gak suka gituan"

Bahagia itu sederhana seandainya keluarga ini bisa saling memahami. Contoh saja hari ini, mereka bertiga yang biasanya bersitegang karena berbeda pendapat bisa bersenda-gurau hanya dengan sepotong martabak dan juga mochi bagian Soobin.

"Bahagia itu gak mahal kan om?" maka Namjoon menoleh pada Yeonjun yang berbisik padanya "buktinya hari ini om dan keluarga bisa akur hanya dengan martabak. Sering-sering ya om, apalagi Soobin sangat suka makan" lanjut Yeonjun lagi meski tak mendapat respon.

Detik berganti menit ketika Yeonjun menghampiri Sowon yang sedang memasak di dapur. "Mau dibantuin gak tan?"

"Hah?"

"Boleh nggak?"

"Eh nggak.. Jangan" tolak wanita itu dengan cepat. Sorot mata Yeonjun tampak kecewa. "Kenapa gak boleh?"

"Karena ini bukan urusan kamu"

Menghelah nafas berat, Yeonjun menggigit bibir bawahnya "tante masih benci aku ya?"

Wanita berperawakan mirip bule itu menghentikan aktivitasnya dan menatap Yeonjun dalam-dalam "Denger ya Yeonjun... Tante gak pernah benci kamu. Paham?"

"Tapi tante suka ikut-ikutan bully aku tiap main ke sini"

"Kamu merasa dibully?"

"Umm.. I-iya?" Yeonjun menjawab tidak yakin.

"Makanya ubah sikap."

"Gitu ya...."

"Kalo udah ngerti, mending kamu pulang sekarang"

"Tante beneran gak mau dibantuin?"

"Nggak mau Yeonjun. Jangan bikin ribet tante. Kamu mending pulang..."

"Kenapa gak boleh bantu?"

Sowon tampak kesal menghadapi Yeonjun "Karena ini bukan rumahmu, kamu bukan siapa-siapa di sini. Jadi gak usah sok baik. Mending kamu pulang dan bantuin papa di sana"

Serendipity [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang