Pelangi Setengah Warna

17 6 6
                                    

Bisikan kata jahat terus memasuki indra pendengaranku. Ia laksana hujan bom atom yang bergemuruh dan menghantam dalam hatiku.

Aku dilahirkan dari seorang Ibu yang berprofesi sebagai perawat, baginya nyawa seseorang sangatlah berharga. Aku pun dibesarkan oleh seorang Ayah Bussines Man yang pekerja keras, baginya hinaan, cacian dan pandangan rendah harus bisa dilawan.

Apa yang terjadi padaku saat ini, tidak akan pernah menyurutkan langkahku. Sebanyak apapun orang membenciku, mengataiku dan memandangku rendah, aku tetaplah nyawa yang sangat disayangi ibuku, aku sangat berharga bagi beliau. Begitu pun sikap ayah yang harus ku teladani.

Tuhan tidak pernah salah menempatkanku pada kedua orang tuaku.

"Are you okay?"

De javu.

Aku pernah mendengar kalimat itu. Diucapkan oleh orang yang sama namun dalam keadaan yang berbeda.

Dulu aku ketakutan, tidak tahu jalan pulang dan sendirian. Kini aku kembali ketakutan, namun tidak suka keramaian. Keramaian yang menyakiti, keramaian yang membenci.

"Bey ngga baik-baik saja, Kak" ucapku. 

"Kalau begitu, sebaiknya kita jangan bertemu dulu" ucapnya.

Bahkan dia saja tidak ingin melewati kesakitan bersamaku. Bukan ini yang ku inginkan. Aku ingin dia memelukku, bukan mengusirku.

"Ngga mau. Bey ngga mau"

Kak Bintang menghela nafas panjang.

"Bersamaku kau akan dibenci, tidak bersamaku kau akan berarti"

"Itu bukan pilihan yang tepat, Kak. Bey rela dibenci, tapi Kak Bintang justru ingin kita pisah? Coba pikir, Kak. Jika seperti itu, siapa yang akan diuntungkan? ..."

"Dengar Bey. Maksudku bukan pisah yang seperti di pikiranmu, aku hanya bilang tidak bertemu di sekolah, dan ini demi kenyamanan kamu di sekolah, Bey" ia mengatakannya sambil mengelus pipiku.

Tetap saja, aku tidak ingin berjauhan dengannya. Menganggapnya seperti orang asing lebih menyakiti hatiku daripada omongan jahat orang-orang yang aku dengar.

"Ngga mau" ucapku sedih.

Aku harus sadar diri bahwa Kak Bintang sangat dihormati siswa-siswi di sini, aku lupa mengatakan bahwa ia merupakan pewaris perusahaan besar yang menanamkan saham di sekolah ini. Aku baru mendengarnya dari kawan-kawan kelasku, katanya berita itu tersebar sekitar tiga bulan yang lalu setelah rapat saham antar petinggi selesai dilaksanakan.

Kemarin aku mengatakan jika Kak Bintang adalah bintang, maka aku adalah bulannya.

Kau tahu? Bulan Bintang itu hanya bersanding dan seolah bergandengan, padahal sebenarnya mereka jauh. Bintang di tempatkan pada tingkat langit yang sangat tinggi, sedang Bulan hanya menggantung jauh bawahnya. Ia seolah besar, padahal kecil. Dan dia seolah kecil, padahal teramat tinggi dan susah untuk digapai.

Lelaki yang semula aku anggap sederhana dan dingin, ternyata adalah pemilik tahta yang didamba kaum hawa.

Itulah sebabnya ia dipuja, setelah dulu ia dibenci.

Harta bagi manusia adalah segalanya, sedangkan hati sudah tidak ada apa-apanya.

Persetan dengan segala kesalahan, jika tahta dan harta sudah ada, maka amnesia tiba-tiba hadir dan menjadi alasan untuk menerima.

Sang bintang memelukku, ia masih memeluk bulannya. Padahal manusia tahu, bulan tidak akan pernah bisa mengimbangi keindahannya.

"Tolong bantu aku untuk menjagamu, aku ngga mau kamu dijahatin"

SESAL DAN RINDU (On Going)Where stories live. Discover now