07. Cinta?

82 34 12
                                    

“... I will stay with you. With you one only you.”

One Only, Pamungkas.

———

Tubuh Maya bergetar hebat untuk beberapa menit, sampai akal sehatnya kembali bekerja. Tubuhnya ia tarik dari dalam dekapan Elang, kemudian ia mendorong beberapa helai rambutnya yang menutupi wajah lantas berdeham kecil yang membuat Elang menaikan sebelah alisnya, “Kenapa, May?” tanya Elang.

Maya mengulum bibirnya, keringat dingin mulai bercucuran di pelipis. Dia berusaha mengularkan suara, namun seakan pita suaranya sudah tidak lagi bekerja, ia menjadi seperti orang bisu di sana. Alhasil, Maya hanya menatap lekat manik mata Elang tanpa suara. Satu-satunya gemuruh yang ada hanyalah di jantungnya.

“Elang, ya?”

Itu bukan suaranya Maya, itu adalah suaranya Alex yang baru saja tiba dengan kedua alis yang saling bertaut melihat wajah Maya yang begitu pucat dan Elang yang sedang menatap Maya dengan tatapan layaknya seorang kakasih yang sudah lama tidak bersua; tatapan kerinduan.

Elang tersentak kecil tatkala lelaki yang ia yakini adalah Alex memanggilnya. Kecil ia mengangguk. Lalu ia beralih tatap ke arah Alex. Dengan dada yang naik turun Elang melangkah, membabat jarak antara dirinya dan Alex. Setelah jarak mereka sudah semakin dekat, baru lah Elang menumpahkan segala kerinduanya, kerapuhannya dan kehampaannya kepada Alex.

Air matanya menitih kemudian menderas di pipinya. Elang menangis. Ya, untuk yang keempat kalinya, air mata Elang jatuh lagi. Melihat itu, Alex terkejut. Lalu tanpa ia sadari kedua tangannya yang semula rapat, menjadi terentang hendak memberi tempat kepada Elang untuk menampung segala laranya.

Elang terisak di dalam pelukan Alex, kepalanya terasa pening namun ia tidak ingin memejam. Ia takut jika ia memejam ada hal yang tidak ia ingin lihat di kegelapaan sana justru menyambutnya. Setelah ia kehilangan Maya kala itu, Elang sudah tidak pernah lagi berpikiran positif. Yang ada di kepalanya hanyalah kehilangan yang begitu menyakitkan. Dan untuk perginya Alex untuk kali kedua, ia tidak pernah siap.

Tuhan, jangan lagi, ya? Jangan, Elang mohon.

“Lex, i'm sorry..” lirih Elang dengan bibir yang gemetar.

“Kita bicarain di dalem, Lang. May, ayo masuk.”

— 🍂 —

Ayahnya Alex sedang tidak ada di rumah, begitu pun Ibunya Maya. Sam dengan pekerjaannya yang membuat ia super sibuk dan Katreena dengan kerinduan akan rumah orang tuanya di Indonesia. Maka, di rumah, tinggalah Alex, Maya, dan satu pembantu di rumah itu, Bi Ningsih namanya.

Bi Ninggsih baru saja selesai membuatkan tiga cangkir teh untuk mereka, dengan hati-hati, ia membawanya ke ruang tamu tempat di mana Alex, Maya dan Elang kini berada.

“Monggo, diminum.” ucapnya ketika ia sampai di sana. Dengan telaten ia menempatkan satu per satu cangkir teh untuk tiga orang yang kini sedang duduk dengan pikiran yang sama-sama kusut.

“Makasih, Bi.” ujar Alex sebelum Bi Ninggsih pergi. Selepas Bi Ninggsih mengangguk dan segera pergi dari sana, baru lah Alex bersuara.

“Sebentar, gue mau ambil sesuatu dulu di kamar.”

Mendengar itu, kedua bola mata Maya membulat sempurna. Apa tadi katanya? Alex ingin pergi ke atas dan meninggalkan ia berdua dengan Elang di sini? Ah, yang benar saja! Maka tatkala Alex baru ingin bangkit dari posisinya, buru-buru Maya menahannya.

“Biar aku aja yang ambil. Kotak yang tadi, kan, maksud kamu?”

Alex terdiam sejenak, kemudian mengangguk. “Iya.”

Sekantung EuforiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang