Ingatlah

145 37 7
                                    

Semua orang mempunyai hak untuk jatuh cinta. Tak peduli seperti apa sikap dan kehidupannya.

Banyak alasan mengapa Makoto begitu senang menindas [Name]. Namun, hanya perlu satu alasan untuk dia bisa tertarik pada gadis itu pula.

Alasannya, karena Makoto heran. [Full Name] itu memiliki perasaan seperti apa sampai bisa bertahan dengan semua yang terjadi?

Biasanya, orang yang ditindas akan melawan, atau paling tidak menyerah dan pindah sekolah untuk mengakhiri semuanya. Namun, [Name] berbeda. Ia tidak merubah sikapnya, tidak pula melakukan hal-hal diluar nalar yang biasanya dilakukan korban penindasan. Setiap hari, gadis itu tetap sama seperti hari sebelumnya.

'Memangnya dia malaikat?'

Bagi Furuhashi dan Hara, penindasan yang Makoto lakukan pada [Name] adalah bentuk ketertarikan. Bukan bermaksud menyakiti, tapi bermaksud untuk membuatnya ingat, bahwa pemuda bernama Hanamiya Makoto pernah ada di kehidupannya.

Absurd memang. Itu adalah cara yang paling ekstrem untuk membuat seseorang ingat. Namun, apa mau dikata. Makoto bukanlah orang yang memiliki kepribadian baik. Dia itu bak titisan iblis. Tak bisa berbuat tanpa ada kekejaman.

"Mana dia?"

Hara mengangkat kepala. Mengadahkan tangan pada Furuhashi yang membawa plastik transparan berisi minuman dingin.

Saat ini tim basket Kirisaki Daiichi sedang latihan diluar area sekolah. 'Supaya mendapat suasana baru,' kata Makoto tadi. Akan tetapi, pada kenyataannya, yang menganjurkan malah menghilang entah kemana sekarang.

"Dia pergi. Ke sana," jawab Hara sambil menunjuk ke arah kirinya dengan dagu.

Furuhashi melemparkan kaleng minuman pada anggota basket yang lain, lalu mendudukan diri di sebelah Hara.

"Sepertinya akan ada badai salju." Hara terkekeh kecil. Tangannya sibuk membuka bungkusan permen karet yang baru.

Furuhashi diam saja. Memilih santai dengan minumannya.

"Pasti akan menarik."

°°°

Seringai Makoto tampil seperti biasa. Atensinya jatuh ke seberang jalan, tempat dimana dua orang perempuan berdiri bersisian sambil mengobrol dengan akrabnya. Itu [Full Name] dengan ibunya.

Bagaimana Makoto tahu orang itu adalah nyonya [Last Name]? karena wajahnya tidak jauh beda. Hanya berbeda warna rambut saja. Kenapa tidak menebak itu saudara [Name]? Makoto itu pintar. Ia tahu gadis itu tidak memiliki saudara, dan ia juga tahu [Name] hanya tinggal berdua dengan ibunya. Tahu darimana? Ntahlah. Mungkin hasil menguntit.

Dua wanita itu akhirnya menyeberang, lalu berhenti tepat di sebelah Makoto yang tengah duduk di sebelah vanding machine.

[Name] terperanjat dalam diam, sedangkan ibunya dengan tenang memasukkan koin kedalam vanding machine untuk membeli minuman.

Senyum Makoto semakin lebar, dengan sengaja ia menatap [Name] terus menerus. Seolah ingin menekan gadis berjaket abu-abu itu dengan keberadaannya.

"Permisi, saya boleh duduk disini?" Nyonya [Last Name] menunjuk ruang kosong disebelah Makoto, berharap pemuda itu mau mengizinkannya duduk.

"Silahkan."

"Terimakasih."

[Name] yang berdiri hanya diam tak berkutik. Ingin rasanya ia kabur. Bersembunyi dari Makoto yang sejak tadi menatapnya. Apa pemuda itu akan membalas dendam kemarin?

Padahal ini akhir pekan, hari dimana [Name] bisa bebas dari tindasan sekolah. Namun, sudah bertemu Makoto begini? Apa Kira-kira akhir pekannya tetap bisa dinikmati?

"Kau mau duduk juga?"

Sincere or Guile [Hanamiya Makoto X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang