Part 26: SAKIT

2.5K 136 13
                                    

Tanpa perlu melihat wajahnya, Edward bisa langsung mengenali kalau itu adalah Tiara. Tidak biasanya dia seperti itu. Tiara selalu semangat saat sedang bekerja. Apa yang terjadi padanya? Apa dia sakit? Pikiran Edward tidak keruan. Edward mendekati Tiara. Mata perempuan itu terpejam. Wajahnya tampak pucat. Tangan Edward terulur menyentuh kening Tiara. Dia demam. Edward berlari ke ruangannya dan mengambil kunci mobil, kemudian kembali ke ruang istirahat karyawan.

Edward sedikit membungkuk dan membangunkan Tiara dengan menyentuh pundaknya. Mata Tiara terbuka.

"Tiara, aku antar kamu pulang, ya. Kamu demam. Seharusnya tadi nggak usah masuk kerja."

"Nggak usah, Kak. Aku telpon Bang Leo aja. Biar dia yang jemput."

"Bahaya naik motor dengan kondisi begini. Kamu bisa jatuh. Ayo, aku bantu kamu bangun. Aku antar sampai rumah."

Edward meminta kunci loker lalu mengambil tas Tiara. Salah seorang SPG dimintanya untuk membawakan barang-barang Tiara dan juga tas kertas hijau terang yang di bawa Edward untuk diletakkan di dalam mobil.

"Kamu kuat berdiri, nggak? Kita jalan sampai ke mobil."

Tiara mengangguk. Dia mencoba berdiri lalu berjalan dengan berpegangan pada dinding. Edward mengawasinya dari belakang. Baru beberapa langkah Tiara berjalan, dia merasa tubuhnya akan jatuh. Lemas. Kakinya tidak bisa diajak kerja sama untuk kembali melangkah. Tiara berjongkok sambil terus memegangi dinding. Dengan cepat Edward menggendong Tiara lalu membawanya ke mobil.

"Kak, aku bisa jalan sendiri, kok," ucap Tiara lemas.

"Nggak apa-apa. Biar kita cepat sampai rumah dan kamu bisa istirahat."

Jantung Edward berdebar kencang. Bukan hanya karena mengkhawatirkan keadaan Tiara. Tapi baru kali ini dia benar-benar dekat dengan Tiara. Kulit mereka saling bersentuhan. Bahkan, Edward dapat melihat dengan jelas bibir Tiara yang kering.

Edward memasangkan sabuk pengaman lalu duduk di kursi kemudi. Tiara hanya bisa pasrah. Toh, dia tidak kuat untuk melakukan gerakan kecil sekalipun. Tiara duduk di kursi depan. Di sebelah Edward. Mobil Edward sangat bersih dan wangi, membuat Tiara merasa nyaman berada di dalamnya.

"Kamu tidur aja. Nanti kalau udah sampai rumah aku bangunin."

Edward memandangi wajah Tiara yang pucat.

"Makasih ya, Kak," jawab Tiara pelan sambil menengok ke arah Edward.

Mata mereka bertemu dan terciptalah keheningan untuk beberapa saat.
Irama jantung Edward bekerja cepat sekali. Ingin rasanya dia memeluk Tiara dan memberi kehangatan untuknya. Tapi ditahannya. Belum waktunya. Edward buru-buru menyalakan mobil untuk mengalihkan perasaannya.

Mobil putih yang dikemudikan Edward melaju dan melewati jalanan Jakarta yang agak ramai. Sesekali Edward menengok ke arah Tiara yang tertidur dengan wajah pucatnya. Setibanya di rumah Tiara, Edward menelepon Leo.

"Bro, tolong bukain pintu ya. Gue di depan rumah Lo, nie"

"Oke."

Edward keluar dari mobil lalu berputar ke pintu satunya. Dia membukakan sabuk pengaman yang dipakai Tiara. Tiara mencoba untuk turun dari mobil, tapi dicegah oleh Edward. Jelas sekali terlihat kalau Tiara sangat lemas. Tangan kekar Edward mengangkat tubuh Tiara. Dia menendang pintu mobil hingga tertutup. Sesampainya di depan pintu rumah, Leo terkejut melihat Tiara yang berada dalam gendongan Edward.

"Tiara kenapa?" tanya Leo panik.

"Gue taruh mana nie?" jawab Edward ngos-ngosan.

"Naik aja. Langsung ke kamarnya."

Leo berlari menaiki anak tangga dan membuka pintu kamar Tiara. Edward meletakkan Tiara di atas kasur. Kemudian dia berbaring sejenak untuk melepas lelah di dekat kaki Tiara.

"Gila. Adek Lo berat banget. Sampe ngos-ngosan gue ngangkatnya."

"Tadi kan aku mau jalan sendiri aja, tapi nggak dibolehin sama Kak Edward."

"Badan kamu lemas begitu, bagaimana mau jalan sendiri. Tadi aja di toko kamu hampir jatuh."

Tiara tidak menjawab. Tubuhnya memang terasa benar-benar lemas. Leo mengecek suhu tubuh Tiara. Demamnya cukup tinggi. Pantas saja dia merasa lemas.

"Tadi gue udah suruh dia buat nggak masuk kerja. Tapi ngeyel. Sekarang jadinya begini, kan. Ngerepotin orang deh."

"Gue nggak merasa di repotin, kok. Santai aja."

"Gue ke dapur dulu, ya. Mau nyiapin alat kompres."

Edward duduk di pinggir kasur sambil memandangi Tiara.

"Besok nggak usah masuk kerja dulu, ya. Kalau udah benar-benar sehat, baru kamu datang ke toko."

Tiara mengangguk. Edward pamit untuk mengambil barang-barang Tiara di mobil.

***

"Ada rame-rame apa?" tanya Bu Fina saat Leo ke dapur.

"Tiara sakit. Dia dianterin Edward barusan."

Leo membawa baskom berisi air dan handuk kecil.

"Tiara sakit??? Sekarang dia di mana?" Bu Fina panik mendengar anak perempuannya sakit di tempat kerja dan harus diantarkan pulang.

"Di kamarnya."

Bu Fina melepas celemek lalu berjalan cepat ke kamar Tiara.

"Tiara, kamu nggak apa-apa?" Bu Fina menyentuh kening Tiara yang panas.

"Kamu pasti belum makan. Mama masak sop. Kamu makan, ya. Mama ambil dulu ke bawah."

Bu Fina kemudian turun dan menyiapkan sop untuk Tiara. Edward kembali masuk ke kamar Tiara ketika Leo sedang memeras kain untuk kompres. Edward meletakkan tas Tiara di atas meja rias. Lalu dia meletakkan tas hijau terang yang dibawanya di atas nakas di sebelah tempat tidur Tiara.

"Ini buat kamu, Tiara. Kemaren aku beli pas lagi di Puncak."

"Isinya apaan tuh, Bro?" tanya Leo ingin tahu.

"Susu," jawab Leo sambil tersenyum.

"Kok gue jadi seneng, ya," ledek Leo.
Mereka berdua tertawa. Ada saja tingkah Leo dan Edward yang membuat Tiara geleng-geleng kepala.
Ketika hari mulai sore, Leo berpamitan untuk bersiap-siap kerja. Tiara meminta Leo untuk membiarkan pintu kamar tetap dalam keadaan terbuka. Tinggallah Edward berdua dengan Tiara di dalam kamar.

Edward kembali duduk di tepi kasur menghadap Tiara. Tatapannya begitu lembut, hingga Tiara merasakan kehangatan menjalar di tubuhnya. Sebenarnya sudah beberapa kali Tiara merasakan hal ini setiap kali Edward menatapnya. Tapi, dia berusaha menepisnya. Tiara belum mengijinkan seorang pun untuk kembali mengisi hatinya.

SKINNY LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang