Akting

135 38 8
                                    

"Eh?" [Name] mengerjap bingung. Nyaris saja kantung belanjaan yang ia pegang jatuh saking kagetnya.

"Kau mau duduk juga, [Name]?"

Jantung [Name] rasanya merosot seketika. Matanya mendelik horor. Tak menyangka si penindas akan menyebut namanya dengan santai.

"Eh, [Name]? Kalian teman?"

Makoto mengangguk. Ia tersenyum lebar pada nyonya [Last Name] yang kebingungan.
"Kami akrab di sekolah," jawab Makoto dengan percaya dirinya.

'Apa maunya?' batin [Name] frustrasi.

"Oh, begitu. Senang bertemu denganmu."

Pada akhirnya Makoto dan nyonya [Last Name] berkenalan, lalu mengobrol kesana-kemari dengan mengambil berbagai macam topik yang bisa dibahas. Sedangkan [Name]? ia masih tak percaya. Tubuhnya kaku berdiri di sebelah ibunya yang mulai akrab dengan Makoto.

"Kukira anak ini tidak punya teman di sekolah. Soalnya dia tak pernah izin keluar rumah dengan alasan belajar kelompok, tak pernah juga membawa teman kerumah," gurau nyonya [Last Name] sambil menyikut lengan anaknya.

Makoto tertawa kecil. "Dia ceroboh sekali di sekolah. Sering berbuat kesalahan. Makanya ia tak punya banyak teman."

[Name] menarik napas. Makoto bahkan mengobrol santai dengan ibunya seolah ia bukanlah orang utama yang membuat keseharian [Name] serasa di neraka.

Bagus sekali aktingnya.

"Hanamiya-kun, besok-besok mainlah kerumah. Ada banyak kue kering buatan [Name]. Dia juga suka membuat manisan. Aku yakin [Name] akan senang hati menjamumu dengan hobinya itu."

'Senang hati ku jadikan dia tambahan toping kue, Kaa-san!'

"Benarkah?" ujar Makoto sembari melirik [Name] yang membuang muka.

"Iya benar! Kau harus sering datang pokoknya. Anak ini terlalu nolep, jadi harus punya dorongan."

Makoto terkekeh. Ia mengangguk-anggukkan kepala dengan takzim. "Baiklah. Kapan-kapan aku akan mampir."

Nyonya [Last Name] tersenyum cerah. Setelah membuang botol bekas minumannya, wanita dengan Surai yang dikepang kesamping itu berdiri.

"Kami sudah harus pulang. Maaf sudah menganggu waktumu, Hanamiya-kun. Jaa ne!"

Napas [Name] terhembus lega. Mensejajarkan langkah dengan ibunya, gadis itu berbisik, "Kaa-san, apa-apaan tadi itu?"

"Apanya?" tanya nyonya [Last Name] heran.

"Ah, lupakan."

°°°

Meski nyonya [Last Name] dan anaknya itu sudah menghilang ditikungan jalan, iris onyx Makoto masih tetap memperhatikan.

Entah apa yang ada di otaknya, tapi sebenarnya, tadinya Makoto mau mengusik ketenangan [Name] kembali. Hanya saja, saat punggung tangan gadis itu terdapat memar yang entah dari siapa datangnya, ia mengurungkan niat.

Kasian? Tidak. Makoto hanya teralihkan dengan pertanyaan yang muncul tiba-tiba dikepalanya.

'Alasan apa yang dia beri pada ibunya mengenai memarnya?'

'Siapa yang menciptakan luka itu?'

Ponsel Makoto yang sejak tadi terabaikan dan terus mengeluarkan suara denting-denting notifikasi akhirnya berdering keras.

Makoto menatap layar ponselnya, tertera panggilan masuk dari Furuhashi.

Membuang napas malas, pemuda itu beranjak pergi dengan tangan yang menggaruk kepala belakang. Lebih tepatnya, ia mengusak helaian hitamnya sekasar mungkin. Efek kesal.

Sincere or Guile [Hanamiya Makoto X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang