14. Pelukan pertemuan

207 19 16
                                        

Suara lenguhan khas orang bangun tidur terdengar. Terlihat Hasya yang membuka matanya seraya menoleh ke mereka berdua.

"Abang?" Panggilnya dengan suara yang pelan.

Devan tersenyum, lalu membantu gadis kecil itu bangun. Devan membenarkan rambut Hasya yang menyentuh mulut, juga merapihkan poni yang panjangnya sebatas alis mata.

"Cantik," puji Zahira tanpa sadar.

"Hasya kenapa tadi? Lemes, hm? Atau pusing?" Tanya Devan.

Bukannya menjawab, Hasya malah menatap intens Zahira. Penasaran siapa perempuan yang dibawa abangnya itu.

"Oh gitu abang di kacangin? Mau kenalan gak sama kaka itu?"

Zahira menyungging senyum yang tanpa sadar membuat Hasya ikut tersenyum.

"Kamu cantik banget si," puji Zahira, gemas.

"Makasih," jawab Hasya malu-malu.

Aih, pengen bungkus bawa pulang rasanya.

"Itu namanya Ka Zahira, temennya abang. Salim gih sama kakanya."

Hasya memanjangkan tangannya lalu mencium punggung tangan Zahira.

"Cantik gak dek?" Tanya Devan bercanda. Sontak Zahira menyikut pelan pria itu.

"Ih, apa sih," ucap Zahira malu.

"Ya kan nanya, biasanya anak kecil tuh jujur."

"Cantik," jawab Hasya. Seketika Zahira ingin terbang saat ini juga.

"Aaa makasi," ucapnya dengan semburat merah dikedua pipinya.

"Yah de, jadi salting tuh orangnya," ledek Devan.

"Biarin." Zahira menjulurkan lidahnya. "Yang penting, dibilang cantik. Jujur lagi."

Devan membuang muka. "Kaya baru cantik aja," katanya pelan hingga Zahira tidak bisa mendengar jelas apa yang diucapkan.

"Apa? Gak kedengaran sumpah," tanya Zahira.

"Kata abang, kaya baru cantik aja. Gitu," terang Hasya dengan polosnya.

Ya tuhan.... Sudah terbang di langit ke berapa dirinya saat ini?

Zahira yang semakin salting, tidak tau harus menjawab apa sekarang.

"Yah dek, makin salting tuh kakanya," sindir Devan membuat mereka berdua akhirnya tertawa.

"Diem ih." Tolong stop. Ia benar-benar malu sekarang.

*****

Di halaman belakang rumah, Zahira masih setia duduk di bangku panjang sambil menikmati udara senja dengan segelas coklat panas buatan Bi Nur. 

Oh iya, ternyata asisten rumah tangga Devan bernama Bi Nur.

"Ra," panggil Devan membuyarkan lamunannya. Devan datang membawa pie buah yang ditata diatas piring.

"Hm?"

Devan duduk disampingnya seraya menyodorkan makanan. "Cobain, buatan mama gua."

"Oh, makasih." Zahira mengambil lalu mencobanya

"Gua yang mau bilang makasih."

"Buat? Karna gua kesini? Santai aja kali, gua juga seneng ko disini."

Devan tersenyum lalu menatap lurus ke depan, kearah tembok yang dihiasi tanaman rambat juga tanaman hias yang menggantung.

"Seru ya kalo rumah jadi rame."

Zahira (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang