-Part 23-

115 41 8
                                    

He Is Caligynephobia

##

Badai dan Laz berjalan beriringan, melawan arus para siswa Smannus yang menuju gerbang, sekolah selesai lima menit yang lalu. Dan sekarang tujuan Badai dan Laz adalah rooftop gedung lama, Badai menepati janji mengenai ia akan menceritakan beberapa hal pada Laz yang seharusnya hanya menjadi rahasianya saja selamanya.

Badai tak punya alasan yang cukup kuat untuk membeberkan hal itu sebenarnya, tapi dorongan dari lubuk hati terdalamnya lama-kelamaan mampu menapik logikanya untuk merahasiakan soal phobia aneh itu.

Cukup banyak siswa-siswi yang mencuri pandang ke arahnya. Tentu saja mereka tertarik, secara, Badai yang tengah berjalan dengan cukup percaya diri terlihat begitu berbeda dari biasanya, bukan soal gaya urakan yang kebetulan ia tunjukan hari ini, tapi soal memar kebiruan yang tercetak begitu jelas dia area hidung dan bawah mata kanannya. Badai terlihat bak anak geng yang baru selesai tawuran.

Sejujurnya Badai risih, tapi mau bagaimana lagi, tak ada jalan pintas lain untuk menuju gedung lama di belakang sana.

Sekolah memang sudah cukup sepi, hanya tersisa anak-anak ekskul yang latihan. Sialnya tatapan mereka tetap saja sanggup membuat Badai dilanda rasa tak nyaman.

Sekilas Badai bisa melihat sosok Samudera yang sedang mengiring bola di lapangan, seragam futsal Smannus yang berwarna hitam itu melekat begitu sempurna di tubuh tingginya, Samudera tak pernah lupa memakai kalo hitam lengan panjang dan juga legging hitam. Well, Badai mulai kurang yakin bahwa Samudera melakukan hal itu hanya karena takut kulitnya terbakar matahari.

Berbelok di ujung koridor, Laz dibuat heran karena Badai mengambil jalur kanan. Rooftop gedung lama ada di arah sebaliknya.

"Kita ke perpus dulu," kata Badai yang melihat Laz hendak menginterupsi.

"Ngapain?"

"Ada perlu sama Bu Lin."

Laz mengernyit, Bu Lin adalah penjaga perpustakaan yang jutek dan hobi marah-marah tapi menang cantik. Laz tak pernah tahu bahwa Badai dan Bu Lin cukup saling kenal hingga Badai perlu mengunjungi Bu Lin di jam yang seharusnya perpustakaan sudah tutup.

"Lo yakin mau ketemu Bu Lin?" Laz hanya sedikit waspada, pasalnya Bu Lin tak begitu menyukainya, mungkin semua murid lelaki di sekolah ini, Bu Lin sedikit pilih kasih. Dan hal yang dituturkan Badai membuatnya dilanda keraguan.

"Iya, santai aja. Gue udah lumayan sering ke perpus jam segini, terus banyak juga ngobrol sama Bu Lin. Beliau kalau lagi mode baik itu diajak ngobrol seru juga." Badai tertawa, memang Bu Lin begitu. Moodyan orangnya.

Memasuki perpustakaan yang sudah sepi, Badai dan Laz langsung bisa melihat sosok Bu Lin yang sedang duduk dengan mata fokus pada layar komputernya. Badai juga mampu melihat kehadiran Evans yang duduk di atas meja, mereka berdua terlihat bak adik kakak yang sedang menonton drama dengan serius.

"Bu Lin," sapa Badai yang hanya dibalas gumaman oleh wanita dua puluh tujuh tahun itu, bahkan ia tak mengalihkan pandangannya.

Akibat cukup sering Badai berkunjung ke perpustakaan di jam yang sepi seperti sekarang, Bu Lin sedikit banyaknya tahu tentang Badai, dari Evans juga, mengenai phobia yang sedang Badai derita dan hal apa yang bisa memicunya. Bu Lin kebanyakan sibuk dengan urusannya sendiri jika mengobrol dengan Badai.

"Udah mendingan muka lo?" tanya Evans, Bu Lin yang penasaran sekarang mencuri-curi pandang.

"Itu muka kenapa, Badai?" tanya Bu Lin akhirnya.

"Kena bola basket Seroja, Bu." Badai mendengkus kesal mengingat kejadian pagi tadi.

"Kok bisa? Kamu main basket sama Seroja? Tumbenan banget," ucap Bu Lin lagi, Laz diam saja, berdiri sedikit lebih belakang dari tempat Badai berada. Andai Laz tahu bahwa di antara mereka kini ada Evans yang tengah menatap Laz dengan intens.

He Is CaligynephobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang