"Mas Dirga?"
Langkah Dirga terhenti. Matanya terbuka lebar. Ia sudah tertangkap basah. Padahal, kakinya hendak melangkah menjauhi Arsya. Namun, ternyata Tuhan malah mengabulkan keinginan pertamanya, yakni membicarakan semuanya kepada Arsya agar segera clear.
Arsya merasa malu karena takut Dirga mendengar ucapannya barusan. Antara kalimat nyaman dan cinta. Ah, mungkin ia harus mengalihkan perhatian suaminya itu.
"Kenapa keluar lagi?" Arsya bertanya lagi. Namun, suaminya tetap mematung, tak berbalik juga. "Mas?"
"Eh, gak papa, kok." Dirga berbalik. Hatinya bimbang, tak tahu harus mengambil langkah apa. Mempertahankan Arsya atau menebus kesalahan keluarga dengan kembali bersama cinta di masa lalunya.
Pandangan Arsya tertuju pada map dalam genggaman Dirga. "Itu apa?"
"Ah, ini ... bukan apa-apa." Dirga mencoba tersenyum. Namun, dia merasa tak tenang saat melihat Arsya terdiam dengan wajah datar. Namun, rasa bersalah, kesal dan rindu terhadap Fella seolah menuntut pertanggungjawaban.
Dirga memejamkan mata kala wajah Fella yang sedang menangis, berkelebat dalam bayangannya. Ia berusaha menguatkan hati dan membulatkan tekad. Setelah mendengkus, Dirga berjalan mantap menuju tempat Arsya duduk.
"Sya, kamu mau tau ini apa?" tanya Dirga.
Arsya mengangguk. Ia mengulurkan tangan saat Dirga memberikan map. Kedua bibirnya terbuka ketika rangkaian kalimat dalam selembar kertas tersebut dibaca. Kemudian, terkatup lagi. Jantungnya jadi berdebar tak menentu. Pertanyaan negatif yang sedari siang berkelebat, akhirnya terjawab juga.
"Tapi kamu tenang aja. Gak bakalan ada pernikahan kontrak di antara kita."
Arsya kembali mendongak setelah menyimpan map tadi. Ia bisa mengembuskan napas lega. Semua pikiran buruk tentang Dirga langsung ditepis jauh.
"Tapi Mas Dirga gak bakal balikan sama Kakak cantik yang tadi, 'kan?" Arsya segera menundukkan kepala. Ia merutuki mulutnya yang lepas kendali.
Kini, giliran Dirga yang kaget. Ditatapnya Arsya dengan dahi mengerut, seolah menanti jawaban.
"Maaf, tadi aku liat kalian berantem." Bagkan, bukan hanya pertengkaran. Namun, ungkapan cinta yang menohok hati pun, Arsya dengar.
Arsya mengalihkan pandangan. Kini, matanya terasa menghangat. Pandangannya pun mulai mengabur. Arsya tak kuat lagi, bulir bening itu menetes juga. Ah, ia jadi bingung sendiri. Apakah air mata tersebut pertanda bahwa ia telah mencintai suaminya?
"Aku mau bilang sesuatu sama kamu, Sya. Aku ... a-aku, aku masih cinta sama dia." Dirga memilih duduk tak jauh dari Arsya. Kedua matanya terpejam. Sementara, sebelah tangan memijat pangkal hidung.
Arsya terdiam. Matanya menatap kosong pada cincin pernikahan yang melingkar pada jari manisnya. Cincin emas bermatakan berlian itu, seakan bukan lambang pernikahan lagi saat Dirga mengungkapkan perasaannya ... untuk Fella.
"Mumpung di antara kita belum ada rasa, kita belum terlalu jauh mengarungi bahtera rumah tangga, aku mau mengakhiri semuanya, Sya." Keputusan Dirga sudah bulat. Pernikahan hambarnya bersama Arsya harus segera diakhiri.
Arsya merasakan pasokan udara di sekitarnya berhenti. Kini, dadanya benar-benar sesak. Keputusan apa yang baru saja suaminya ucapkan? Bukan cinta yang selama ini ia damba.
Arsya segera memalingkan wajah. Ia tak mau Dirga melihat kedua matanya yang kembali berembun. Kini, ia baru menyadari satu hal bahwa, hatinya telah jatuh pada pelabuhan yang salah.
"Dari mana Mas Dirga tau kalo aku gak punya rasa sama Mas Dirga?" tanyanya dengan suara parau. Arsya mencoba mengambil napas lagi, tapi sesak itu tak kunjung mau beranjak. Ia ingin berteriak, tapi sekadar berbicara pun suaranya seperti tercekat. Bibirnya ikut bergetar.
Dirga menoleh cepat. Setelah melihat tatapan dari mata Arsya yang penuh luka, ia memilih beranjak bangun. Napasnya memburu cepat. Ia tak mau dikatakan lelaki pengecut oleh dunia karena tak bertanggung-jawab atas patahnya hati Fella. Kemudian, ia juga enggan dikalahkan sesal jika suatu saat nanti, kejadian itu terulang lagi kepada Arsya.
"Karena aku gak mau itu terjadi." Dirga menatap Arsya mantap. Ia berusaha memberitahu perempuan di dekatnya bahwa, sudah tak ada lagi cinta untuk perempuan manapun, tanpa terkecuali Fella.
"Mas ...." Arsya ikut beranjak bangun. Ia menyeka air matanya dengan kasar. Ia ingin mengatakan bahwa Dirga sudah terlambat mencegah cinta itu tumbuh di hatinya. Benih itu sudah tumbuh subur dan Arsya ingin mempertahankan perasaannya. "Izinin aku buat buka hati kamu dan hapus semua tentang kakak tadi. Please."
Dirga menggeleng lemah. "Dia udah terlalu banyak menderita, Sya. Dia berkorban sendirian."
"Mas pasti capek, aku buatin teh, ya?" Arsya mencoba mengalihkan pembicaraan. Kakinya melangkah hendak pergi ke dapur, tapi Dirga menghentikannya ketika Arsya masih berdiri di ambang pintu.
"Gak usah, Sya. Aku gak haus. Aku cuman mau bilang kalo mulai saat ini, kamu bukan lagi istriku. Aku menalakmu."
Kedua lutut Arsya rasanya lemas. Tulang seolah terlepas dari tubuhnya. Sesuatu yang tak kasat mata tampak menghantam dadanya hingga bukan hanya sesak yang terasa. Sakit, perih, patah, bahkan mungkin sudah hancur hingga berkeping-keping.
Arsya membalikkan badan. Pandangan kedua insan itu berserobok. Arsya sudah tak peduli lagi dengan penampilannya yang benar-benar kacau. Air mata sialan itu, terlalu susah dihentikan. Dadanya tak kuat menahan sesak.
"Mas, talak dalam pernikahan gak bisa jadi bahan candaan."
"Aku juga tau. Dan aku menjatuhkan talak dalam keadaan sadar. Besok, aku bakalan urus semuanya." Dirga segera mengambil kunci mobil dan bergegas pergi meninggalkan Arsya. Ia tak mau kalap dengan berbicara lebih kasar.
Setelah Dirga pergi, Arsya jatuh terduduk di lantai. Kini, hatinya bukan patah lagi, melainkan koyak karena terhantam sebuah kenyataan. Ia merasa gagal menjadi seorang istri. Tak bisa mengambil hati Dirga. Mempertahankan tumah tangga yang baru berusia seumur jagung pun tak mampu.
Ecieee, end sampe sini jangan? 🐥🐥🐥
Btw, selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan, yak. Mohon maaf kalo Wiwi ada salah, suka nyebelin dan ... ngangenin. Bhaks! Tengkyu buat yang sabar nungguin cerita ini update. Big lope buat kalean.Satu lagi ... apa, yak? Hihiii Wiwi juga lupa. Wkwkwk
Dah, ah. Pokoknya lope lope.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Contract Marriage
Romance"Sya, ada satu pertanyaan yang harus kamu jawab sebelum pergi." Dirga berkata sambil mengambil ponselnya. "Harus?" "Ya!" Dirga mengusap layar ponselnya. "Kamu mau nikah sama aku dengan alasan apa? Apa karena terpaksa, uang, atau-" "Aku bersedia ni...