-Part 01-

340 76 89
                                    

He is Caligynephobia

##

Gue anak lo. Hanya deretan kata itu yang terus berputar-putar di otak Sagara Adipati yang malam itu mendapat kejutan luar biasa. Dan ia benar-benar terkejut sekarang.

Setelah diam bagai patung beberapa detik tadi, Sagara Adipati yang kerap disapa Gara itu buru-buru menyuruh remaja jangkung yang ditaksir Gara berusia sekitar tujuh belas tahun untuk masuk.

Canggung memang, tapi bagaimana pun Gara harus mencari kepastian dulu, remaja itu mengikutinya masuk tanpa melepas sepatunya yang basah. Gara pun tak peduli. Masih ada yang lebih penting daripada lantai yang mulai becek sekarang.

"Duduk." Bukan ruang tamu ataupun ruang keluarga, ia diajak duduk di dapur, lebih tepatnya meja makan yang satu ruang dengan dapur. Remaja laki-laki itu memperhatikan setiap gerak-gerik Gara, ia tak beralih sedikit pun. Kopernya ia seret dan diletakkan begitu saja, ia duduk dan masih diam.

Gara ikut duduk di sisi berlawanan, lalu berdehem sedikit untuk memulai percakapan.

"Jadi ...." Kalimatnya menggantung. Jujur saja Gara sama sekali tidak tahu harus memulai dari mana.

Ia melirik sebentar dan sial, mengapa remaja itu mempunyai tatapan yang begitu tajam.

Malas menunggu lebih lama, remaja itu mengeluarkan secarik kertas yang sempat dititipkan oleh nenek sihir kepadanya. Gara mengernyit sedangkan lawan bicaranya masih bak patung. Diam tak berkutik lagi.

Gara memutuskan untuk membaca surat itu lebih dulu, siapa tahu kewarasannya bisa kembali setelah itu. Atau sebaliknya.

Dan benar saja, ia akan gila.

"Badai Tenggara, jadi benar lo ... kamu ... ya itu ... shit! Tolong bilang sama gue ini sebenernya cuma prank?"

Bodoh, itu kesan pertamanya untuk Tuan Sagara Adipati terhormat.

"Kerjaan Dion ini pasti, yakin gue. Udah lah prank-nya failed, lo balik aja sono bilang sama Dion gue nggak bego," lanjut Gara meski nada ragu terdengar jelas.

Remaja itu berdecih, terpaksa ia angkat suara. "Gue Badai, sedari lahir nama nyokap gue adalah Nadya Seenjani dan kemarin gue baru tau nama bokap gue ternyata Sagara Adipati. Kesialan selanjutnya adalah hari ini gue dibuang ke sini, kalo itu masih belum cukup, lo cari tau aja sendiri. Yang jelas ini bukan prank."

Gara menganga, tidak tahu harus merespon bagaimana. Otaknya kacau sekarang. Ia menghela napas yang terdengar seolah begitu kelelahan, punggungnya ia sandarkan di kursi meja makan. Kedua tangannya ia lipat di depan dada dan menatap Badai--tersangka keriweuhan otaknya--lamat-lamat.

Badai tak kalah sengit, ia pun melakukan hal yang sama. Persis.

Gara meneliti dalam canggung. Badai bak kloningan dirinya ketika remaja. Dan itu satu fakta yang tak bisa disangkalnya meski ribuan kali dalam otaknya berteriak tidak mungkin.

"Oke, hmm Badai, jujur aja gue nggak pernah tau Nadya ternyata mau ...." Kalimat Gara menggantung lagi, ia bingung harus memilih kata yang mana.

Namun, diluar dugaan, Badai melanjutnya. "Melahirkan gue? Dia menyesal."

Ucapan datar itu membentur hati Sagara, ia semakin cemas akan apa yang bisa saja terjadi nantinya. Mulai detik di mana ia tahu bahwa Badai Tenggara memang anak kandungnya.

He Is CaligynephobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang