Fella membulatkan kedua bibirnya saat Dirga menjelaskan bahwa sudah tak ada apa-apa lagi antara ia dan Arsya. Soal bahagia, jangan ditanya. Gadis mana yang tak akan bahagia saat diperjuangkan oleh lelaki yang dicintai?
Namun, nalurinya sebagai sesama perempuan ikut terluka. Bagaimanapun juga, hubungannya dengan Arsya jauh berbeda. Fella memang pernah menjalin cinta dengan Dirga, tapi kisah kasihnya di luar ikatan sakral. Tidak seperti Arsya.
Dirga mengambil tangan gadisnya, lalu mengecup tepat di punggung tangan. Fella segera menarik tangan dengan ekspresi yang kebingungan. Dirga menyadari itu dan ia langsung mengembuskan napas kecewa.
“Kenapa Kak Dirga cerai sama Arsya?”
“Karena aku gak suka dia. Aku cuma cinta kamu, Fe.”
Fella menggeleng. Sudut matanya yang basah segera diseka. “Kenapa aku dijadiin alesan atas kandasnya hubungan kalian, Kak? Aku gak sebaik yang Kakak kira. Kakak tau gak, aku jadi kayak punya salah yang besar sama Arsya. Bahkan mungkin tak termaafkan.”
“Ini bukan hanya sekedar alasan, Fe. Tapi ini fakta. Nyata. Aku gak mau pisah lagi sama kamu. Aku juga gak mau nyakitin hati wanita lain termasuk Arsya. Hati gak bisa bohong kalo pemilik singgasana di hatiku itu cuma kamu. Kamu, Fe.”
Fella terenyuh, tapi ia segera menggeleng. Ia menepis Dirga yang hendak menggenggam tangannya. Dirga sudah keterlaluan. Ia benar-benar tak memikirkan bagaimana perasaan Arsya. Jika sampai perempuan itu hamil, memangnya ia mau mengambil sikap seperti apa?
Ah, memikirkannya saja Fella tak sanggup. Ia memang masih mencintai Dirga, tapi bukan seperti ini caranya. Hatinya masih tak terima apalagi jika mengingat usia Arsya yang masih labil. Bagaimana jika mantan istri mantan kekasihnya itu punya rasa terhadap Dirga?
“Aku gak bisa, Kak. Maaf ... aku udah punya pilihan lain,” sahut Fella enteng.
“Bohong!” bantah Dirga cepat. Kedua matanya berkilat penuh amarah. Ia tak mau kerja kerasnya sia-sia hanya karena alasan Fella yang tak masuk akal. Apalagi jika sampai gadisnya itu berbohong. “Bukannya kemarin-kemarin kamu minta supaya kita balikan?”
“Iya.” Fella menjawab tegas. “Kemarin aku emang bilang gitu. Tapi sekarang enggak. Maaf, Kak. Aku gak bisa berkomitmen sama orang yang nganggep sepele sama masalah rumah tangga hanya karena belum hadir cinta.”
Fella segera menghentikan taksi. Dirga hendak mencekal pergelangan tangannya lagi, tapi terlambat. Fella sudah menaiki mobil dan ia hanya bisa menjambak rambut karena frustrasi.
Fella menangis tersedu-sedu. Ada rasa ngilu ketika tiba-tiba teringat kehidupan di masa depan jika mereka menikah. Kemudian, badai rumah tangga datang menerpa dengan menghadirkan orang ketiga. Akankah Dirga mampu bertahan, sedangkan dalam hatinya bersemi cinta untuk wanita lain?
Fella segera menutup mata. Ia berharap bayang-bayang di kehidupan masa depan yang tak diimpikan itu agar segera sirna dari pikiran. Fella benar-benar tak mau seperti Arsya. Berpisah hanya karena belum ada cinta.
Jadi, otaknya terus bertanya-tanya, apa yang akan Dirga lakukan jika kasih sayang dan cinta untuknya memudar seiring berjalannya waktu? Akankah ia tetap setia atau memilih mendua?
***
Malam ini, Dirga memilih tidur di apartemen saja. Ia tak mau pulang ke rumah megah yang pernah ditempati bersama Arsya. Bagi Dirga, Arsya satu-satunya masa lalu yang harus dilupakan.
Kedua matanya enggan terpejam. Kesal di dada semakin memuncak saat pesannya tak dibalas Fella. Jangankan dibalas, dibaca pun tidak.
Pandangan Dirga tertuju pada pesan di bawahnya. Jemarinya bergerak ragu. Namun, rasa penasaran lebih mendominasi hati. Akhirnya Dirga meng-klik dan mulai membaca pesan dari Arsya yang belum dibaca dari jam satu siang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Contract Marriage
Romance"Sya, ada satu pertanyaan yang harus kamu jawab sebelum pergi." Dirga berkata sambil mengambil ponselnya. "Harus?" "Ya!" Dirga mengusap layar ponselnya. "Kamu mau nikah sama aku dengan alasan apa? Apa karena terpaksa, uang, atau-" "Aku bersedia ni...