Bab 13 | Love You

20.4K 825 8
                                    

Bayu menggeliat pelan, ia merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku. Diedarkannya pandangannya kesegala arah, mencari sesosok cantik yang tengah duduk dimeja riasnya. Wanita itu terlihat mengambil pil didalam kotak dan meminumnya diiringi air putih, Bayu mengernyit. Pria itu menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya yang hanya mengenakan bokser pendeknya.

"Kamu minum obat apa?" Relline tersentak mendengar Bayu yang tiba-tiba bersuara, ia pikir pria itu masih tertidur.

"Pil pencegah kehamilan." Ucap Relline santai tanpa memperdulikan ekspresi Bayu yang bertanya-tanya.

"Kamu gak mau punya anak dari aku?" Tanya Bayu membuat Relline membalikkan tubuhnya dan menghampiri sang suami yang sepertinya sedikit tersinggung terdengar dari nada suaranya.

"Bukan gitu Bayu, aku cuma belum siap aja punya anak. Lagipula kita baru lima bulan menikah, usia kamu juga masih tergolong muda. Emangnya kamu siap mempunyai seorang anak? Aku masih ingin memiliki waktu berdua bersamamu." Ucap Relline sambil mengusap pipi Bayu, pria itu berusaha menghindar dengan memalingkan wajahnya kearah lain enggan menatap sang istri.

"Aku sangat siap mempunyai anak dari kamu, bahkan aku sudah memikirkan itu sejak lama semenjak kita menjadi lebih dekat seperti ini. Tapi kamu memang benar-benar tidak ingin memiliki anak dariku? Apakah kamu ingin menceraikanku setelah kamu bosan? Dan kamu mengira jika kehadiran anak akan menjadi bebanmu untuk mencampakanku?" Relline tak mengerti kenapa perkataan Bayu begitu melantur seperti ini.

"Hei dengar, lihat aku Bayu." Relline merangkum wajah Bayu agar pria itu mau menatapnya.

"Kenapa bicaramu sangat melantur hmm? Aku tidak punya pikiran akan meninggalkanmu, justru aku yang berpikir kalau kamu akan meninggalkanku mengingat selisih usia kita yang cukup jauh. Kamu masih muda, masih bisa mencari yang lebih dari aku-..." Relline tak dapat melanjutkan perkataannya ketika bibir Bayu membungkamnya agar ia tak lagi bicara.

"Aku tidak suka kamu berbicara seperti itu, aku tidak mempermasalahkan usia kita. Bahkan kita seperti sepantaran karena wajahmu yang begitu awet muda, aku hanya takut kamu akan pergi-..." Kali ini Relline yang membungkam bibir Bayu, mereka saling menyesap hingga kehabisan nafas.

"Kenapa kita membicarakan hal yang seperti ini? Aku rasa ini semua tidak penting, yang penting aku tidak akan pernah melepaskanmu. Kamu taukan Bayu bahwa apa yang telah menjadi milik Relline tidak akan pernah ia biarkan menjadi milik orang lain ataupun ia biarkan disentuh orang lain, bukankah kamu tau prinsipku itu sayang?" Ucap Relline dengan memandang tajam Bayu, Bayu mengangguk. Ya perkataan Relline membuat hatinya yang berkecamuk kian membaik, entah mengapa hatinya sedikit kalut ketika melihat Relline mengkonsumsi pil itu.

"Aku mencintaimu Relline." Tanpa dapat dikomando Bayu menyatakan perasaannya kepada Relline membuat wanita itu mematung sejenak apalagi merasakan Bayu yang kini memeluknya.

"Iya aku tau." Relline membalas pelukan Bayu tapi tak membalas pernyataan cinta Bayu.

Bayu semakin mengeratkan pelukannya, ya ia kini meyakini perasaan yang ia rasakan untuk Relline adalah cinta. Ia sangat takut jika Relline akan meninggalkannya, melihat begitu sempurnanya wanita itu untuknya. Tidak mengapa Relline tak membalas rasa cintanya, asalkan wanita itu tidak akan melepaskannya ia cukup bahagia dengan selalu berada disisinya. Ia berharap Relline menjadi cinta pertama dan terakhirnya.

"Mandilah, nanti kita telat jika terus berpelukan seperti ini." Relline mengacak rambut Bayu sejenak yang dibalas anggukan kepala dan senyuman manis pria itu.

Setelah melihat Bayu benar-benar memasuki kamar mandi, Relline mendudukan dirinya ditepi ranjang sambil memegangi dadanya yang berdebar.

"Astaga Relline, kenapa kamu seperti gadis remaja yang sedang jatuh cinta." Gumam Relline.

"Ini tidak boleh dibiarkan, bersikaplah biasa Relline. Jangan pernah mengutarakan apa yang kau rasa jika masih ingin dia tetap berada disisimu." Ucapnya berusaha mengingatkan diri agar tak lepas kontrol.

Bayu tidak lagi mempermasalahkan Relline yang mengkonsumsi pil pencegah kehamilan, bahkan sikap mereka kembali seperti semula hingga kini tiba di kantor. Seperti biasa Relline langsung turun dan menaiki lift tanpa menunggu Bayu yang tengah memakirkan mobilnya.

"Selamat pagi Bu..." Nita menyapa begitu Relline akan memasuki ruangannya.

"Pagi Nita."

"Bu.." Panggilan dari Nita mengurungkan niat Relline yang akan memasuki ruangannya.

"Hmm.."

"Pak Ardi menelfon dan mengajak Ibu untuk melihat proyek kerjasama kita dengannya di Bandung." Relline mengangguk singkat.

"Baiklah nanti saya yang akan menghubunginya, kamu selesaikan pekerjaanmu."

"Baik Bu."

Relline memasuki ruangannya dan langsung duduk dikursi kebeserannya, diraihnya ponselnya dan langsung mendial nomor Ardi.

"Halo."

"..."

"Kenapa harus hari ini?"

"..."

"Gak bisa hari lain aja? Atau enggak besok kita lihatnya."

"..."

"Oke, lo jemput aja gue di kantor.." tut.

Begitu mendapat whatsapp dari Ardi kalau pria itu sudah berada di lobi kantor, Relline meriah tasnya dan keluar dari ruangannya.

"Nita, saya akan pergi melihat proyek kerja kita di Bandung bersama Ardi. Tolong kamu yang menggantikan saya untuk bertemu dengan klien hari ini."

"Baik Bu."

Relline menghampiri Ardi yang kini menghampirinya dengan senyuman menyebalkannya, kalau saja ini bukan area kantor mungkin ia akan menggeplak kepala Ardi. Pria itu dengan tiba-tibanya mengajaknya ke Bandung untuk melihat proyek mereka, sungguh sangat menyebalkan. Bisa hilang kewibawaannya jika sampai memukul Ardi disini, ia bisa dicap sebagai seorang direktur yang bar-bar hanya karena ingin mengutarakan kekesalannya kepada pria yang dengan tidak bersalahnya menarik tangannya.

"Gue bisa jalan sendiri." Dingin Relline dengan wajah datarnya.

"Santai sih Bu bos, lama-lama gue jadi beku karena kedinginan lo." Relline hanya memutar kedua bola matanya malas hingga mereka tiba didalam mobil pria itupun ia tak menanggapi segala ocehan tidak bermanfaatnya.

"Jadi bisakah nanti malam kita sampai di Jakarta?" Ardi berdecak mendengar pertanyaan Relline.

"Kita baru aja setengah perjalanan dan lo malah nanya kapan kita balik?" Relline mengangguk santai.

"Iya karena gue males lama-lama sama lo, ngebosenin." Lagi-lagi Ardi berdecak.

"Gitu ya lo, gak inget apa gimana dulu lo selalu nempel sama gue kalau lagi galau."

"Itu sudah lama berlalu Ardi, dan sekarang gue udah dewasa dan menikah bukan gadis SMA yang suka baper."

"Iya.. ya.. ya.. gue tau, tapi sama aja lo gak ada rasa terimakasihnya sama gue."

"Jadi, kapan lo nikah Ardi? Kasihan gue sama lo yang udah tua tapi belum nikah juga."

"Pertanyaan lo Relline, sekali nanya langsung nyelekit diulu hati gue." Ardi mendramatisir membuat Relline hanya mencibir.

"Cih lebay." Cibirnya.

"Lagian kalau gue udah tua berarti lo juga sama dong, usia kita kan gak beda jauh kalau lo lupa."

"Gue awet muda, sering perawatan. Sedangkan muka lo jelek, kayak kuli bangunan." Sontak Ardi tertawa mendengar ejekan Relline.

"Cuma lo yang bilang gue jelek Relline, asalkan lo tau ya kalau gue mau gue pasti dapetin cewek cantik yang gak akan menolak pesona gue." Ucap Ardi penuh percaya diri.

"Percuma banyak pesona kalau masih gak punya pasangan." Lagi Ardi tertawa mendengar kalimat pedas Relline.

Begitulah mereka, dari dulu hingga sekarang tak pernah berubah. Hanya Ardilah yang mengerti Relline dan dekat padanya, sedangkan yang lain hanya diabaikan oleh Relline karena ia tidak ingin teringat akan masa SMAnya.












Possessive WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang