Pergi

150 36 0
                                    

Saat melepas kacamata, maka yang akan dilihat [Name] hanyalah warna-warna abstrak yang tak jelas. Apalagi jika ditambah dengan genangan air mata, pasti semakin tak jelas saja pandangannya.

[Name] telungkup di kasur kamarnya. Bantal besar terpeluk erat. Dijadikan wadah pelampiasan rasa yang sejak tadi ia tahan mati-matian.

Setelah percakapan tak masuk akal yang dimulainya tadi pagi, [Name] memilih pulang. Ia merasa sudah tak memiliki muka untuk muncul lagi di Kirisaki Daiichi. Lebih tepatnya, ia sudah tak bisa lagi berhadapan dengan Hanamiya Makoto.

Membolos menjelang kepindahannya tidak masalah, kan?

[Name] menenggelamkan wajahnya ke bantal. Pikirannya melayang-layang. Sejak kapan ini semua menjadi salah? Sejak kapan ia mulai tertipu? Atau sejak kapan perasaannya tidak sukanya berubah menjadi tertarik pada Makoto?

Baru sadar belakangan ia memanggil Makoto dengan suffix -kun membuat rona merah menguasai wajah. Apa yang dipikirkannya saat mengatakan itu? Dan lagi, kenapa Makoto tak menolak?

[Name] menarik ikatan rambut, membiarkan helaiannya jatuh berantakan pada bantal.

Menelentangkan badan, langit-langit kamar yang buram menyapa tatapannya. [Name] menyeka air mata. Berulang kali menegaskan hati bahwa yang ia rasa salah. Tidak boleh dan tidak layak.

Namun, tetap saja semua itu seketika tersingkir saat ingatan tentang perlakuan Makoto yang sedikit berubah belakangan ini.

'Begitu saja baper,' batin [Name] mengejek.

'Hanamiya Makoto itu bad boy.'

°°°

Ini sudah hari ke-2 setelah kejadian pagi yang diluar dugaan Makoto.
Sejak saat itu pula, [Name] menghilang bak ditelan bumi. Pagi ini Makoto sengaja melewati rumah gadis itu, dan yang ia dapati hanya kesunyian. Ada penghuninya, hanya saja tak ada kegiatan berarti yang dapat memberinya petunjuk bahwa didalam sana [Full name] mendekam.

Makoto tak ingin menyalahkan dirinya sendiri. Karena itu tindakan bodoh. Namun, perasaan tak senangnya terus saja menggerogoti. Mendorongnya untuk melakukan suatu hal yang tidak menggambarkan seorang Hanamiya sama sekali.

"Buang egomu jika memang kau ingin dia kembali." Furuhashi berucap datar. Ia pun bosan melihat ekspresi tak senang dari Makoto yang sejak kemarin bergulat dengan pemikirannya sendiri.

"Itu merepotkan. Aku tidak butuh."

Furuhashi menghela napas. Tangannya menggaruk kepala belakang yang tak gatal.
Sebenarnya Furuhashi sadar ia 11/12 dengan Makoto. sama-sama memiliki kebiasaan dan pemikiran yang sedikit merepotkan.

Mereka licik, sama-sama memiliki kebiasaan buruk. Namun, dimana salahnya kalau orang-orang seperti mereka juga ingin mengedepankan perasaan suka?

Yah, walau cara penyampaiannya berbeda.

"Menyesal pun hanya akan sementara," gumam Makoto.

Furuhashi menyandarkan punggung pada pagar pembatas atap sekolah. Menikmati angin yang menyapa dengan kencang.

"Akan berbeda ceritanya jika kau sulit untuk melupakannya. Apalagi kalau untuk yang pertama ...."

"Seolah-olah kau pernah merasakannya."

"...."

"Woi kalian!" Pintu menuju tangga yang sejak tadi terlihat damai mendadak terbanting keras. Dari dalam, Hara muncul sambil tersenyum cerah.

"Nih oleh-oleh."

Furuhashi melirik heran. "Memangnya mudik kemana kau bawa oleh-oleh?"

"Itu dari gadis yang kemarin. Yang namanya siapa itu? [Last name], ya?" Seto menimpali sambil datang membawa kantong minuman.

Yamazaki mengangguk. Sedangkan Matsumoto yang datang bersama dengannya diam saja tak peduli.

Hara meletakkan tas berwarna hijau muda itu di hadapan Makoto yang duduk bersandar. Saat dibuka, dua kotak sama ukurannya dan berwarna jingga terlihat. Membuat yang lain semakin penasaran apa isinya.

Sincere or Guile [Hanamiya Makoto X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang