Perahu Kecil Menuju Pelabuhan

35 11 18
                                    

Pertengahan bulan Maret, 2014.

Harus aku akui,  kehadiran Kak Bintang sedikitnya mengurangi rasa stress yang dirasakan akibat penatnya belajar. Moment di Little Forrest Park kemarin sangat membuka hubungan kami. Ah, pantaskah aku mengatakannya? Maksudku tidakkah aku terlalu muda? Usiaku hanya 15 tahun, tetapi aku sudah bisa merasakan suka terhadap lawan jenis. Tidakkah itu terlalu dini jika menganggap ini serius? Namun memang benar, sejak moment kemarin itu, rasa-rasanya Kak Bintang menjadi lebih berbeda. Jelas diingatan saat pertama kali bertemu dia adalah orang yang sangat amat dingin, tapi sebenarnya hatinya baik. Dia saja mau mengantarkan anak gadis yang kebingungan mencari kakaknya dan tidak punya ongkos untuk pulang. Atau memang penilaianku terhadapnya sudah berubah? Entahlah.

Berbanding terbalik dengan sekarang, Kak Bintang jauh lebih lembut dan terbuka. Dia sering mengajakku jalan-jalan di hari minggu, di waktu favorite kami, Senja. Dia sangat senang mengabadikan moment di waktu senja.

"Jika ada sesuatu di dunia ini yang paling sabar, pasti itu senja. Dia rela menunggu seharian untuk bisa menampakkan dirinya, namun tak lama dari itu malam merampas dengan memunculkan diri, ". Kak Bintang berhenti sejenak. Dia menoleh dan mengulurkan tangannya. Aku yang berada di belakang, berlari kecil menyambut uluran tangannya.  Lalu kami bergandengan, di tepi danau Almathea dengan cuaca yang cerah.

"Saya benar-benar mendeskripsikan senja itu adalah masa remaja

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Saya benar-benar mendeskripsikan senja itu adalah masa remaja. Semua orang menunggu moment dimana dia pure menjadi seorang remaja, tanpa kita sadari waktu kita tidak banyak, waktu yang memaksa kita untuk dewasa.  Menyeret kita memasuki ruang yang tidak pernah kita inginkan"

Aku paham ia sedang mengutarakan bahwa di usia mudanya ia tak mendapatkan itu, dimana masa remajanya justru terpisah dengan ayah dan adiknya. Itu jelas berbeda dengan seusia kami jika masih memiliki keluarga utuh. Maksudku, pikiran kami yang tidak mengalami beban itu, hanya akan menyimpan memori baik saja. Kami hanya butuh mengembangkan diri, sekolah, bermain dengan teman-teman, tanpa harus tahu luka, dendam dan trauma.

"Sepertinya saya memang tertakdir dipeluk malam, nama saya kan, Bintang"

Ucapnya tersenyum, namun tatapannya sendu.

"Kalau begitu, Bey mau jadi bulannya saja. Biar bisa nemenin kak Bintang"

Seperti yang sudah aku tebak, setelah aku mengatakan hal konyol seperti tadi, dia akan mengelus rambutku, dan mengacak-acak poninya. Huh, poni rambutku jadi berantakan. Tapi tidak apa-apa, asal Kak Bintang tidak larut mengasihani takdirnya. Karena sesungguhnya banyak di luar sana yang jauh lebih buruk dari Kak Bintang, aku pun belum tentu lebih baik darinya.

Kami sangat menikmati hari ini. Semakin aku mengenal kak Bintang, maka aku semakin paham bahwa dia lebih suka mengunjungi wisata alam, bahkan sampai sekarang kita tidak pernah pergi ke Mall. Oh iya, perihal Papa Mama, mereka tidak keberatan dan mengizinkan aku untuk menikmati hari minggu bersama Kak Bintang. Sebelum berangkat, kak Bintang selalu sempatkan untuk meminta izin pada kedua orang tuaku, padahal sebelumnya ia telah meminta izin lewat telepon.

SESAL DAN RINDU (On Going)Where stories live. Discover now