#9

2.8K 185 2
                                    

"Semenjak kau berpacaran dengan Mr. Roberts, kau jarang menghabiskan waktu denganku!" protes Aubrey saat kami tengah hunting sneakers dengan harga miring di DFO South Wharf yang dekat dengan pusat kota Melbourne.

"Kau juga meninggalkanku dengan Eric!" bantahku tidak terima. "Jadi, kita impas. Aku tidak mau menjadi obat nyamukmu terus menerus."

Aubrey tertawa. "Aku sudah putus dengan playboy cap kadal itu semalam."

Aku membulatkan mata. "Putus? Baru juga tiga bulan. Kenapa?"

"Eric selingkuh." Aubrey membulatkan mata malas.

"Kau memergokinya?"

"Ya. Dia berciuman dengan mantannya di studio musik."

Aku menyipitkan mata. "Dan kau terlihat biasa saja. Aneh." cibirku. "Sama sekali tidak terlihat kalau sedang patah hati."

Gadis bersurai cokelat itu menepuk keras bahuku. "Aku tidak benar-benar serius dengan Eric. Kau kan tahu, siapa yang ingin kunikahi." dia mengedipkan sebelah matanya. "Aku tidak peduli meski harus menunggunya jadi duda."

"Jangan gila." Aku memutar bola mata malas. "Dia sudah menikah." Aku teringat cerita Aubrey seminggu setelah kami resmi bersahabat. Dia diam-diam mencintai tetangganya yang baru saja bertunangan.

Pria jawa dengan senyuman manis dan sorot mata yang meneduhkan. Laki-laki yang telah mencuri hati Aubrey sejak gadis itu masih duduk di bangku SMA. Mas Aan, pria yang berprofesi sebagai dokter berusia tiga tahun di atasku itu bertanggung jawab membuat Aubrey kerap bergonta-ganti pasangan.

"Kau kan tahu sudah lama aku gila karenanya." Aku memilih untuk mengabaikan celotehannya dengan mengalihkan atensiku ke running shoes yang selama ini masuk wish list ku.

"Miss, ukuran 5.5 untuk sepatu ini ada?" tanyaku pada gadis bersurai pirang yang menjadi pramuniaga di nike store ini.

"Sebentar saya cek dulu." setengah berlari gadis itu membawa sepatu yang kusodorkan padanya ke arah gudang. Aku memilih duduk.

"Hei. Sendirian?" Aku terkejut dengan kehadiran Luce yang tiba-tiba menghempaskan dirinya di sampingku.

"Sama dia." Aku menunjuk dengan dagu Aubrey yang tengah berbincang dengan pramuniaga yang lain mengenai sepatu yang dipilihnya.

"Oh, kukira dengan kekasihmu."

Deg.

Apa Luce sudah tahu mengenai hubunganku dengan Theo?

"Apa maksudmu?"

"Aku tahu kau berpacaran dengan Mr. Roberts." Lelaki itu memamerkan cengiran andalannya. "Selamat ya. Kau tidak perlu memanas-manasinya lagi." kutangkap sorot kecewa dari iris biru langitnya sepersekian detik sebelum dia menutupinya dengan binar yang kupastikan hanyalah kamuflase.

"Kenapa kau bilang begitu?" tanyaku penasaran. Aku ingin tahu, dia tahu darimana?

"Tiga hari yang lalu aku tidak sengaja melihatmu berjalan-jalan dengan Mr. Roberts. Kalian terlihat ... mesra."

Aku terdiam. Bingung ingin menjawab apa.

"Tidak apa-apa. Kau bisa cerita padaku kalau mau." Luce tersenyum manis. Mungkin itu caranya menutupi keadaan yang sebenarnya.

"Maaf," hanya itu yang terucap. Apakah ini artinya aku menyakiti Luce? Kuharap aku salah sangka. Kuharap dia tidak benar-benar sedang berusaha mendekatiku.

"Kenapa minta maaf?"

"Siapa tau aku menyakitimu...," Luce hendak menjawab ketika Aubrey menjerit heboh. "Astaga!"

Crown Prince of Greece (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang