Tanpa sadar tangan Luce menggenggam tanganku saat kami hendak menyebrang.
Manis sekali.
"Sorry." lelaki itu buru-buru melepaskan tangan kami yang masih tertaut sesaat setelah kami berhasil menyebrangi jalan. Aku hanya tersenyum, membuat Luce ikut tersenyum. Perasaanku menghangat hanya dengan melihat senyumnya.
Laki-laki ini, memang membuatku nyaman. Tetapi entah kenapa, aku tidak merasakan getaran itu. Getaran yang katanya memabukkan dan mampu membuat perut kita seolah-olah berisi ribuan kupu-kupu yang sedang beterbangan.
"Mai..,"
"Hmm,"
"Kenapa kau suka sekali melamun sih? Apa yang sedang kau pikirkan? Aku selalu berpikir, apa yang ada di dalam otakmu," Aku tersenyum dan mengangkat bahu, tak berniat menanggapi pertanyaannya.
"Luce, kau mau pesan apa?" kami sudah sampai di depan etalase kaca yang berisi banyak es krim beraneka warna dan rasa.
Sungguh, kalau hanya ada Aubrey, air liurku pasti kubiarkan menetes. Hahaha. Becanda.
"Triple scoop. Pistaccio, Ovomaltine, dan Vanilla Kitkat. Kau mau apa?"
"Triple?" Aku menatap pria bersurai pirang itu tidak percaya. Luce hanya mengangguk. "Jadi?"
"Double scoop. Cookies 'n cream dengan macadamia."
Saat aku hendak mengeluarkan dompet untuk membayar, Luce menggeleng dan segera mengambil alih untuk membayar tagihannya. "Aku saja. Simpan saja uangmu."
"Hell no. Itu tidak adil! Kau sudah membayari makan siangku, sekarang biarkan aku membayar es krim mu."
"Nope, selama aku mampu, kau takkan pernah kubiarkan membayar sendiri." Luce tersenyum manis. Aku menyerah dan mencebikkan bibir kesal karena merasa kalah. Ditambah, dia bersikeras untuk membawakan es krim kami.
Aku hanya mengekorinya sampai dia meletakkan kedua es krim itu di meja paling pojok, dengan jendela besar yang menghadap persis ke arah jalanan."Suka?"
"Apanya?"
"Spot yang kupilih."
"Of course. Selera spot kita sama." Sekali lagi Luce tersenyum. Tipikal senyuman yang mampu melelehkan hati setiap kaum hawa yang menatapnya.
Tidak. Kau tidak boleh terjerat pesona Erasmo Lucero.
"Disfruta tu comida."
"Gracias."
Rasanya benar-benar lumer di mulut. Aku sangat-sangat menyukai cookies 'n cream dan macadamia racikan Ben & Jerry. Melebihi dua brand es krim terkenal yang biasa kunikmati selama di Indonesia.
Keheningan yang menyenangkan tercipta di antara aku dan Luce harus terpecah karena satu kalimat yang diucapkan Luce mampu menjungkirbalikkan perasaanku.
"Bukankah itu Mr. Roberts? Aku baru tahu kalau istrinya secantik itu."
Aku mengikuti arah pandang Luce yang tengah memandang keluar jendela.
Theo dan seorang wanita yang demi apapun, sangat cantik. Jenis kecantikan klasik. Entah mengapa, wanita itu mengingatkanku pada tokoh-tokoh putri disney.
"Seperti putri raja...," gumamku tanpa sadar tetapi cukup didengar oleh Luce.
"Ya, terlihat seperti anggota kerajaan. Tapi, aku tidak terlalu yakin," ucapan Luce terdengar aneh dan menggantung. "Bukannya menghina, tetapi kalau benar wanita itu adalah anggota kerajaan, aku jadi tidak yakin kalau Mr. Roberts adalah suaminya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crown Prince of Greece (TERBIT)
RomantikMainaka Sunjaya, gadis berdarah jawa pemilik julukan pemimpi akut itu berhasil membuktikan ke semua orang bahwa dirinya mampu mendapatkan beasiswa master di salah satu universitas di Australia. Semuanya berjalan lancar dan sesuai rencana Mai, sebelu...