Disisi lain Hisya binggung harus melakukan apa. Akhirnya dia menelpon ambulan untuk secepatnya datang kesini. Sekitar beberapa menit ambulan datang, dan membawa Rey kerumah sakit.Sesampainya dirumah sakit, Hisya duduk didepan ruang UGD sambil menggigit kuku jarinya. Setelah dokter memeriksa keadaan Rey, ada hal yang mengejutkan untuk orang yang kenal dengan Rey Veroleon. Dokter keluar dari ruangan tersebut. Hisya pun langsung berdiri menghadap dokter.
"Gimana keadaan Rey?". Rasanya kepanikan berada disekujur tubuh Hisya.
"Apakah anda keluarga dari pak Rey?".
"Saya kekasihnya, sebenarnya ada apa dokter?".
"Pak Rey sudah tidak bisa diselamatkan, detak jantungnya sudah tidak ada. Dan luka-luka yang dialaminya cukup serius, terutama bagian kepalanya. Kami sudah melakukan sebisa mungkin, tapi kita tidak bisa menghindar dari kata takdir. Kalau begitu saya permisi". Hisya menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Kakinya melemas hingga dia terjatuh dilantai.
"Tidak mungkin, secepat ini kau meninggalkanku Rey. Hiks... hiks... hiks apa yang harus kulakukan. Oh ya telpon Viola". Hisya menggambil handphone yang berada didalam tas yang berwarna merah muda. Dan menelpon Viola.
"Halo". Jawab Viola disebrang sana. Dari nadanya seperti memaksakan dirinya untuk mengangkatnya.
"Viola, syukurlah kau bisa dihubungi".
"Langsung kepoinnya saja, aku tidak ingin mendengar ocehanmu!".
"Viola datanglah kerumah sakit! . Rey sudah tiada". Viola membulatkan matanya. Rasanya terkejut menghampirinya.
"Kenapa bisa Rey meninggal Hisya, katakan!".
"Nanti akan kujelaskan yang terpenting kau datanglah kerumah sakit. Alamatnya akan kukirimkan".
"Baiklah". Viola pun bergegas menuju rumah sakit.
***
Hari mulai sore. Sora berlari sampai menuju taman. Karena kelelahan Sora membeli air mineral ditoko samping taman. Dan membawanya masuk kedalam taman. Disana Sora menduduki bangku yang tersedia ditaman.
Rasanya Sora belum siap kembali kerumah dengan situasi tadi yang menimpa papanya. Kenapa bisa hal itu terjadi.
"Dasar Rey bodoh". Dia membungkukkan badannya dan menahan dahinya dengan kedua tangannya. Didepannya ada anak kecil perempuan yang tersandung batu. Dia jatuh sampai menangis. Kepala Sora rasanya mau pecah. Sudah pusing ditambah anak itu menangis didepannya.
Mau tak mau Sora membantunya berdiri. Dan meletakkannya dibangku yang dia duduki. Sora melipatkan kakinya menghadap anak kecil itu. Perlahan tangisnya memudar.
"Dasar cengeng, apanya yang sakit?". Anak itu diam. Mungkin karena takut dengan nada suara Sora yang ingin marah. Sora memandang wajah anak kecil tadi dan menganggukkan kepala. "Aku mengerti. Maafkan aku, tapi dari dasarnya diriku seperti ini. Mengertilah sedikit. Jadi apanya yang sakit?". Anak kecil itu menunjukkan lututnya yang berdarah.
Sora membuka resleting tasnya mencari plester. Setelah menemukan plester, Sora memasangkannya pada lutut anak kecil tadi.
"Sudah mendingan?". Tanya Sora pada anak kecil itu. Dan dibalas dengan anggukan. Lalu Sora duduk disebelah anak kecil itu. "Siapa namamu, dan dimana orang tuamu sekarang?". Anak kecil itu tetap bungkam. "Gimana bisa aku membantumu mencari orang tuamu kalau kau sendiri tidak mau berbicara". Anak itu berkaca-kaca. "Baiklah-baiklah maafkan aku, sekarang katakanlah''.
"Zoey".
"Oke Zoey dimana orang tuamu?". Zoey tidak menjawab, dia menghadap sebuah gerobak yang menjual cottion candy. Sora melihat tatapan mata anak itu. Dasar nih bocil. Diajak ngobrol malah liat itu dagang cottion candy. Gua layangin tuh gerobak sekalian, kesel bat gua. Sabar Sora sabar. Orang sabar disayang tuhan. Batin Sora.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEARS | END
Teen FictionSoraya Veroleon. Wanita yang kerap memiliki masa lalu yang buruk. Akankah dimasa lalunya Sora dapat menyelesaikan masalahnya?