Ngebabu 2

142 32 4
                                    

Karena kemarin [Name] tidak mendapatkan perintah yang berarti berkat gadis-gadis bodoh yang menggoda Makoto, akhirnya perintah mutlak untuk [Name] membuatnya harus pagi-pagi buta muncul di depan rumah Makoto.

Ia sudah berdiri disini sejak lima belas menit yang lalu. Menunggu dengan sabar kemunculan majikan yang tidak tahu diri itu.

Sebenarnya Makoto sudah siap. Hanya saja, ia memilih diam memperhatikan [Name] dari beranda kamarnya di lantai 2.

Gadis yang sejak kemarin mengenakan jaket abu-abu itu tampak kebosanan. Beberapa kali ia hilir mudik didepan rumah Makoto, dengan tangan yang berulang kali menyentuh pagar rumah dengan harapan kapten basket itu mau keluar dari sarangnya.

Lama tak mendapat pertanda, [Name] berjongkok. Tangannya dengan lambat meraup dedaunan kering yang entah datang dari pohon sebelah mana. Setelah dedaunan kering memenuhi tangkupan tangannya, gadis itu melompat kecil. Lengannya dikibaskan agar dedaunan tadi berhambur di udara.

"MKKB?" Makoto tertawa kecil. Puas menonton [Name] yang mengusir kebosanan dengan cara unik, ia akhirnya memutuskan untuk berangkat.

Ini masih jam enam pagi. Wajar bila ibu Makoto baru terjaga dari tidurnya.

Saat menyadari anak laki-lakinya menuruni tangga dengan tenang, wanita yang bersurai senada dengan Makoto itu seketika panik.

"Kaa-san belum membuat sarapan! Kenapa kau tidak bilang mau berangkat lebih awal?! Lagipula ini jam berapa! Masih lama, kan?"

Makoto mengangkat tangan. Dengan santai ia berjalan menuju pintu rumah. "Aku sarapan disekolah nanti. Sekali-kali ingin berangkat pagi. Jaa." Melambai singkat, Makoto segera mengenakan sepatunya.

Ibunya yang mengikuti dari belakang hanya mendengus kesal. Tepat saat pintu rumah dibuka, seorang gadis bersurai [Hair color] menyita atensi nyonya Hanamiya.

"Loh, itu siapa?" tanyanya bingung. Siapa pula gadis yang berdiri dengan wajah menahan bosan di depan rumahnya?

"Teman."

Makoto segera melesat. Meninggalkan ibunya yang terbengong di ambang pintu.

°°°

Dalam hati [Name] merutuk. Tas Makoto itu ringan. Sangat ringan seolah tak ada satupun buku di dalamnya. Lalu, kenapa pula ia yang disuruh bawa? Buat apa?

Saat melewati vanding machine, Makoto dengan santai tiba-tiba berbelok, membuat [Name] yang berjalan di sebelah kirinya tersenggol dan nyaris jatuh.

"Aduh."

[Name] mengusap pundak kanannya pelan. Lalu mengalihkan perhatiannya pada Makoto yang memencet tombol vanding machine dengan tangan kiri. Sedangkan tangan kanannya dimasukkan ke saku seragam.

"Ambil."

[Name] memandang bingung. Setelah beberapa detik, akhirnya ia menunduk. Mengambil kotak susu yang ternyata ada dua.

"Dua?" gumam [Name].

"Sini." Makoto menyodorkan tangan kirinya. Meminta bagian. Saat [Name] menyodorkan keduanya, Makoto hanya mengambil satu. Sedangkan satu kotak susu di tangan kanan [Name] dibiarkan begitu saja.

"Lah, ini?" tanya [Name] sambil mengejar langkah  Makoto yang menjauh.

"Pegang dulu."

[Name] terdiam.

Sepanjang perjalanan, keduanya saling diam. Makoto dengan langkah lebarnya, dan [Name] yang kesusahan mensejajarkan.

Terlalu sibuk melihat kanan dan kiri yang masih sepi, [Name] tak sempat berhenti saat Makoto yang didepannya berhenti tiba-tiba. Berakhir dengan wajahnya menabrak keras punggung tegap pemuda itu.

"Kau ngapain?" Makoto berbalik. Mendapati [Name] yang memerah setelah lama terdiam dengan kepala yang masih menempel pada punggungnya.

"A-ah itu ...," panik [Name]. Pandangannya berkali-kali berubah, berusaha mencari alasan yang tepat. Tidak mungkin dia jujur kalau tadi sempat keenakan mencium parfum dari seragam Makoto? Bisa-bisa jadi topik penindasan lagi nanti.

"Ha-hanya kaget! Ya be-begitu!!"

Makoto menaikkan sebelah alisnya. Sambil menjauhkan kotak susu dari bibir, pemuda itu sedikit menunduk. Memperhatikan wajah [Name] yang merahnya semakin menjadi.

"Begitu?"

°°°
*MKKB = Masa Kecil Kurang Bahagia

Sincere or Guile [Hanamiya Makoto X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang