-Part 32-

127 38 10
                                    

He Is Caligynephobia

##

Dan malam itu pun tiba. Laki-laki yang duduk tepekur di balik meja bundar itu menatap jendela di hadapannya teramat fokus. Hujan turun lebat di luar sana, datang bersamaan dengan suara riuh rendah guntur.

Yang lainnya berdiri dengan resah, mereka sedang menunggu satu anggota lainnya yang tak kunjung sampai setelah setengah jam yang lalu mengatakan ia akan segera tiba.

"Bad, Oce udah di depan." Kalimat itu membuat sosok remaja jangkung yang melamun barusan menoleh. Tak berapa lama, netranya langsung menangkap seseorang yang dimaksud. Samudera berujar berulang kali bahwa ia minta maaf karena telah membuat yang lain menunggu.

"Oce, ganti baju dulu? Kamu bisa pakai baju Gibran." Wanita yang sedari dari diam di sudut jendela mendekat. Hoodie hitam Samudera memang tidak sepenuhnya basah. Hanya saja, cukup lembab untuk membuat laki-laki itu kedinginan. Ia buru-buru menolak.

"Lebih baik kita mulai sekarang," usul Samudera membuat yang lain berpandangan. Seroja hanya bungkam, ia merasa cemas sekarang, apa yang akan terjadi nantinya, ia benar-benar tidak bisa berkata apa-apa. Ingin rasanya menyuruh Badai membatalkan semuanya, tapi bagaimana dengan Jojo, Seroja merasa berada di ambang yang begitu sulit.

"Sini, ngumpul dulu," kata Bu Lin mengundang mereka ke meja bundar yang berada di ruang tengah rumahnya.

Gibran tidak ada, sengaja diusir Bu Lin guna kelancaran misi mereka malam ini. Laki-laki itu meraung-raung saat Bu Lin mendesaknya untuk pergi menginap di rumah temannya saja, tapi pada akhirnya ia terpaksa mengikuti kemauan kakaknya.

Mereka berkumpul di sana malam ini dalam keadaan tegang, semuanya terasa mendesak karena Badai tak memberi aba-aba sama sekali awalnya. Laz, Samudera, dan Seroja, langsung menuju rumah Bu Lin setelah menerima telepon dari Badai. Mereka meninggalkan semua kegiatan masing-masing, Samudera bahkan datang dalam kondisi menggigil. Badai tidak yakin bahwa raut pucat dan kedinginan yang Samudera tunjukan hanyalah akibat ia berkendara dalam hujan. Samudera terlihat tidak baik-baik saja malam ini.

Pun Laz, laki-laki itu terlihat lebih misterius daripada biasanya. Sedari tadi ia hanya bungkam, auranya mencekam, berbanding terbalik dengan tatapannya yang penuh sendu, sekilas barusan Badai mampu melihat lebam kebiruan di kedua pergelangan tangan laki-laki itu.

Namun bukan itu intinya untuk saat ini. Badai kembali tidak punya waktu untuk memberi pundak kepada dua sahabatnya itu, ia menghela napas berat.

Bu Lin menjelaskan dengan tenang, meski di dalam hatinya berdebar-debar penuh cemas. Wanita itu memperingati bahwa Badai dan Bu Lin tak akan terjaga untuk waktu yang cukup lama. Ia meminta Laz, Seroja, serta Samudera untuk mengurus segala hal selama mereka meraga sukma, mulai dari memastikan Gara dan Dion tidak curiga, mengurus alasan agar jika sewaktu-waktu Gibran pulang ia tidak bisa masuk ke dalam rumah, bahkan menyuruh ketiganya menyusun surat izin untuk Badai, bisa saja ia tak akan terjaga hingga esok.

Badai dan Bu Lin telah sepakat untuk tidak memberitahu kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi nantinya kepada teman-teman. Badai tak ingin ketiganya semakin cemas dan tidak merasa yakin dengan perjalanan itu, ia butuh energi positif dari ketiga temannya untuk membuat auranya semakin kuat. Ini hal yang benar-benar penting untuk dilakukan.

Semua mengangguk paham, setelahnya mereka turut memperhatikan apa yang Badai dan Bu Lin lakukan.

Seroja tidak menetap, gadis itu bangkit dari sana dan berdiri sedikit lebih jauh seraya melipat kedua tangannya di depan dada, berkali-kali ia menghirup dan mengembuskan napas guna menetralisir dadanya yang sesak serta tenggorokannya yang tercekat. Kedua tangannya bergetar samar di balik lipatan, ia khawatir.

He Is CaligynephobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang