Bully lagi

131 38 7
                                    

Ini pagi seperti biasa. Dengan kegiatan biasa, dan pemandangan yang biasa pula.

[Name] kini terkurung di toilet perempuan, dan dikelilingi para siswi yang siap melakukan penindasan. Alasan mereka sepele. Karena [Name] tidak sengaja menyenggol bahu salah satu dari mereka, katanya.

"Kau ini tidak kapok sama sekali, ya?"

[Name] diam dengan kepala tertunduk. Percuma mengadah, mana bisa ia melihat wajah-wajah siswi yang sebenarnya sudah dihafalnya itu tanpa kacamata. Minus [Name] itu sudah di atas 5, wajar wajah para primadona yang sekarang menatapnya angkuh itu jadi buram semua.

"Ini masih jam istirahat pertama 'kan, ya? Gimana kalau siram aja?" Usul siswi yang menjaga pintu toilet. 3 siswi lainnya mengangguk setuju, sedangkan dua sisanya hanya saling tatap sambil mengangkat bahu.

"Aku 'kan, sudah minta maaf," gumam [Name]. Tangannya terkepal dilantai. Rasanya ia ingin melawan.

"Ha?!" Satu injakan paksa menyerang punggung tangan kiri [Name] sekali lagi. Memar kemarin belum seutuhnya sembuh, sekarang malah ditambahi.

[Name] mengerang. Nyeri menjalar ke seluruh permukaan punggung tangannya.

"Kau pikir minta maaf saja cukup?! Dasar gembel! Mana tau kau berapa biaya lipstick yang ikut terjatuh karena ulahmu itu, Sialan!" Pijakan yang masih bertengger di atas punggung tangan [Name] semakin menekan, menciptakan rasa ngilu yang luar biasa sensasinya.

[Name] nyaris menangis. Namun, ia bertahan mati-matian dengan hanya sesekali mengerang atau mengaduh kesakitan.

Yah, sejak dulu ia memang bertekad seperti itu. [Name] tahu, menangis atau memohon ampun, sama saja membuat tujuan para penindas itu terkabul. Meskipun kadang ia kelepasan juga, sih.

Lagipula, dia pun sejujurnya tak Sudi mengeluarkan air mata untuk penindas laknat yang bersembunyi di balik nama orangtua seperti mereka.

Tak lama, suara kran air yang di hidupkan berhasil tertangkap indera pendengaran [Name]. Hatinya menggerutu. Alamat jelas jika dirinya akan basah kuyup setelah ini.

Pijakan di tangan kiri menghilang, berganti tamparan kasar dan jambakan kilat. Kepala [Name] terpaksa mengadah, mendapati pemandangan buram yang menyiksa mata.

"Kau itu bau!"

Guyuran air sukses melahap habis tubuh [Name] yang bersimpuh. Kepalanya tadi sempat nyaris terbentur lantai saat dihentakkan entah oleh siapa, beruntung ia secepat mungkin mengendalikan diri. Jika tidak, mungkin akan ada luka baru.

Terkikik ramai, siswi-siswi tersebut melangkah keluar toilet dengan ocehan puas. [Name] tertinggal begitu saja. Dengan genangan air yang aromanya seperti cairan pembersih lantai.

Lama berdiam, akhirnya [Name] beringsut berdiri. Tangannya menggapai wastafel, menjadikannya pegangan untuk menopang tubuhnya yang lemas.

"Kemana kacamataku tadi ...," lirihnya.

Jemarinya meraba apapun yang bisa di jangkau untuk mencari kacamatanya. Saat berhasil mendapatkan alat bantu melihatnya itu, [Name] menatap sekeliling dengan sendu. Ia tersenyum miris.

"Sepertinya aku harus membersihkan ini."

Sincere or Guile [Hanamiya Makoto X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang