Ketika Tiara membuka mata, seluruh anggota keluarga sudah mengelilingi ranjangnya. Gorden hijau menjadi pembatas antara tempat tidurnya dengan tempat tidur lain. Tiara melirik ke arah pergelangan tangannya yang terasa nyeri, ternyata jarum infus sudah bersarang di nadinya. Dalam sekejap Tiara tahu kalau dia sedang berada di rumah sakit. Pasti penumpang KRL dan petugas stasiun yang membawanya ketika pingsan di kereta. Otaknya mendadak bekerja cepat, mengingatkan kejadian di KRL ketika ia hendak berangkat kerja tadi. Dengan posisi berbaring, Tiara meraba-raba selangkangannya dengan tangannya yang bebas lalu melihat tangannya. Tidak ada darah sama sekali. Namun, perutnya masih terasa tidak enak. Seperti di remas-remas.
“Tiara... kamu udah sadar? Kamu kenapa, Sayang? Mana yang sakit?” tanya Bu Fina, mama Tiara.
Tiara hanya diam. Bagaimana bisa keluarganya ada di rumah sakit? Dengan formasi lengkap pula.
“Lo kenapa? Kok bisa tiba-tiba pinsan di KRL? Pasti penuh sesak ya tadi?” cecar Leo.
Tiara mengangguk.
“Ah... Lo sih pake maksain masuk. Udah tahu penumpang banyak begitu masih aja nekat. Pingsan kan lo jadinya. Besok-besok nggak usah maksa masuk lagi. Untung Lo cuma pinsan, kalo Lo modar gimana? Gue hampa tanpa Lo,” lanjut leo lagi. Tiara hanya senyum-senyum mendengar perkataan kakaknya yang terkadang aneh.
Tak lama kemudian, dokter dan beberapa suster datang untuk mengecek kondisi Tiara.
“Anak saya sakit apa, Dok?” tanya Bu Fina cemas.
“Anak Ibu baik-baik saja, tapi kami mohon maaf karena tidak dapat mempertahankan janinnya.”
“APA??? Janin???” Bu Fina terkejut bukan main.
“Maaf, Dok. Maksudnya... anak saya hamil?” tanya Pak Bimo tak kalah terkejut.
“Iya, Pak. Usia kandungannya masih kurang dari 20 minggu, sehingga peristiwa keguguran seperti ini sangat mungkin terjadi.”
Leo mengusap wajahnya dengan telapak tangan lalu membalikkan badan dan meninju tembok sambil berteriak. Leo sudah bisa menebak siapa pelakunya.
“Tiara, kamu beneran hamil?” Bu Fina masih belum bisa menerima informasi yang didengarnya dari dokter. Suaranya terdengar sampai ke luar ruang rawat. Tiara mengangguk. Air matanya menetes. Bibirnya dirapatkan agar suara tangisnya tak meledak.
Mendengar jawaban anaknya, hati Bu Fina benar-benar sakit. Tak lama kemudian ibu beranak dua itu pingsan. Untung saja Leo dengan sigap menangkap tubuh ibunya, kalau tidak, badan Bu Fina pasti jatuh ke lantai.
***
“Si Bangsat itu pelakunya, kan?” teriak Leo.
Tiara tidak sanggup menjawab. Hanya air matanya saja yang terus mengalir.
“Jangan diem aja Lo. Jawab!” Emosi Leo benar-benar tak terbendung.
“Sudah, Leo. Biarkan Tiara menenangkan dirinya dulu. Nggak usah teriak-teriak, malu di dengar pasien lain,” pinta Pak Bimo.
“Kenapa baru malu sekarang? Waktu mereka tidur bareng apa nggak mikir kalau perbuatannya itu bakal bikin malu keluarga? Dasar bajingan. Kalau sampai ketemu, Leo nggak ragu-ragu untuk membasmi dia.” Tangan Leo terkepal sampai tak terasa kuku panjangnya melukai telapak tangannya sendiri.
“Sudah, Leo. Kamu kira dia hama mau kamu basmi? Ayo kita ke kantin aja. Temani Papa minum kopi.”
Pak Bimo menarik paksa lengan Leo. Sebenarnya Pak Bimo juga malu mendengar keterangan dokter, tapi lelaki berperut buncit itu memilih untuk bisa bersabar supaya bisa berpikir normal. Istrinya dan Leo sudah terbakar emosi, jangan sampai amarahnya ikut-ikutan terpancing.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKINNY LOVE
Чиклит[TAMAT] [Telah TERBIT di Penerbit Cerita Kata] Tiara akan menikah dengan Bastian, tapi acara pernikahan mereka batal dilaksanakan karena seorang perempuan mengaku telah dihamili oleh Bastian. Lelaki itu kabur meninggal Tiara yang juga sedang hamil...