"I wish i can turn back the time and let you know i never mean to hurt you."
Sorry, Pamungkas
________________________
Perlahan, matahari merangkak naik dari batas cakrawala. Sinarnya yang masih remang-remang terpantul nyata pada netra seseorang yang kini tengah menengadahkan jemalanya ke arah sang langit. Sarayu dirasanya untuk beberapa detik sampai akhirnya ia kembali menurunkan kepalanya sembari mengusap wajahnya pelan. Embun pagi terlihat masih menyelimuti kota, setia membawa ketenangan, mengajak raga untuk perlahan kembali bergerak dan melahirkan asa-asa baru untuk beberapa orang. Seperti pagi ini, orang itu merasa ada sedikit perubahan dari dalam dirinya. Muram yang sedari dulu merengkuh sukmanya erat, kini melepasnya seakan sang muram tahu, bahwa setelah ini akan ada tawa yang pulang padanya.
Sembari mengembuskan napas, orang itu melengkah meninggalkan tempat yang sejak waktu fajar didatanginya untuk memohon maaf kepada Tuhannya atas apa yang telah ia perbuat selama ini. Tujuan pertamanya Elang pagi ini adalah kembali ke indekosnya untuk membersihkan diri.
Setibanya ia di depan pintu indekos, dengan tiba-tiba pikirannya terantuk kepada Alex. Tubuhnya bergeming di sana dengan tangan yang menggantung di udara tatkala ia ingin memutar kenop pintu. Seraya menggigit bibir bagian bawahnya, ia menolehkan kepala ke arah seseorang yang tinggal di sebelah indekosnya yang kala itu tengah membuka pintu dari dalam. Lantas, tanpa pikir panjang Elang berujar.
"Maaf, boleh tau sekarang tanggal berapa?" tanyanya kepada pria yang kiranya sudah bermur lima puluh tahunan.
Pria itu mengangguk samar, "Tanggal 20." balasnya singkat. Usai menanggapi ucapan terima kasihnya Elang, pria itu lantas pergi dari sana.
Tanggal 20 bulan ke enam.
Pantas ia merasa dihadirkan akan sesuatu menyangkut sahabatnya. Ternyata, hari ini Alex berulang tahun. Elang tentu masih mengingat tanggal itu dengan sangat baik walau Alex sering melupakannya.
Baiklah, usai ia membersihkan diri, ia segera mengunjungi rumah Alex untuk memberikan hadiah kecil untuk sahabatnya.
Tidak membutuhkan waktu lama untuk membersihkan diri, tepat di jarum panjang ke angka dua belas dan jarum pendek ke angka tujuh, Elang keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang sudah terbalut rapi dengan kaus hitam polos dan celana jeans biru dongker.
Tanpa memedulikan rambutnya yang belum disisir-karena ia tidak memiliki sisir-Elang langsung keluar menuju ke tempat di mana mobilnya terparkir. Dinyalakannya mesin pada kendaraan tersebut ketika ia sudah duduk manis di bangku kemudi, lalu, ketika siap ia langsung melajukan mobilnya menuju minimarket yang ditemuinya.
Ketika sampai pada minimarket tersebut, Elang langsung melompat turun sesaat setelah ia mematikan mesin mobilnya. Dengan langkah gontai, ia masuk ke dalam. Cermat, ia mencari-cari barang yang ingin ia beli sebagai hadiah yang akan ia berikan untuk Alex. Matanya lantas memancarkan binar tatkala ia menemukan barang itu. Refleks, ia memetik jarinya diiringi oleh senyumnya yang mengembang.
Tangan sebelah kanannya terulur untuk meraih satu barang itu. Biskuit bayi makanan kesukaannya Alex, kan. Gak mungkin dia nolak kado dari gue ini. Ujarnya dalam hati seraya menatap benda itu cukup lama. Setelahnya, ia langsung pergi ke kasir untuk membayarnya kemudian tanpa ingin memakan waktu lama, usai mengucap kata terima kasih kepada penjaga kasir itu, Elang segera berlalu dari sana.
Sekitar empat puluh lima menit waktu yang ia habiskan untuk sampai ke rumah Alex, akhirnya dengan selamat ia tiba di sana. Dimatikannya mesin kendaraan beroda empat itu, lantas ia melompat turun. Langkah gontainya diiringi dengan kicauan burung yang membuat senyumnya semakin merekah indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekantung Euforia
RomanceElang percaya, bahwa hidupnya belum sepenuhnya hancur selama Maya ada di sisinya. Elang selalu yakin, dunianya tetap tak apa asal Maya ada di sana, menemaninya. Tetapi pada suatu masa, Elang merasa bahwa dirinya sudah tak terselamatkan lagi. Dia han...