Sora meninggalkan rumah sakit. Ia tak kuat membendung tangisnya. Pada malam itu, Sora tidak membawa kendaraan. Dan sekarang ia hanya berdiri menghadap jalan untuk mencari taksi.
Mungkin sudah tidak ada lagi taksi untuk malam ini. Terpaksa ia harus berjalan kaki.
"Kenapa semua ini terjadi?". Lirihnya. Sora mengeluarkan rokok dari tasnya dan menghisapnya. Memang setelah ia dan Daniel pacaran, jarang sekali Sora menghisap rokok.
Satu putung rokok telah habis dan ia ganti lagi dengan rokok yang baru. Langkahnya sempoyongan. Kakinya tetap berjalan. Hingga Sora sampai dirumah. Ia mengetuk pintu. Tak lama kemudian bi Ina membuka pintu dan melihat Sora yang sedang kacau seperti itu.
Sora menangis dihadapan bi Ina dan merangkulnya.
"Bi Ina. Salah Sora sama semua orang itu apa? Sora gak ngerti". Bi Ina mengelus kepala Sora.
"Non Sora. Sudah non Sora jangan nangis ya. Kan non Sora itu keren, swag, dan kuat. Semua pasti akan baik-baik saja". Rasanya semua orang hafal akan sifat Sora. Sora melepaskan pelukannya. "Masuk dulu ayo. Bibi bikinin coklat hangat". Sora mengangguk dan masuk kedalam rumah.
***
Sekarang jam dinding meletakkan besi yang ukurannya lebih kecil menuju angka 12. Yang biasa orang katakan larut malam. Disana Sora memandangi layar laptopnya. Bermain game online dengan mendengarkan lagu melalui earphone.
Lagu yang telah ia dengarkan selesai dan berganti menjadi lagu yang baru. Lagu baru itu membuat Sora marah. Entahlah mungkin dari lirik beserta alunan musiknya.
"Lagu menjengkelkan". Ucapnya dengan nada kesal. Sora menutup laptop. Ia menyalakan handphonenya, terpapang jelas di kunci layar. Foto Sora dan Daniel saat di taman. Tak terasa setetes air mata jatuh.
Sora melemparkan handphonenya diatas kasur. Kini ia berjalan menuju meja rias, kepalanya ia angkat melihat wajahnya. Ia mengerutkan kening. Dengan penuh amarah ia melemparkan krim wajah yang ia pakai ke cermin. Sehingga cermin itu retak. Lemparannya sangat keras bahkan serpihannya berjatuhan.
"Huh hahahaha. Cermin ini udah jadi spot foto aja". Sora menangis. Ia menonjok cermin itu terus menerus. Tangannya berdarah. Tapi, darah itu tidak membuatnya sakit sama sekali. Seakan itu hanya khayalan. Kemudian serpihan tadi ia genggam. Telapak tangannya mengeluarkan darah. Sora hanya tertawa.
Tiba-tiba Anisa dan Jean membuka pintu kamar Sora.
"Sora hentikan!". Teriakan Anisa membuat Sora menoleh. Tapi usaha Anisa sia-sia. Sora tetap melancarkan aksinya. Ia mengambil korek api dan menyalaknnya. Korek api tersebut Sora sodorkan dengan ujung bajunya.
Dengan cepat Jean mengambil korek itu. Sora menatap Jean dengan tatapan yang sangat tajam. Ia menarik kerah baju Jean.
"Mau apa lo?". Tanya Sora dengan wajah marahnya. Jean hanya menatapnya. Anisa mengambil gunting dan mengarahkan pada lehernya sendiri.
"Ra dengerin gue". Suara Anisa yang terdengar rapuh mebuat Sora dan Jean menoleh kesumber suara. Anisa tersenyum dan menangis. "Ra gue juga bisa capek kok. Kalau lo gini terus gue juga kesusahan tau. Gue tahu perasaan lo. Makannya gue dateng meski ini udah larut banget. Gimana kalau gue gak ada? Mungkin gue gak bakalan capek deh Ra". Sora melepaskan tangannya dari Jean. Ia berjalan menuju Anisa. Sora menghempaskan gunting dari tangan Anisa dan memeluk erat Anisa.
"Jangan, jangan, jangan tinggalin gue. Please jangan. Gue udah gak punya siapa-siapa lagi. Gue merasa tertekan, gue... gue... gue sayang banget lo. Udah cukup penderitaan gue. Papa yang ninggalin gue, gue pembunuh, dikeluarin dari basket, Viola yang dipenjara, Daniel yang kecelakaan, tante Ida yang dorong gue. Bahakan ada lagi yang belom sempet gue inget. Itu pun atas dasar kesalahan gue. Ditambah lo yang bakal ninggalin gue. Kumohon jangan. Pasti lo capek banget ya dengan kelakuan gue. Kenapa gak lo tinggalin aja gue? Entar lo bisa bebas dari gue dan gak bakalan capek". Anisa menggeleng cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEARS | END
Teen FictionSoraya Veroleon. Wanita yang kerap memiliki masa lalu yang buruk. Akankah dimasa lalunya Sora dapat menyelesaikan masalahnya?