Kesepian?

125 35 4
                                    

Bukit, pemandangan laut, dan pria yang memilki warna rambut seperti [Name] itu perlahan menghilang. Menyeret gadis itu kembali kepada kenyataan.

Air mata [Name] mengalir deras.
Tubuhnya tak bergerak, namun raungan emosi dari dalam hati yang selama ini terkekang akhirnya keluar.

Ryoko menyeka air mata. Ia melepas kacamata [Name] perlahan, lalu memeluk tubuh gadisnya itu erat.

Keduanya saling menumpahkan kesedihan. Berbeda dengan Ryoko yang hanya terisak, [Name] malah histeris. Seolah ia ingin menumpahkan apa yang selama ini ia pendam sendirian.

"Maafkan Kaa-san, [Name]."

Ryoko tahu. Selama ini ia sudah terlalu sering meninggalkan [Name] demi uang. Baginya, memenuhi kebutuhan anaknya adalah hal yang paling utama. Namun, ternyata dampak dari itu semua adalah hal yang paling mengerikan. [Name] kesepian, ia memendam semua perasaannya sendiri, mengatasi permasalahannya sendiri.

"Kaa-san, Tou-san, maaf, maaf ...." Kata-kata itu terus terulang dari mulut [Name]. Berkali-kali ia menyeka air mata, tapi berkali-kali pula air matanya menyeruak tumpah.

Semua yang selama ini ditahan serasa menguap. Meringankan beban yang selama ini bertengger pada dirinya.

°°°

"Wuih, anak mami udah datang."

"Duh, tumben telat, Nak."

[Name] tak menghiraukan sapaan-sapaan pagi tersebut. Ia hanya melangkah dalam diam. Berusaha mengalihkan pikirannya dari segala hal yang bisa membuatnya sakit hati.

Sebenarnya ia datang lebih siang karena kesulitan mendapat izin dari ibunya. Ryoko tak mengizinkannya untuk sekolah setelah 2 hari absen. Mengingat luka memar dan tubuh [Name] yang masih demam. Ditambah lagi, mereka kemarin sempat berdebat tentang [Name] yang harus mau dipindahkan sekolah.

[Name] tidak masalah jika harus pindah sekolah. Malah itu terbaik. Hanya saja, pindah sekolah itu merepotkan. Kemungkinan besar mereka juga harus pindah rumah karena sistem zonasi.

Sudah dijelaskan, kan? [Name] tidak mau membuat ibunya repot. Namun, ia juga tidak mau lagi melihat ibunya sedih.

"Aku yakin dua hari ini dia terus mengadu pada Kaa-sannya. Makanya orang itu datang ke sekolah."

Langkah sayup [Name] terhenti saat ia melewati koridor yang terdapat mading. Dalam hati ia bertanya-tanya. Kenapa banyak murid yang berkumpul disini? Apa ada pengumuman baru?

"Hei, minggir. Biar dia lihat."

"Oh, yang dibahas datang, ya."

Tubuh [Name] yang terbalut jaket –untuk menutupi ruam merah akibat air panas beberapa hari lalu– didorong kedepan, tepat berhadapan dengan papan mading yang terlapisi kaca transparan. Tawa sinis menggema di sekitarnya. Membuat [Name] semakin penasaran akan apa yang dijadikan pusat perhatian.

Di dalam lapisan kaca, terdapat banyak foto tertempel, dan semuanya adalah foto saat [Name] ditindas. Tidak semua kejadian, tetapi itu hampir mencakup semuanya.

Dibawah deretan foto yang ditempel secara acak itu, ada selembar kertas yang bertuliskan, "Kenang-kenangan untukmu 🤪"

"Hei sedang apa kalian disini! Cepat bubar!!" Suara salah seorang guru menggema. Membuat kerumunan tadi menyebar ke segala arah. Sensei itu menatap mading dalam diam, lalu dengan cepat ia membuka lapisan kaca, dan menarik paksa lembaran foto disana.

"Kau juga! Cepat masuk kelas!"

Sincere or Guile [Hanamiya Makoto X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang