#26 MURID BARU

203 16 4
                                    

Langit mulai tampak gelap. Malam ini Alika memutuskan untuk menginap di rumah sakit. Saat ini ia sedang duduk di kursi penunggu diluar ruangan Alina. Sejak kembalinya ia tadi sore sampai malam ini, sekitar 1 jam yang lalu mereka tak menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Begitu nyamannya kah?

Ia memutar matanya dengan perasaan bosan. Ia merosotkan bahunya lemas, bersandar sepenuhnya di dinding bercat putih bersih itu. Untuk sekian kalinya lagi ia membuka ponselnya berharap penuh menemukan sesuatu yang bisa mengatasi rasa bosannya. Namun, hal itu hanya sia-sia teringat akan tidak ada yang spesial dari ponsel itu dan isinya. Ia mengehela napas, kembali menaruh ponsel di saku jaketnya.

Ia memukul-mukul kepalanya dengan pelan. Ia sudah merasakan pusing ini sejak sedang makan bersama Alvaro tadi. Mungkin karena berkelahi dengan para penjahat. Alika menyegarkan tubuhnya, ia tak lagi bersandar pada dinding. Seolah-olah ia baru mendapatkan kekuatan yang masuk ke tubuhnya.

Pintu ruangan terbuka. "Selamat malam," Gavin keluar. Ia menemukan Alika sedang duduk. Kemudian ia menyapanya dengan kikuk.

Alika mengamatinya beberapa saat. Kemudian barulah ia membuang wajahnya jengah. "Awas terluka," peringat Alika. Ia melewati Gavin dan masuk kedalam ruangan. Meninggalkan Gavin dengan keterbingungannya.

Peringatan seperti apa yang Alika tujukan pada Gavin. Apa dia sudah melewati garis kewajaran antara dia dan Alina? Gavin juga tidak mengerti dengan dirinya. Perasaan ingin menjaga Alina datang secara tiba-tiba tanpa ia sadari. Ia juga sudah memberitahu itu. Pada hatinya.

Seluruh tubuh Alika berdesir. Ia menatap nanar saudarinya. Dia belum sadarkan diri. Kemudian ia mengusap rambut Alina dengan kelembutan yang tulus dari nalurinya sebagai adik kembar. Tapi anehnya mengapa bibir Alina terlihat lebih segar dari sebelum ia tinggalkan keluar.

Alika duduk tepat di samping Alina. Ia menggenggam tangan Alina yang terasa sedikit dingin. Ia menempelkan di dahinya, sembari memejamkan matanya.

Keduanya terlelap dengan kenikmatan alam mimpi yang indah. Alika bilang dia tidak suka tertidur, namun kali ini ia tak dapat menentang kebutuhannya. Ia meresa jauh lebih lelah dari biasanya. Hari ini menjadi hari yang panjang menurutnya.

***

Pagi harinya. Alika sengaja memasang alarm di saat ia sedang duduk bosan di kursi penunggu tadi malam. Ia memasang alarm tepat di pukul setengah enam. Alarm itu berbunyi, dengan mata yang masih belum terbuka sepenuhnya ia mematikannya.

Ia mengamati Alina. Kemudian ia mengecup dahi kembarannya. Lalu membereskan tempat duduk, nakas, dan selimut Alina. Semuanya sudah terlihat rapi, seperti tidak ada yang menyentuhnya semalaman. Alika tersenyum mendapat ke-rajinan di pagi-pagi hari begini. Biasanya, saat dibangunkan oleh mamanya ia langsung menuju kamar mandi dan berangkat sekolah tanpa membereskan kamarnya terlebih dahulu.

Hari ini ia kembali masuk sekolah setelah mengambil libur satu hari. Itu lah alasannya mengapa ia memasang alarm di ponselnya agar terbangun dan tidak terlambat. Bagaimanapun juga ia malas berurusan dengan guru pembimbing bimbingan konseling tersebut.

Guru pria yang sering mereka panggil dengan sebutan Ayang karena sikapnya yang seperti seorang cenayang karena bisa mengetahui siapa saja yang terlambat masuk kelas. Alika ingat saat ia dan ketiga temannya terlambat mereka tertangkap basah memanjat pagar menjulang disamping toilet oleh pak Ayang. Pria itu langsung memanggil dan menghukum mereka. Tidak hanya sekali itu saja mereka juga sempat beberapa kali tertangkap dan lolos.

Alika berjalan menuju parkir sembari memainkan kunci motornya. Begitu sampai, ia memanaskan motor untuk beberapa saat kemudian barulah ia mengendarainya menuju rumah.
Jalanan belum terlalu ramai karena masih pagi, itu cukup membuatnya untuk sampai di rumah lebih cepat.

MY TWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang