-Part 35-

123 35 5
                                    

He Is Caligynephobia

##

Dari semua daftar penderitaan yang semesta limpahkan kepada seorang remaja jangkung lemah pemilik nama lengkap Badai Tenggara, yang paling ingin ia ubah adalah identitasnya sebagai seorang indigo.

Hingga detik di mana ia belum bertualang di dunia ghaib untuk menyelamatkan Jojo, ia tidak sefrustrasi itu dengan penglihatan luar biasa yang semesta anugerahkan padanya. Namun, sekarang Badai benar-benar ingin protes. Ia menjadi berkali-kali lipat lebih peka terhadap hal-hal supranatural, dan itu melelahkan.

Badai tidak tahu apakah hal tersebut hanya akan berlangsung sementara atau jika sial, maka selamanya. Rin bahkan dengan konyolnya mencetuskan bahwa Badai akan bertransformasi menjadi seorang manusia super tak lama lagi, dan Badai--ketika mendengar hal itu--tertawa keras sampai membuat Gara harus berlari pontang-panting menuju kamar Badai karena mengira anaknya kerasukan.

Badai menarik selimutnya hingga membungkus seluruh tubuh, ia sama sekali tidak membaik setelah dua hari lamanya terbaring. Dan sekarang, Badai merasa rindu Smannus, serta semua penghuninya, bahkan Evans.

Di sela bernostalgia dengan suasana Smannus, terdengar suara pintu berdecit halus pertanda bahwa seseorang sedang memasuki kamarnya, tapi Badai belum ingin menyembulkan wajah.

"Bad," panggil sebuah suara. Seorang gadis, dan ya, Badai gelisah sekarang. Haruskah ia pura-pura tidur?

"Udah hafal gue, mau pura-pura tidur lo?" pungkasnya cepat sembari tertawa kecil.

Badai berdecak di balik selimutnya, menarik benda itu perlahan hanya untuk mendapati wajah Seroja yang menyeringai tepat di hadapannya, Badai melebarkan mata karena terkejut, sedang Seroja mulai tertawa dan melipat tangannya menikmati raut waspada dari laki-laki itu. Ah, sayang sekali hingga saat ini Seroja belum tahu-menahu dengan kondisi gangguan kecemasan yang Badai derita.

"Badan lo masih panas?" Nyaris Seroja menyentuh jidat Badai ketika di detik yang sama Badai menepis. Seroja menurunkan tangannya dan bersikap canggung.

"G-gue ... nggak, maksudnya badan gue nggak panas lagi." Bola mata Badai bergerak-gerak ragu, gelisah dengan keberadaan Seroja yang hanya berdua saja dengannya. Dan kemana Gara! Pria itu seenaknya saja meninggalkan anaknya yang notabene adalah seorang laki-laki--hanya berdua saja bersama seorang gadis, dan itu di dalam kamar. What's wrong with that jerk! Dammit.

Seroja mengambil tempat di kursi meja belajar, itu tepat berada di ujung tempat tidur, Badai bangkit dengan susah payah untuk duduk menghadap Seroja.

Memanglah luka-luka di punggungnya semakin memburuk, kesehatannya terganggu, terlihat jelas dari kulit pucat yang terkadang sepanas gurun dan sedingin kutub. Tapi, sejauh ini Badai masih sedikit sanggup untuk duduk di atas ranjang.

"Makasih banyak, Bad."

"Bosan, lo nggak punya kosa kata lain?" Badai melirik Seroja yang masih statis dalam balutan seragam sekolahnya.

"Sarkas banget lo," jawabnya menatap Badai dengan sudut bibir atas terangkat.

Bagaimana Badai tidak sarkas, setiap ada kesempatan, hanya kata itu saja yang terus keluar dari pita suara Seroja sampai-sampai Badai merasa suara gadis itu terngiang-ngiang di dalam telinganya.

"Ah iya, tadi Bu Lin nitip pesan, katanya beliau bakal ke sini sekitar jam tujuh."

Terlihat jelas raut terkejut Badai. Tolong, manusia pertama yang paling ingin Badai hindari untuk saat ini adalah Bu Lin. Bisa-bisa rahasia besar di balik punggungnya akan terbongkar hanya dengan sekali lirik.

He Is CaligynephobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang