"Claraaaa," panggil Tanteku dengan semangat begitu aku turun dari mobil. Tidak lupa peluk dan ciumnya untukku.
Aku rasa dia juga ingin meneteskan air mata. Kulihat matanya berkaca-kaca saat menatapku, entah mungkin karena penampilanku sekarang yang terlalu berantakan dan sangat kasihan atau mungkin karena dia tau aku akan merepotkan disini."Claraa, maafkan tante, maaf tante tidak pernah bertanya keadaanmu, maaf tan-"
"Tante, Clara yang minta maaf, sepertinya Clara akan merepotkan Tante disini," ucapku setelah memotong perkataan Tanteku.
"Clara tidak merepotkan, mulai sekarang Clara tinggal disini, sekolah disini, Clara sekarang anak tante, Clara tidak perlu mengkhawatirkan apapun sekarang," ucap Tanteku yang membuat air mataku turun.
"Maaf Nyonya, sepertinya kita harus berangkat," ucap Pak Diman menyela di antara drama kami berdua.
"Ah iya, siapkan dulu barang-barang saya, saya akan antar Clara ke kamarnya dulu," jelas Tanteku.
"Baik Nyonya," jawab Pak Diman.
Aku tidak menyangka Tanteku sebaik ini, aku sangat terharu dengan sikapnya saat menyambutku.
"Clara ini kamar kamu, kamar Kak Adrian dan Kevin ada di sebelah Clara, kalau butuh apa-apa bilang pada Kak Adrian, karena tante harus pergi," kata Tanteku sambil mengantarku masuk kedalam kamar yang katanya adalah kamarku ini.
"Iya Tante, Tante pulang jam berapa?" tanyaku.
"Clara, maafkan tante, tante harus kembali ke Singapura," jawab Tante Dewi.
"Si- Singapura?? Tante tinggal disana??" tanyaku sedikit terkejut.
"Iya Clara, baik-baik disini bersama kakak-kakakmu ya! Mereka sudah terbiasa tanpa tante, jadi Clara juga harus," jawab Tanteku santai.
"Oiya, ini kartu untuk Clara jajan, setiap bulan tante akan kirim uang, kalau Clara butuh uang lebih hubungi saja tante, dan untuk sekolahmu, tante sudah minta Kak Adrian untuk urus semuanya," lanjut Tante Dewi panjang lebar membuatku semakin terharu.
Tapi, bukankah ini terlalu berlebihan? Aku tidak butuh semua ini. Aku tidak berhak menikmati semua ini. Aku di beri tempat untuk menginap saja sudah sangat bersyukur. Masalah sekolah aku juga tidak pernah memikirkan. Yang ku pikirkan hanya bagaimana caraku mendapat uang agar tidak merepotkan orang lain.
"Tidak Tante, itu terlalu berlebihan, Clara- "
"Clara, kalau kamu menolak tante tidak izinkan kamu tinggal disini!" ucap Tanteku tegas.
"Tapi Tan- "
"Sudah, tante harus berangkat, kabari tante setiap hari ya!" ucap Tanteku lembut sambil mengusap puncak kepalaku.
Sudah jelas tangisku tak bisa berhenti. Aku juga bingung. Hidup susah menangis, hidup enak menangis, apa-apa menangis. Apa menangis adalah bakatku sejak dalam kandungan? Atau apa?
---
TOK TOK TOK.
Ketukan itu membuatku harus berhenti menangis. Setelah Tanteku pergi tadi, tangisku malah semakin deras. Aku hanya tidak habis pikir, bagaimana bisa hidupku sekarang berubah total seperti ini. Aku jadi memikirkan Ayahku, sebenarnya aku sedikit merasa bersalah pada Ayah. Apalagi dengan keadaannya yang seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi, aku tidak sanggup hidup dengannya.
"Iya, sebentar," jawabku pada Si pengetuk pintu dengan suaraku yang masih bergetar. Lekas aku membuka pintu kamarku sambil mengusap pipiku yang penuh air mata.
"Non, sarapannya mau dibawa ke kamar saja atau?" tanya Bi Iyem, istri Pak Diman yang menjadi asisten rumah tangga disini.
"Tidak usah Bi, kita sarapan sama-sama saja," jawabku.
"Anu Non, tapi Mas Adrian dan Mas Kevin sedang tidak di Rumah," jelas Bi Iyem.
"Oh ya? kemana Bi?" tanyaku.
"Mas Adrian jarang pulang karena tempat kerjanya lumayan jauh, sedangkan Mas Kevin sedang ada wisata sekolah, sepertinya nanti siang baru tiba," jelas Bi Iyem.
"Oh, yasudah setelah ini Clara turun, dan oiya panggil Clara saja Bi tidak usah non," pintaku.
"Iya baik," jawab Bi Iyem.
---
Setelah sarapan aku berniat kembali ke kamarku, kamarku yang berada dilantai dua melewati kamar Adrian dan kamar Kevin.
Tapi entah kenapa langkahku tiba-tiba terhenti di depan kamar tengah ini, Kamar Kevin.
Aku penasaran dengan isinya.Kalau dipikir-pikir, lumayan rindu juga. Dulu waktu rumah kita masih dekat, Kevin sangat perhatian. Waktu itu kita baru masuk sekolah dasar, dan berada di kelas yang sama. Dan dia selalu melindungi serta ada untuk ku sudah seperti kakak kandungku.
"Jadi nostalgic," aku tersenyum tanpa sadar mengingatnya.
Tapi waktu itu tiba-tiba dia dan keluarganya pindah ke Kota. Dan sampai sekarang aku belum pernah bertemu dengannya. Aku masih sangat ingat, di hari dia pindah dia menangis lebih dari siapapun. Dia bilang 'Jangan lupakan aku', 'Jangan lupa hubungi aku', dan kata-kata perpisahan lainnya. Sangat lucu.
Aku jadi tidak sabar ingin bertemu dengannya. Aku penasaran, apa dia masih sama seperti dulu?Tanpa sadar, aku sudah membuka pintu kamarnya. Masuk tanpa permisi dan berkeliling melihat isinya. Masih sama, sangat rapi seperti dia beberapa tahun yang lalu.
"Tidak ada yang berubah, mungkin sifatnya juga. Tapi kenapa tidak ada foto sama sekali? aku semakin penasaran," ocehku pada diri sendiri.
"Aah aku sangat lelah."
BLUKK.
"Kenapa kasur ini sangat nyaman? sepertinya tak apa aku tidur sebentar."
Dan setelah itu, aku sudah tidak sadar apa-apa lagi, aku sudah masuk pada alam mimpi.
Tapi beberapa saat kemudian ...
"Hey!!!"
Aku bangun dengan terkejut karena seseorang membalik tubuhku dengan kasar sambil mengucapkan "Hey!! siapa kau berani-beraninya-""KAU??!" ucapku memotong karena lebih terkejut melihat siapa yang membangunkanku. "Kau kenapa disini???" lanjutku masih terkejut.
"Harusnya aku yang bertanya! ini kamarku! apa yang kau lakukan disini?? dan bagaimana bi-"
"Apa mungkin kau, Kevin??!!!!" potongku lagi.
"Kau ... " tanyanya dengan nada menggantung. Aku tau dia punya seribu pertanyaan.
"Clara," ucapku.
"Claraa????!!" tanyanya terkejut.
"Hmm," gumamku sambil menduduk.

KAMU SEDANG MEMBACA
CLARA
RomanceMaaf ya, kisahku bukan kisah yang diawali dengan bangun kesiangan, alarm yang dibanting, dan terlambat sekolah, apalagi ditambah dengan menabrak kakak kelas kemudian jadian. Maaf kisah cintaku tidak seberuntung itu. Selamat datang di kisahku, kuhara...