Pamitku

16 9 1
                                    

Samar-samar banyangmu kini perlahan menghilang
Gerimis rintik hujan menghapus semua jejak langkamu
Langka bersua seirama kearah jalan yang berbeda
Senyum pamit mendesir relung hatiku terasa begitu perih
Kini pamitku melukai hatimu dan akan merusak harimu

Puan,
Kaki ku gemetar ragu-ragu meninggalkanmu sendirian
Jiwa terasa teringgal bersama datak jantung puan
Malam yang pekat semangkit sesak memapa hasrat
Dalam detak yang kian berontak, luka yang mulai teriak
Sakit dan sesak, hancur berantakan dirimu menghilang

Puan,
Aku menatap bayangmu yang terus beranjak malangkah
Harus seberat ini kah puan, boleh kah aku mengejarmu
Atau teriak ku dalam sunyi memanggil dirimu yang jauh
Suasana semangkin mencekik tak kala banyangmu lenyap
Tersisa aroma nafasmu yang melekat sebagai kenangan

Puan,
Jangan pergi, aku belum siap untuk hari esok tanpamu
Jangan dulu berajak, aku belum siap antara kita ada jarak
Jangan pamit dulu, aku belum siap mengikat patah hati
Kini semua terlalu jauh untuk ku dekap, hanya senyum dirimu yang melekat di langit-langit harap yang menggelap

Menggigil dan meratap pada kesepakatan berpisah
Namun semua kini pamitku begitu pilu melukaimu
Terhempasku di dinding kehancuran di atma duka lara
Biarlah kusimpan kenangan saat indah dihati terdalam
Akan tumbuh subur sebagai sebuah kerinduan

22 Januari 2020
Ditulis Oleh : Literasi Pena

Bulan Yang Aku RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang