01. Elang Dengan Segala Kepayahannya

438 76 68
                                    

"Pemirsa, diberitakan pada jam lima siang tadi, pesawat Ardhi Air 2314 hilang kontak. Lalu pada saat ini, ditemukan pesawat Ardhi Air jatuh ke laut. Semua penumpang sedang dalam proses evakuasi."

Tubuhnya menegang. Remote control yang semula digenggamnya seketika jatuh. Tenggorokannya terasa begitu kering, sampai untuk menelan salivanya sendiri saja sangat menyakitkan. Dia bisa abai akan berita yang baru ditampilkan pada sebuah saluran televisi swasta itu jika saja nama pesawat Ardhi Air 2314 tidak disebutkan.

Pikirannya kalut namun ia berusaha untuk tetap tenang. Ia kemudian merogoh saku celananya untuk meraih ponselnya. Setelah didapat, ia cepat-cepat membaca ulang pesan terakhir yang dikirimkan Maya untuknya.

Maya<3
Aku naik pesawat Ardhi Air 2314, Lang

Jenis pesawat yang disebutkan Maya dan pembawa acara di televisi tadi sama. Ya Tuhan. Pikiran Elang semakin tak tentu arah. Kedua tangannya bergerak untuk mengusap wajahnya gusar. Napasnya kian memburu. Dalam hati ia terus menyebutkan nama Maya. Detik selanjutnya ponsel miliknya bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Setelah dilihat siapa si pemanggil itu, dengan tatapan nanar dan tangan yang gemetar hebat, ia menekan tombol hijau pada layar ponsel tersebut lalu didekatkan ke telinganya.

"Hallo, Tan?" Suaranya mulai parau kala ia mengatakan kalimat itu.

"Elang ... " Suara Tante Davia, Ibunya Maya, terdengar begitu pilu. Wanita itu seakan tengah menahan tangisnya.

Namun lagi-lagi, Elang berusaha untuk tenang. "Tan, bilang sama Elang, Maya gak apa-apa, kan?" Kalimat tanyanya barusan justru lebih pantas dikatakan sebagai kalimat paksaan di telinga siapa saja yang mendengarnya.

Beberapa detik terlewati, hanya angin lah yang mengisi dialog pilu itu. Keduanya saling diam. Elang menunggu jawaban sedangkan Davia bingung harus menjawab dengan kalimat seperti apa.

"Tante, Maya ..."

"Maya ada di pesawat itu, Lang, Maya ... Maya ikut jatuh di kecelakaan itu."

Dan ketika Tante Davia berhasil menyelesaikan ucapannya, Elang merasa bahwa langit dan seisinya runtuh tepat di atas kepalanya. Elang patah, kemudian hancur. Ia dibabi buta oleh kenyataan yang seakan tidak senang melihat ia bahagia walau sedikit. Walau hanya bersama Maya.

Elang sudah pernah merasakan kehilangan. Dia pernah ditinggal oleh orangtuanya. Dan sekarang, haruskah ia ditinggal oleh satu-satunya orang yang ia miliki saat ini?

Semasa ia kecil, Ayahnya, superhero kesayangannya meninggal akibat tabrak lari. Lalu sang Ibu, meninggal karena bunuh diri akibat depresi ditinggal oleh suaminya. Dan sekarang Maya, gadisnya juga ikut pergi meninggalkannya. Apa mereka yang pergi meninggalkannya tidak benar-benar sayang kepadanya?

Sungguh, Elang tidak sekuat yang mereka kira.

Saat ini adalah titik kehancurannya. Ia kepayahan menghadapi kenyataan yang sedemikian menyakitkannya. Ia sudah tidak kuat lagi. Elang menyerah, Tuhan.

"Datang kesini, Lang, untuk bertemu Maya. Mungkin untuk yang terakhir kalinya."

- 🍂 -

Malam jatuh lebih cepat daripada biasanya. Setibanya di tempat jatuhnya pesawat Ardhi Air itu, Elang langsung lari beringsut kepada Tim SAR dan Tim medis yang tengah beroperasi untuk menanyakan tentang gadisnya sudah berhasil ditemukan atau belum. Muak dengan mereka semua yang hanya menggelengkan kepala, Elang berdecak kemudian ia memeriksa secara paksa setiap kantung jenazah korban jatuhnya pesawat itu. Mencari-cari tentang keberadaan Maya-nya dengan begitu gila.

Waktu seakan berhenti detik itu. Tidak ada suara. Tidak ada apa-apa. Juga tidak ada Maya. Jasad Maya ternyata belum ditemukan oleh Tim SAR.

Lalu ketika tubuhnya meluruh di tanah yang kini dipijaknya, satu tangan mengelus pundaknya dengan penuh kasih. Senyum sedih Tante Davia lah yang menyambutnya kala ia mendongakkan kepala. Air matanya sudah tidak mampu lagi Elang tahan, pecah sudah kristal bening itu dari pelupuk matanya.

Davia sudah tahu sesakit apa jiwa Elang. Davia tahu segala-galanya tentang anak yang kini terlihat bukan Elang sekali. Elang yang sekarang adalah Elang yang tidak dikenali semua orang. Elang yang lemah.

"Elang, tenang, ya. Tante mohon..." pintanya kepada Elang. Namun alih-alih diam dan meredakan tangisnya, Elang justru semakin menggila. Ia memeluk Davia erat-erat. Kemudian memukul kepalanya sendiri tanpa perasaan kasihan barang sedikit.

"Elang capek..." lirihnya setelah beberapa menit Davia mencoba menenangkan anak itu.

"Ayo Elang, istirahat di rumah Bu'de nya Maya di deket sini dulu, ya. Nanti kalo ada kabar tentang Maya, tante kasih tau kamu. Oke?"

Elang tidak menjawab namun tidak pula menolak. Tenaganya sudah nyaris habis. Dia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Maka dari itu ia ikut saja kemana Tante Davia membopongnya.

Sesampainya di tempat yang Tante Davia tuju, Elang menduduki kursi kayu di sana dan langsung disuguhkan teh hangat oleh Bu'denya Maya yang bernama Bu'de Ratih. Untuk mengatakan kata terimakasih, Elang hanya tersenyum tipis, tipis sekali.

"Titip dia sebentar ya, Tih." pinta Davia kepada Ratih yang langsung diiakan olehnya.

Sepeninggalan Davia dari sana, Ratih yang sudah mengetahui berita tentang jatuhnya pesawat itu ikut merasakan kehilangan yang terpancar jelas di mata Elang. Wanita berumur empat puluh lima tahun itu mengelus pundak Elang dengan lembut. Di mata Elang, ia menemukan pilu yang telah membiru di sana. Tanpa sadar, setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya tanpa seizinnya.

"Tante nyiapin makan dulu ya buat kamu." Tanpa menunggu jawaban dari Elang, Ratih segera pergi dari sana untuk menyiapkan makan malam untuk cowok itu.

Elang mengembuskan napas.

Malam ini terasa sungguh sunyi, hanya ada perkataan yang kini menjadi diksi. Rasa-rasanya dia ingin berlari. Membius sepi dengan sebuah aksi anarki, yang mampu menghabiskan seluruh sisa energinya. Namun percuma, itu semua bergegas alih untuk menjemput kembali bahagianya. Baru ia sadari, dia pun telah menanamkan jutaan harapan kepada si sang pelangi, dan tanpa berciri, pelangi itu pun beranjak pergi.

Meninggalkannya.

Sendirian.

Bersambung...
Ini cuma cerita iseng-iseng aja sih, wkwk. Tiba-tiba idenya lewat aja gitu, hehe. Beri sedikit apresiasi ya!❤️

Sekantung EuforiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang