Part 9: BAKSO

3.8K 197 6
                                    

Tiara mendengar pintu kamarnya diketuk, tapi dia tidak berniat untuk menjawab.

“Tiara, Bang Leo masuk, ya.”

Tiara tidak menjawab, matanya terus memandang ke luar jendela. Tatapannya kosong. Leo memutuskan untuk masuk dengan membawa semangkuk bakso kesukaan Tiara. Aromanya memenuhi kamar.

“Nih gue bawain bakso kesukaan Lo.” Leo menyodorkan mangkuk bakso.

“Ini porsinya gue tambahin, lho. Terus gue minta dipakein tetelan juga. Cabenya 2 sendok, kayak biasa. Lo makan, ya. Pasti enak banget ini,” bujuk Leo.

Aroma bakso Mang Jajang membuat perut Tiara keroncongan. Dari kemarin dia belum makan. Tapi kesedihannya lebih besar daripada rasa laparnya.

“Taruh aja di meja,” balas Tiara tidak bersemangat lalu membenamkan wajahnya ke dalam selimut.

“Meja Lo penuh. Udah nggak ada tempat lagi.  Makanan segitu banyak, satu pun nggak ada yang lo sentuh dari kemaren. Lo pegang aja deh ya mangkoknya. Panas, nie.”

Leo menyibak selimut Tiara. Dengan berat hati,  Tiara memutuskan untuk duduk bersandar. Selimut masih menutupi perut hingga kakinya. Tampangnya benar-benar kacau. Matanya bengkak. Rambutnya berantakan tak karuan. Tubuhnya bau akibat tidak mandi selama beberapa hari.

“Gue tau Lo lapar,” kata Leo kembali menyodorkan mangkuk bakso. Tiara hanya diam mematung. “Nggak usah malu-malu gitu, gue tau Lo paling suka bakso Mang Jajang,” goda Leo sambil mengangkat kedua alisnya dan tersenyum menggoda. Tiara tetap diam.

“Ya udah, kalau Lo nggak mau makan, biar gue aja yang makan. Sayang banget bakso enak begini dianggurin.”

“Yaudah sini,” balas Tiara seraya mengambil mangkuk bakso. Padahal Leo baru saja hendak menyuapkan sepotong tetelan ke dalam mulutnya. Tiara melahap habis bakso itu dalam sekejap. Leo sampai terheran-heran melihat adiknya makan.

“Wow... wow... Pelan-pelan neng makannya. Lo lapar atau rakus?”

“Laper, Bang,” jawab Tiara sambil terus mengunyah makanan dalam mulutnya. Leo tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban adiknya.

“Bang, boleh nambah nggak? Gue masih lapar,” pinta Tiara sambil menyodorkan mangkuk kosong. Wajahnya benar-benar memelas seperti orang yang sudah berhari-hari tidak makan.

“Serius lu? Itu porsinya udah gede kali.”

Tiara mengangguk. Dia memang benar-benar lapar saat ini.

“Baik, Tuan Putri. Baksonya akan segera datang.”

***

Tiara menyerahkan mangkuk bakso ronde kedua pada Leo. Dia sudah benar-benar kenyang sekarang. Leo menerimanya dan mengelus rambut Tiara sebelum keluar kamar. Ketika pintu akan tertutup sempurna, Tiara memanggil Leo dan memintanya masuk kembali. Leo menuruti keinginan adiknya itu.

“Bang, gue boleh pinjam bahu Lo nggak,” tanya Tiara.

“Jangankan bahu, Lo minta bakso lagi juga gue beliin.” Leo tersenyum nakal.

Leo tahu adiknya sedang menanggung beban berat. Tiara sangat terpukul dengan kejadian di gereja waktu itu. Leo juga merasakan kesedihan Tiara, tapi dia memutuskan untuk menutupinya di hadapan adiknya itu. Leo ingin melihat Tiara kembali ceria. Kembali bertengkar dengannya hingga salah satu di antara mereka menyerah atau lebih tepatnya mengalah.

Leo duduk di sisi tempat tidur Tiara. Dia memandang ke luar jendela sambil menatap dedaunan yang bergoyang tertiup angin. Tiara menyandarkan kepalanya di bahu Leo. Leo pun menyandarkan kepalanya di puncak kepala Tiara.

“Bang, gue boleh minta satu hal dari Lo, nggak?”

Leo mengangguk.

“Tetap ada di samping gue ya, Bang."

“Pasti.”

Tiara memeluk Leo erat. Air matanya kembali tumpah. Tiara menangis sejadi-jadinya. Tubuhnya berguncang dalam dekapan kakak lelakinya. Leo balas memeluknya erat. Sebelah tangannya memijat-mijat batang hidungnya agar air matanya tidak ikut tumpah. Semoga keberadaan Bastian segera diketahui. Leo benar-benar bersumpah akan membuat perhitungan dengan lelaki bejat itu karena telah membuat adiknya seperti ini.

SKINNY LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang