Senyum Jingga

15 10 1
                                    

     Saat tika senja merayap gurita malam. Menatap sewastamita awan, membias diufuk warna jingga. Bayang mentari menbuta retina netra. Asa terasa, meratap jauh lembayung senja, seakan dekat lukisan sang esa. Pada pancar rona jingga bertaya pada hatiku yang gulita.

     Aku masih sama melangkah dalam kata ketertakutan. Dan kini malam akan segerah hadir memeluk semesta. Terbesit satu kata cinta, yang terbenam diujung lautan fatamorgana, terpedar pesona pada jingga melambai indah menguak aroma rindu yang mencumbu sang bayu.

     Tuan. Aku berdiri sendiri ditepian senja seraya ketakutan. Riuh gemuruh ombak menghantam karang lautan
Kucoba pejamkan mata, kurasakan hangatnya mentari. Seakan masih menempel diurat nadi rasanya begitu perih. Senyumku kian pudar pada pancar jingga diujung sana

     Dan tika senja membinar bias warna cakrawala jingga. Terpendar pesona sewastamita, menampung kata rindu tanpa jemu, hingga rasa tak mampu tuk melupakanmu. Kini aku benar-benar sendirin berlari dan menepi di sore ini. Aku menunggu senja berlalu, agar bisa melupakan dirimu.

     Tuan. Sungguh pun senja tak kurasa bahagia seperti dulu. Terpatungku diatas atma duka lara menangis bersua. Kini genang tirta netra meremang menbancang seduh sedanku. Malam lekaslah meninggi hingga agar sunyi tak kurasa lagi patah hati yang datang silih berganti hari.

•••••

-Literasi Pena
22, Januari 2020

Bulan Yang Aku RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang