-Part 03-

223 60 23
                                    

He Is Caligynephobia

##

Badai menatap dengan seksama sosok tak kasat mata yang kini berdiri di sebelahnya dengan ekspresi wajah yang begitu datar dan dingin, meski sudah begitu sering melihat yang tak terlihat, tetap saja bulu kuduknya selalu merinding jika bertemu sosok baru yang tak begitu manusiawi. Maksudnya, kebanyakan wujud yang Badai temui lebih terlihat layaknya manusia biasanya, kecuali fakta bahwa tubuh mereka tak padat, hanya terlihat bak sekelebat kabut tipis yang mempunyai paras.

Setelah menghela napasnya, Badai kemudian angkat kaki dari sana. Berjalan lurus tanpa menghiraukan sosok remaja laki-laki yang berseragam mirip sepertinya. Dia hanya mengikuti Badai, tak bicara sepatah kata pun lagi. Dan hal itu membuat Badai penasaran setengah mati untuk menanyakan apa maksudnya mengikuti Badai.

Badai tahu, mungkin sikapnya sekarang sedang menjadi bahan tontonan siswa-siswi yang penasaran terhadapnya.

Badai murid baru, kedatangannya membuat orang-orang terlihat penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentangnya, tapi sikap bak antisosial yang Badai tunjukan membuat beberapa orang mulai berspekulasi bahwa Badai bukanlah orang yang bersahabat.

Lelaki jangkung itu berjalan lebih cepat, ia tidak tahu kemana tujuannya, ia hanya berjalan melewati koridor panjang yang tak begitu padat itu dengan raut kesal karena sosok tadi belum menyerah untuk mengikutinya.

"Ck, mau lo apa sih?" tanya Badai akhirnya setelah berhenti di tengah-tengah koridor tanpa peduli beberapa orang yang mulai menatap aneh ke arahnya. Persetan dengan tatapan orang, ia lebih peduli dengan kenyamanan hidupnya.

Melihat raut datar lawan bicaranya yang tak kasat mata, Badai memutar manik hitam kelam miliknya dengan cepat.

"Lo diliatin banyak orang," kata sosok itu mengingatkan. Badai berdecak lagi.

"Gue tanya sekali lagi, mau lo apa? Kenapa ngikutin gue?"

Badai hanya kesal, awalnya pada penjaga perpustakaan yang mempersulit dirinya untuk masuk dan sekarang ia mendapatkan objek yang tepat untuk meluapkan kekesalannya. Tidak adil memang, tapi siapa peduli. Bukankah selama ini hidup memang tak pernah berlaku adil terhadapnya?

"Santai, gue nggak merugikan siapapun di sini. Kenapa lo harus nyolot?" Sial sekali Badai hari ini, berbicara dengan raut datar bak tembok membuat kekesalannya semakin memuncak.

"Jelas lo ngerugiin gue, gue terganggu. So, mending lo balik ke tempat lo karena gue lagi nggak mau diganggu." Badai berbicara pelan hampir seperti berbisik.

Dan hebat! Kini beberapa saksi mata yang melihatnya bertengkar dengan udara sedang berbodong-bodong mengulas gosip hangat tentangnya. Badai tak peduli, ia melangkah cepat dengan tangan yang terkepal membuatnya terlihat mengerikan.

Siapa sangka ternyata sosok itu sangat keras kepala. Remaja pucat dengan rambut pirang yang begitu kontras kini mensejajarkan dirinya dengan langkah Badai.

"Gue Evans," katanya tanpa peduli bahwa Badai sedang diambang kekesalan.

"Lo murid baru?"

Dan Badai masih bungkam, ia sejujurnya heran bagaimana sosok ini bisa mengenalkan namanya sebagai Evans, tidak mungkin itu namanya di masa lalu karena jika Badai tak salah menilai, Evans ini sudah cukup lama menghuni sekolah.

He Is CaligynephobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang