Bab 27 | This Is The Fact

15.8K 740 9
                                    

Usia kandungan Relline telah menginjak bulan ke sembilan, baik Relline dan Bayu telah mengajukan cuti kantor beberapa minggu yang lalu. Bayu ingin selalu menemani Relline dan takut jika istrinya itu akan melahirkan namun tidak ada dirinya, untuk itulah ia mengambil hari cuti yang sama dengan istrinya.

Pasangan suami istri itu tengah berjalan bersama mengelilingi komplek perumahan mereka, dokter menyarankan agar Relline sering bergerak agar persalinannya lancar. Padahal selama kehamilan besarnya ini ia mudah sekali kelelahan, jangankan berjalan mengelilingi komplek perumahan seperti ini. Berjalan dari ruang tamu menuju dapur saja ia sudah kelelahan. Namun Bayu dengan sigapnya membujuk istrinya agar mau bergerak, sebenarnya sedikit sulit tapi lambat laun akhirnya Relline menyetujui keinginannya.

"Aduh Bayu, udah ya? Aku capek banget nih." Ucap Relline sambil menduduki sebuah bangku kayu panjang.

"Capek banget ya?" Bayu ikut duduk disamping Relline, pria itu memijit betis Relline dengan lembut.

"Iya, kita pulang yuk." Bayu mengusap jejak keringat didahi istrinya.

Padahal mereka baru saja berjalan kurang lebih tiga meter jauhnya namun istrinya ini sudah merasa sangat lelah dan berkeringat, Bayu jadi sedikit tidak tega.

"Kamu mau makan bubur ayam gak?" Tanya Bayu ketika melihat penjual bubur berkeliling memberhentikan motornya didekat Ibu-Ibu yang sepertinya memang tengah menunggu bubur itu.

"Mau deh, ayamnya yang banyak ya. Jangan pakai kacang kedelai, aku gak suka." Bayu mengangguk.

"Bentar ya aku beliin kamu dulu." Pria itu mengusap lembut kepala Relline sebelum meninggalkan istrinya menuju penjual bubur.

Sambil menunggui Bayu, Relline mengusap perutnya dengan sayang. Ia merasakan pergerakan kecil didalam perutnya, sedikit sakit namun tak berlangsung lama karena bayi didalam perutnya sudah tenang karena elusan lembutnya. Relline merasakan ada seseorang yang duduk disampingnya, ia pikir itu Bayu namun ketika ia membalikkan tubuhnya wajahnya yang semula penuh senyuman berubah menjadi datar.

"Hai Relline, apa kabar?" Sapa orang itu sambil tersenyum.

"Lo ngapain disini?" Tanya Relline datar.

"Aku cuma mau bilang kalau sebentar lagi kita akan menjadi tetangga."

"Lo-.."

"Kamu jangan berpikir-pikir yang buruk tentang aku, aku gak akan berniat jahat kok sama kamu." Orang itu memberikan sebuah undangan berwarna biru putih kepada Relline.

"Ini..." Relline tak dapat menyelesaikan kata-katanya ketika melihat nama yang tertera disana.

"Iya, aku dan Beti akan segera menikah. Dia hamil jadi terpaksa aku akan menikah dengannya, dan soal beberapa bulan yang lalu kamu dan Bayu hampir tertabrak mobil itu ulah Beti. Aku harap kamu mau memaafkan kami dan datang di acara pernikahan kami, aku tunggu kehadiranmu dan suamimu Relline." Relline hanya diam, ia bingung ingin mengatakan apa kepada orang dihadapannya.

"Kami tidak akan menggangu kalian lagi Relline, tapi kami berharap kita masih menjadi sahabat seperti dulu lagi."

"Enteng banget lo bilang gitu setelah semua pengkhianat yang kalian lakukan pada gue." Desis Relline tajam, pria itu yang tak lain adalah Dani menghela nafasnya.

"Aku tau rasa sakitnya menjadi kamu Relline, aku tau seberapa terlukanya kamu atas apa yang aku lakuin dulu. Tapi asal kamu tau Relline, itu semua bukan keinginan aku untuk mengkhianati kamu. Beti mengancam akan mencelakai kamu jika aku tidak mau meninggalkan kamu untuknya, aku mencintai kamu lebih dari hidupku sendiri. Aku tidak mau kamu celaka hanya karena aku, untuk itulah aku memilih meninggalkanmu demi keselamatanmu." Relline memandang Dani dengan tatapan tak percaya, semoga saja apa yang dikatakan Dani adalah kebohongan.

"Gue gak percaya."

"Aku tau kamu tidak akan mempercayai kenyataan ini, aku sudah ikhlas kamu bersama Bayu. Tapi aku mohon tolong hadirlah diacara pernikahan kami, aku hanya ingin kita bisa seperti dulu lagi Relline. Bukan sepasang orang yang mencinta, tapi dua orang yang bersahabat dengan baik." Relline merasakan Dani menggenggam tangannya.

"Aku pamit Relline, aku harap kamu dan Bayu bisa hadir." Dani beranjak, sebelum pergi ia menatap perut dan wajah Relline bergantian.

"Oh iya, aku ucapkan selamat atas kehamilan kamu ya Relline. Semoga saja aku bisa bahagia seperti kamu meskipun aku harus menikah dengan orang yang sama sekali tidak aku cintai." Setelah itu Dani meninggalkan Relline yang terdiam dan menatap sebuah undangan ditangannya dengan tatapan yang sulit diartikan, ia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Dia tadi ngapain kesini? Kamu gak kenapa-napa kan?" Relline tersentak ketika Bayu merangkul bahunya.

"Aku gak kenapa-napa kok, Dani tadi cuma ngasih undangan ini untuk aku." Relline menunjukan undangan itu kepada Bayu.

"Dani dan Beti, mereka mau nikah?" Relline mengangguk.

"Setau aku kata HRD Beti memang beberapa hari ini gak pergi ke kantor, kata mereka Beti sudah resign dari kantor. Ternyata ini ya penyebabnya, dia mau nikah."

Bayu memang sudah mengetahui masa lalu Relline karena wanita itu yang menceritakannya tepat setelah mereka hampir tertabrak mobil hitam itu, awalnya Relline agak kesusahan saat bercerita karena hatinya mendadak sesak mengingat kembali pengkhianatan itu. Namun sedikit demi sedikit ia bisa menceritakannya.

"Kamu gak sedihkan dia mau nikah sama orang lain?" Relline mengerutkan dahinya.

"Maksud kamu?"

"Ya siapa tau aja kamu masih ada rasa sama dia setelah dengar cerita yang kata dia sebenarnya itu."

"Kamu dengar?" Bayu mengangguk.

"Iya, gak semuanya sih. Cuma sebagian kecil aja waktu aku mau kesini tapi udah keduluan sama dia."

"Rasa itu udah hilang Bayu, setelah dia memutuskan untuk pergi rasa itu sudah hilang. Tidak ada lagi yang tersisa selain rasa sesak dan sakit aku karena pengkhianat mereka." Jelas Relline, tubuhnya terasa menghangat ketika Bayu menggenggam tangannya.

"Jadi, kamu mau datang ke pernikahannya atau tidak?" Relline mengedikkan bahunya.

"Kita lihat saja nanti."

"Yuk pulang, kayaknya aku udah laper. Kamu udah kan beli buburnya?" Tanya Relline.

"Udah, ayo." Bayu menggenggam tangan Relline dan mengajaknya pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah Bayu menarikkan kursi untuk Relline dan menyuruh istrinya itu duduk sedangkan ia mengambil mangkuk untuk wadah bubur yang tadi ia beli, pria itu menyerahkan semangkuk bubur tanpa kacang kedelai dan banyak suiran ayam untuk istrinya sedangkan dirinya yang komplit.

Baru beberapa suap Relline memakan buburnya namun rasa sakit diperutnya semakin menjadi membuatnya meringis kesakitan, Bayu melihat wajah Relline yang seperti kesakitan pun menghentikan makannya dan menghampiri istrinya.

"P-perut aku sakit Bayu." Bayu dengan panik membopong tubuh Relline dan berteriak memanggil nama Handoko.

"Kita ke rumah sakit sekarang."

"Pa!! Papa!!" Handoko menuruni tangga dengan tergopoh-gopoh karena mendengar teriakan Bayu.

"Ada apa Bayu?"

"Relline mau lahiran Pa!! Kita harus bawa dia ke rumah sakit sekarang."

"Ya sudah ayo."

"Eh tunggu Pa, Papa tolong ambilin tas Relline didalam kamar ya Bayu dan Relline tunggu di mobil."

Handoko dengan panik pun pergi ke kamar tamu, ya semenjak Relline hamil besar mereka tidak menempati kamar yang bila pergi kesana harus menaiki tangga. Mereka pindah ke kamar tamu yang letaknya dilantai bawah.

"Pak cepetan jalankan mobilnya menuju rumah sakit!!"

"Sabar ya sayang, sebentar lagi kita sampai." Bayu menciumi wajah Relline dan ikut mengelus perut buncit istrinya.

"Jangan keluar dulu ya sayang, sebentar lagi kita sampai kok." Bayu beralih menciumi lembut perut Relline, pria itu menggumamkan kata-kata lembut untuk sedikit menenangkan bayi didalam perut Relline.












Possessive WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang