Berubah

205 90 11
                                    

Kevin? Dia Kevin? Orang ini?
Aku duduk di kursi dan sedang menatapnya. Aku masih tidak percaya dia Kevin. Aku pernah bertemu dengannya sebelum ini.

Sekarang dia juga melakukan hal yang sama sepertiku. Menatap dengan tangan yang dilipat di dada.

Semenjak turun dari kamar dan duduk di kursi ini, tidak ada yang memulai percakapan, aku dan dia hanya diam dan saling menatap. Bukan, dia bukan menatap, tapi melotot. Aku tidak tahu apa yang membuatnya emosi, tapi melihatnya seperti itu aku lebih emosi.

"Berhenti menatapku seperti itu!" akhirnya aku buka suara setelah menahan cukup lama.

"Kau bodoh?" tanyanya masih dengan ekspresi yang sama.

"Apa maksutmu?"

"Kau pikir kalau kau mati semuanya akan selesai?!!" tanyanya sedikit berteriak.

"Apa maksutmu? aku sudah disini dan aku tidak mati. Kenapa bertanya seperti itu?? lagipula kau sendiri yang menyuruhku melompat waktu itu!"

"Maka dari itu aku bertanya padamu?!" dia semakin keras.

"Hey Kevin, apa sekarang itu penting? seharusnya kau lebih terkejut kenapa aku berada disini daripada bertanya soal itu kan??" tanyaku.

"Kalau aku tau itu kau, aku tidak akan membiarkanmu menyentuh jembatan itu walaupun hanya sebentar!!" ucapnya.

"Lalu bagaimana aku tau itu kau??" tanyaku emosi.

"Kau bodoh!" jawabnya lebih emosi.

"Kenapa aku bodoh? Kenapa kau sangat marah?? lagipula aku sudah disini Kevin!" aku tak kalah emosi.

"Aku memarahimu agar kau tak melakukan itu lagi! sadarlah!"

"Aku sudah disini, tidak melakukan apapun. Apa yang membuatmu marah??"

"AKU BILANG KAU ITU BODOH BERFIKIR AKAN MELAKUKAN HAL SEMACAM ITU!" ucapnya dengan rahang mengeras.

Aku tidak tahu apa yang membuatnya marah, kupikir dia terkejut karena aku tiba-tiba datang kesini. Tapi dia lebih mempermasalahkan apa yang ku lakukan di Jembatan waktu itu. Aku benar-benar tidak mengerti.

"Siapa yang bodoh? apa yang dilakukan? bisa kecilkan suaramu itu? kurasa tetangga sebelah bisa mendengar suara bass mu itu Kevin!"

Aku menoleh ke sumber suara.

"Kakak?" ucap Kevin.

Kakak??
Apa mungkin dia?

"Kak Adrian?" sapaku seperti bertanya.

"Hai Clara, selamat datang," ucapnya.

Ah ternyata benar dia Adrian.

Aku berdiri untuk menyambut salamnya. Dia memeluku.
Ini baru pertemuan yang ku harapkan. Dengan sambutan yang baik dan ramah. Bukan penuh emosi seperti, ah sudahlah.

"Aku baru saja membelikanmu peralatan sekolah, aku tidak tau ini cocok atau tidak tapi mungkin beberapa hari aku tidak akan pulang jadi ku belikan sekarang," ucap Adrian manis sambil memberiku beberapa paperbag.

"Ah terimakasih banyak Kak," ucapku.

"Aku sudah mengurus kepindahanmu, hari senin kau sudah bisa bersekolah, berikan saja berkas-berkasmu yang ada, yayasan itu milik ayah kami," jelas Adrian sambil menggiringku kembali duduk.

"Iya Kak terimakasih banyak," ucapku sangat terharu.

"Hey berhentilah berterimakasih, aku kan kakakmu haha," ucap Adrian sambil menggoda dengan mencubit pipiku.

"Ck," decak Kevin sebal.

"Kau iri?? Hey Kevin kau mau kemana?? Jangan pulang terlalu malam ok?" teriak Adrian karena Kevin tiba-tiba pergi begitu saja.

"Dia itu kenapa? dasar!" gumamku pelan walau Adrian pasti mendengar.

"Apa dua adik ku ini baru bertemu sudah bertengkar?" tanya Adrian menggoda.

"Kenapa dia sangat aneh? aku bahkan tidak tau kenapa dia marah," terangku.

"Bukannya kau mengenalnya dengan baik? dulu kalian dekat," jawab Adrian.

"Sifatnya sudah berubah, dulu dia sangat manis, kenapa sekarang emosional seperti itu?" kesalku.

"Heii kau kan baru bertemu dengannya, dia masih sama, cobalah berbaikan nanti."

"Apa aku satu sekolah dengannya?" tanyaku. Walaupun aku tau jawabannya pasti iya.

"Tidak."

"Benarkah?" aku terkejut.

"Tidak hanya satu sekolah, kalian satu kelas."

"Aish, kakak ini selalu saja menggodaku."

"Hahahaa, karena kau sangat lucu," Adrian kembali memainkan pipiku.

"Baiklah, aku harus pergi, kau jangan lupa berbaikan dengan Kevin ya?" lanjutnya sambil berdiri.

"Ah, aku sendiri lagi?" tanyaku.

"Nanti akan ku hubungi. Akan ada yang datang mengantar seragam sekolahmu juga" jelasnya.

"Hmm baiklah," jawabku yang kemudian disusul tangan Adrian mengusap puncak kepalaku sebelum pergi.

---

TOK TOK TOK.

"Iya?" jawabku dari dalam kamar.

"Makan malam dulu Non," teriak Bi Iyem.

"Oh, iya Bi," jawabku kemudian turun.

"Kevin belum pulang Bi?" tanyaku setelah melihat meja makan tidak ada seorang pun.

"Belum Non," jawab Bi Iyem.

Dia itu kenapa sih? Sudah lama tidak bertemu bukannya saling nostalgia malah mengajak adu emosi. Ada apa dengannya? Marah denganku sampai tidak pulang seperti ini.

"Ck, kekanakan sekali. Kupikir tidak ada yang berubah. Ternyata dia jauh dari apa yang ku harapkan," kesalku.

Yaa baiklah, terserah dia mau pulang atau tidak aku tidak akan peduli. Lagipula aku akan sibuk mencari pekerjaan besuk. Jadi aku harus segera makan malam dan tidur.

CLARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang