Bayangan

25 9 21
                                    

Hari itu resmi dinobatkan menjadi hari dimana untuk pertama kalinya aku merasakan kekecewaan kepada lawan jenis. Sepanjang perjalanan pulang, aku selalu dicerca pertanyaan oleh Mars,  seperti;

"Lu darimana aja?"

"Kenapa mukanya kusut?"

"Kenapa pulangnya sore?"

"Udah pamit sama Mama Papa, belom?"

Dan sederet pertanyaan lainnya yang menambah kepusingan kepalaku. Ku ceritakan sebentar, sebelum dijemput Mars ke tempat dimana aku menangis sebelumnya, aku terlebih dahulu memastikan keberadaan Kak Bintang dan gadis itu. Sekitar 45 menit sangat cukup untuk diriku mengintip dan mendengar samar percakapan mereka yang sialnya--atau beruntungnya beristirahat setelah bermain sepeda tak jauh dari pohon yang menyembunyikan tubuhku dari segala pandangan.

"Jadi sekarang sudah ada perkembangan, Bin?" Kak Bintang duduk di jalanan, membiarkan gadis itu berdiri di sampingnya.

"Belum ada, Lun. Lama-lama aku capek begini terus"

Aku terus mengikuti percakapan mereka meskipun bagian buruk dalam diriku menyuruh untuk melabrak mereka saja. Maafkan aku, Tuhan. Aku tak bermaksud melakukan hal sejahat itu.

"I think. You should to forgot this problem" perintah gadis itu, sementara Kak Bintang masih tidak bergeming.

"I would try" selanjutnya mereka berdua lama terdiam,  dan tidak lama dari setelahnya, sang gadis memerintah untuk pulang ke rumah masing-masing. Entahlah di mana rumah gadis itu berada? Aku tidak ingin pusing memikirkannya.

Aku pun wanita, meskipun usiaku lebih muda darinya. Namun aku meyakini bahwa gadis itu memiliki setidaknya setitik rasa pada Kak Bintang. Dan percakapan tadi seolah menafsirkan bahwa Kak Bintang menceritakan masalahnya denganku. Gadis itu menyuruhnya untuk melupakanku, dan ia mengiyakan. Dasar jahat. Aku tidak akan pernah rela membagi hatinya dengan gadis lain.

Tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya yang tertangkap indera penglihatanku melalui jendela mobil. Kali ini hujan turun, tapi tidak dengan airmataku. Beberapa puluh menit yang lalu hanyalah refleksi human error oleh tubuhku karena Belinda yang sebenarnya tidak lah cengeng dan menangisi hal receh semacam itu.

"Dasar Bodoh"

Tiba-tiba mobil yang kami kendarai berhenti secara tiba-tiba. Rupanya Mars menginjak rem mendadak. Ia menoleh ke arahku memasang tampang terkejut.

"Lu ngomong apa? Lu bilang gue bodoh? Ngga tau terima kasih lu ye, udah gue jemput juga. Nyesel gue" ucapnya sambil merengut dan menatapku marah.

"Eh maaf, Bang. Ngga lagi ngomongin Abang kok. Bey ingat tadi di sekolah ada yang ceroboh numpahin minumannya, bodoh kan dia"

Kedua alisnya memisah dan ekspresinya kembali normal "Heh, kirain apaan. Lain kali lu jangan ngumpat deh, jantungan gue dengernya. Lu ngga bakat ngomong kasar, lebih bakat si Cindy"

"Abang jangan mulai lagi deh"

"Kenapa? Ngga ada orangnya juga."
Sepertinya ia geli dengan ucapannya sendiri, kemudian ia kembali menancapkan pedal gas.

-----------------Sesal Dan Rindu---------------

Sifat alami dari seorang remaja ialah tidak konsisten alias plin-plan. Baru kemarin ingatanku mengatakan bahwa tidak ada kata Bintang ketika aku berada di Pelita Harapan, akan tetapi hari ini aku mengubah semua rencana itu. Perasaan adalah perasaan yang harus diperjuangkan. Jika aku menyerah pada suatu keadaan, maka akan ada seseorang yang memanfaatkan kelemahanku. Seperti jika aku menyerah pada Kak Bintang, maka gadis itu akan memanfaatkan situasi dan kondisi yang ada. Oh, aku sangat jahat menerka-nerka hal ini.

SESAL DAN RINDU (On Going)Where stories live. Discover now