Sepakat

26 13 0
                                    

Malam yang pekat, menyisakan aroma sesak. Rintik hujan pertanda sebuah kesepakatan. Sunyi menjelma jadi bising oleh nyanyian hujan. Gulita terpanca rona mata yang ranum di keindahan.

Puan, Pernyata'an yang telah terucapkan. Kini menjadi sebuah kesepakatan kita. Terbesit harap pada masa, dan suasana yang akan datang. Matamu tak lagi ber'air, terbit pancar sabit di bibirmu puan

Puan, Tak usah sesali sebuah perpisahan antara kita. Biarlah ini jadi bekal kita, di esok hari yang akan datang. Bersedihlah, namun cukup saat ini saja hatimu terluka. Aku ingin dirimu berbahagia puan, bukan hanya berduka.

Tuan, Diriku tak tau apa bisa aku tersenyum setelah ini. Menangis dan membatin, mungkin akan menjadi rutinitas. Dirimu saja tak rela tuan, terlihat raut wajah penuh sesal. Atau hanya aku yang tak rela berpisah dari rasa yang ada.

Tuan, Melupakan itu butuh waktu yang panjang bukan?
Lantas haruskah ada jarak, atau sekat memisah ruang antara kita, jua pun mungkin akan patah, retak dan berserakan. Aku tak ingin, luka menyibak antara rerintik hujan kali ini.

Puan, Semua memang butuh jeda antara kita. Sebab jika kita terus bersama, akan ada luka dan dosa. Memang kelihatan nya sakit, tapi dosa itu lebih sakit puan. Biarlah jarak antara kita, tuk menata setiap dosa dan luka.

Tuan, Jika ini memanglah yang terbaik untuk kita. Sepakatku untuk memperbaiki diri di hijra nanti. Aku jua percaya tuan, jika memang kita terpatri sebagai jodoh. Semesta pun, tak kuasa tuk memisakan kita kelak.

Palembang, 21 Januari 2020

Bulan Yang Aku RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang