Jangan Jatuh

133 46 14
                                    

"Hoahm," uapku sambil sedikit meregangkan tubuhku.

Sepertinya aku terlalu banyak tidur, badanku pegal sekali, dan lapar.
Disaat yang sama aku mencium bau harum dari hidungku yang sangat sensitif terhadap bau makanan ini.

"Waw, nice timing!" ucapku kemudian pergi keluar kamar mengikuti bau yang menusuk hidungku itu.

Menuruni anak tangga satu persatu rasanya sangat lama, namun sampai di meja makan aku tidak melihat apa-apa. Otomatis hidung dan perutku yang saling berdiskusi ini mengajakku untuk ke dapur.

Tapi belum sampai area dapur aku sudah melihat seseorang disana.

"Selamat pagi," sapanya.

"Duduklah, aku sedang memasak sarapan untukmu," lanjutnya.

Tanpa memperdulikannya aku berlalu menuju kulkas untuk mengambil air minum. Hanya alibi, tujuan utamaku ke dapur gagal.

"Aku tidak lapar!" ucapku.

"Yakin?" tanyanya.

"Of course," jawabku sambil meneguk air.

"Bi Iyem izin pulang, anaknya sakit, itulah kenapa kemarin aku meninggalkanmu di rumah Arka," jelasnya memberi info sebelum aku bertanya.

Tapi aku tidak terlalu terkejut, karena selama berada di rumah ini, baru sekarang aku melihat Kevin mengambil alih tugas Bi Iyem.

"Oh," jawabku singkat.

"Aku tidak tau akan berapa lama, tapi aku memberinya izin sampai anaknya benar-benar sehat," terangnya tanpa ku perdulikan.

Cukup dengan infonya aku berjalan kembali ke kamarku.

"Kau tenang saja, masih ada aku disini," lanjutnya.

Sadar aku ingin kembali ke kamar dia sedikit berteriak, "Mau kubungkuskan saja sarapanmu?"

"Tidak perlu, terimakasih!" jawabku singkat kemudian lekas naik ke lantai dua dimana kamarku berada.

"Ternyata yang menelfon kemarin itu Bi Iyem dan Pak Diman," lirihku.

---

"Buk, bubur ayam ya satu!"

"Siap. Tunggu sebentar yaa!"

Kalau aku tidak gengsi tadi, ini tidak akan terjadi. Gara-gara aku masih kesal dengan Kevin aku jadi sarapan di kantin.
Tapi menurutku lebih baik daripada aku harus mulai menyerah dengannya. Aku tahu dia tidak sepenuhnya bersalah, tapi tetap saja aku kesal, tidak tau kenapa.

"Tidak sempat sarapan?" tanya seseorang tiba-tiba.
Aku tau dia siapa. Aku sudah familiar dengan suaranya. Tapi tetap saja aku menengok. Formalitas.

"Akhirnya bertemu denganmu di Sekolah," lanjutnya.

"Aku sedang malas ribut."

"Kakimu sudah sembuh?" tanpa pamit dia sudah duduk satu meja denganku.

"Kau tidak ingin mencari meja lain?"

"Waah bisa bahaya jika sembuh secepat ini, bisa-bisa kau lari dariku,"

"Kalau begitu, aku yang pergi!" ucapku kemudian berdiri.

Asli, aku sedang tidak mau ribut di pagi yang cerah ini. Apalagi dengan Tuan Mobil Merah yang pandai berdebat ini.

"Heyy!" bentaknya sambil menahan lenganku.
Aku hanya diam menatapnya.

"Duduklah! aku hanya ingin makan," ucapnya kemudian sambil melepas tangannya pada lenganku.

Aku kembali duduk. Entah kenapa aku menurut.

CLARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang