08. Waktu Bersama Elang

97 35 30
                                    

"Aku punya harapan untuk kita, yang masih kecil di mata semua,"

- Taruh, Nadin Amizah

---

Tenggorokan Maya seketika saja terasa tersekat kala kalimat barusan diucapkan oleh Elang seraya menatap lekat netranya, seakan tengah memberi magis. Tubuh Maya bergetar lagi, keras-keras ia mengigit pipi bagian dalamnya.

"May?" ucap Elang ketika melihat wajah Maya memerah. Biasanya, setiap Elang mengatakan kalimat sayang kepada Maya, gadis itu akan berdecak kemudian memukul pelan lengannya, bukan tersipu malu seperti ini. Tapi tak apa, Maya-nya tetap menggemaskan dengan cara apapun.

"Eng ... Iya, kenapa?" jawab Maya terpatah-patah. Jari-jemarinya yang bebas ia gunakan untuk menggaruk tengkuk bagian belakangnya, berharap gugup yang dirasa lekas sirna.

Sejujurnya, ada banyak yang ingin Elang katakan pada gadis itu, tetapi melihat dari iris mata Maya dan pergerakan tubuhnya yang seakan tidak sedang ingin diberi pertanyaan, maka Elang memutuskan hanya terdiam seraya menatap kedua netra gadisnya.

lantas Elang tersenyum tipis, "Enggak apa, May, gak apa-apa, hehe." katanya seraya menggelengkan kepala. Maya terpana, jujur, senyum Elang ... Manis sekali.

Lalu hening kembali merengkuh mereka, namun kali ini hangat juga ikut hadir di antara keduanya. Senyum antara Elang dan Maya tak jua pudar, entah untuk waktu yang seberapa lama. Masih dengan tatapan takjub, Maya menatap pedagang gula kapas yang sedang cekatan membuat makanan manis itu, sedang Elang semakin jauh jatuh ke persona itu; Maya.

Di detik selanjutnya, Maya menolehkan kepalanya ke arah Elang, terkejut ia tatkala dirinya baru menyadari bahwa Elang sedang menatapnya sedari tadi. "Lang?"

"Eh?"

"Kamu liatin aku, ya?" tanya Maya polos.

Elang mengangguk, "Iya."

Kedua alis Maya terangkat, "Waw, kenapa?"

"Apanya yang kenapa?" tanya Elang.

"Itu ... Kenapa liatin aku?"

"Enggak tau, aku suka aja liatin kamu."

Lagi, pipi Maya bersemu merah, namun bedanya, kali ini Maya tidak ingin menjadi seorang yang terlihat gugup, maka dari itu dia memilih untuk tertawa kecil. "Apa banget deh!" ujarnya.

"Sudah jadi nih, Neng!"

Keduanya lantas terinterupsi, Elang tersenyum kepada Bapak itu, kemudian diberikannya dua lembar rupiah kepada beliau sedang Maya mengambil gula-gula kapas tersebut. Seusai mengucap terima kasih, Elang menarik pergelangan tangan Maya, membawanya pergi dari sana dan mencari Alex yang tadi mengatakan ingin mampir ke tempat di mana temannya sedang berjualan di sana.

"Eh, itu Alex!" ucap Maya saat melihat keberadaan Alex yang sedang berbincang kepada seorang gadis berambut sebahu. Elang ikut mengikuti arah pandang Maya yang menyorot keberadaan Alex, tetapi di detik berikutnya ia menghela napas sesaat setelah ia menyadari hal itu.

"Iya, kan?" tanya Maya, mencoba memastikan, takut apa yang telah dilihatnya salah.

Elang terdiam untuk beberapa saat, lalu saat ia mendapati pukulan ringan di lengannya dari Maya, baru lah ia mengangguk patah-patah. "Iya, kali."

Maya tersenyum, "Kayaknya itu pacarnya Alex, ya? Baiknya jangan kita ganggu dulu deh, Lang." ujar Maya.

Cowok bertubuh tinggi itu juga ikut tersenyum, lalu mengangguk lagi, "Iya udah, yuk kita jalan-jalan aja!"

Sekantung EuforiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang