Bab 28 | Please, Don't Go

20.5K 780 7
                                    

Bayu berjalan mondar-mandir didepan ruang operasi Relline, istrinya itu tidak bisa melahirkan secara normal karena mereka sedikit terlambat membawa Relline menuju rumah sakit. Maklum saja jalanan yang macet ditambah jarak yang ditempuh lumayan jauh membuat air ketuban Relline pecah, sesampainya di rumah sakit Relline sudah tidak sadarkan diri hingga pihak rumah sakit mengatakan bahwa Relline harus dioperasi untuk mengeluarkan bayi mereka.

Melahirkan secara normal pun sepertinya tidak bisa karena siapa yang akan mengejan dan berteriak sekencang mungkin jika Ibu dari bayinya saja sudah tidak sadarkan diri. Jika bisa Bayu ingin sekali menggantikan posisi Relline, ia merasa sangat terluka dengan Relline yang terlihat begitu kesakitan dalam dekapannya selama mereka didalam mobil.

"Duduklah Bayu, Papa pusing melihat kamu dari tadi berputar-putar seperti itu." Tegur Handoko.

"Bayu tidak bisa tenang Pa sebelum Relline dan anak Bayu dinyatakan sehat." Handoko menghela nafasnya.

"Daripada kamu bolak-balik seperti itu, lebih baik kamu telfon Ayah dan Bundamu. Kabari mereka jika Relline sekarang sedang ada disini, mereka berhak mengetahui keadaan menantu mereka Bayu." Bayu mengangguk, ia meraih ponselnya didalam sakunya dan masih dengan berjalan kesana-kemari Bayu menghubungi Ayah dan Bundanya.

"Halo Bun, assalamualaikum."

"..."

"Relline Bun.."

"..."

"Relline ada di rumah sakit Bun, dia sedang dioperasi."

"..."

"Bayu takut Bun kalau Relline kenapa-napa."

"..."

"Iya Bunda, segeralah kesini bersama Ayah."

"..."

"Bayu tutup dulu telfonnya Bunda, assalamualaikum."

"..." Tut.

"Sudah?" Bayu mengangguk.

Keadaannya begitu kacau, bajunya yang berantakan serta rambutnya yang acak-acakan. Ia tidak sempat membenahi penampilannya karena terburu-buru membawa Relline menuju rumah sakit, bahkan mereka sama sekali belum mandi dan sarapan.

Sudah lebih dari satu jam mereka menunggu namun dokter tak juga keluar dari ruang operasi, Ayah dan Bunda Bayu sudah tiba. Bunda Rika dengan setia duduk disamping Bayu, tangannya tiada henti-hentinya mengusap lengan Bayu berusaha memberikan kekuatan kepada putra satu-satunya yang kini sedang dilanda kecemasan karena sang istri tak kunjung keluar dari ruang operasi.

"Bayu, kamu pergilah ke kantin rumah sakit. Papa lihat kamu terlihat begitu pucat, kamu belum sempat sarapankan?" Bayu mendongak menatap Papa mertuanya, ia menggelengkan kepalanya tidak mau mendengarkan usulan dari Handoko.

"Bayu gak lapar Pa, Bayu mau menunggu Relline."

"Bayu kamu harus makan, Bunda takut kamu akan jatuh sakit. Kita ke kantin ya? Makan, Bunda temani." Lagi, Bayu menggeleng.

Rasa laparnya sudah hilang sejak satu jam yang lalu ketika Relline dibawa keruang operasi, ia tidak bisa memikirkan untuk mengisi perutnya sedangkan istrinya sedang berjuang didalam sana.

"Bayu akan kenyang kalau melihat wajah Relline Bun, Bayu merasa tidak lapar jika belum melihat Relline baik-baik saja. Bayu mengkhawatirkan Relline dan anak Bayu Bun." Tanpa sadar Bayu menitikkan air matanya, Bunda Rika langsung memeluk Bayu yang dibalas pria itu dengan eratnya.

"Bunda tau perasaan kamu sayang, Bunda sangat tau."

Bayu menangis dalam pelukan Bunda Rika, pikirannya kosong. Hanya Relline-lah yang ada dipikirannya saat ini, ia takut terjadi apa-apa dengan Relline. Ia sungguh sangat mencintai Relline, ia tidak bisa hidup jika sampai Relline meninggalkannya. Hatinya terasa sakit dan sesak, menunggu Relline diluar bukanlah pilihan yang tepat. Seharusnya ia tadi menemani Relline didalam sana, kalau saja suster tidak menahannya ia pasti akan menemani istrinya hingga istrinya kembali pulih.

"Bun, Bayu takut Relline pergi Bun. B-Bayu gak bisa hidup tanpa Relline, Relline itu cinta mati Bayu Bun. Tolong Bun beritahu Relline kalau jangan pernah meninggalkan Bayu, Bun. Bayu gak sanggup kalau harus kehilangan Relline Bun, Bayu sakit, Bayu perih Bun." Bayu menghentikan tangisnya ketika dokter keluar dari ruang operasi, Bayu berdiri menghapus air matanya dan menghampiri dokter itu.

"Dok, gimana keadaan istri saya dok? Dia baik-baik saja kan dok? Istri saya pasti selamat kan dok? Dia wanita yang kuat dok, istri saya pasti sehatkan dok?" Bayu bertanya bertubi-tubi sambil mengguncangkan bahu dokter itu.

"Mmm.. Maaf Pak saya memiliki kabar baik dan buruk untuk anda, kabar buruknya istri anda ada didalam dan kondisinya koma karena plasenta yang masih menempel dipusar istri anda. Kami berusaha untuk memisahkannya dan sudah terlepas tapi istri anda masih tidak sadarkan diri, kita hanya bisa berdoa semoga saja keadaan istri anda segera membaik. Dan kabar baiknya bayinya sehat berjenis kelamin laki-laki, tidak ada kekurangan sedikitpun. Kalau begitu saya permisi dulu." Bahu Bayu merosot mendengar penjelasan dokter tadi.

"Bun, Relline koma Bun." Lirih Bayu dengan air mata yang kembali menetes.

Bayu menyandarkan tubuhnya ditembok rumah sakit, ia mengusap wajahnya kasar dan mengacak-acak rambutnya hingga bertambah berantakan. Keadaannya sama berantakannya dengan hatinya, istrinya koma dan ia tidak tau apakah istrinya akan selamat atau tidak. Tidak, Relline tidak boleh pergi. Ia harus selamat, tidak boleh meninggalkannya sendiri.

"Mau dibawa kemana istri saya suster?" Bayu beranjak ketika dua orang suster mendorong brankar rumah sakit dengan Relline yang berada diatasnya.

"Maaf Pak, kami akan membawa istri anda menuju ruang perawatan. Disarankan nanti yang mengunjungi hanya satu orang, satu orang, tolong bertahap ya Pak." Bayu dan keluarga mengikuti langkah suster yang membawa Relline menuju ruang perawatan khusus.

"Bayu yang akan masuk duluan." Ucap Bayu yang dibalas anggukan kepala oleh semuanya.

Setelah Bayu memakai baju khusus, ia menghampiri Relline. Ia tersenyum miris melihat keadaan Relline yang begitu menyayat hatinya, tubuhnya dipasang banyak infus dan hidung serta mulutnya yang dipasang alat bantu pernafasan.

"Hai sayang." Bayu mendudukan dirinya disebuah bangku yang letaknya tak jauh dari brankar Relline.

"Anak kita sudah lahir, tapi aku belum melihatnya. Kamu tau sayang apa yang aku rasakan saat ini? Bahagia dan sakit." Bayu menggenggam tangan Relline, ia menciumi tangan yang terasa dingin itu.

"Bahagia karena aku kini sudah menjadi Papa dan kamu telah menjadi Mama, dan sakit ketika melihat keadaan kamu yang seperti ini. Rasa-rasanya aku tidak mau melihat anak kita karena aku pasti teringat dengan kesakitan kamu, sembuhlah sayang. Disini aku dan bayi kita menunggu kamu."

Hati Bayu sesak melihat tubuh pucat itu hanya diam tak bergerak, bibir yang biasanya selalu menciumnya manja kini pucat dan sama sekali tidak akan bisa menjawab segala perkataannya. Tangan yang selalu menggodanya dengan sentuhan-sentuhan manja kini hanya terkapar diam, penuh rasa sesak ketika ia melihat keadaan istrinya seperti ini.

"Jangan hanya diam, aku tau kamu mendengarkanku sayang. Tolong balaslah perkataanku ini, biasanya bibir ini tiada henti memberikan omelan-omelan yang bukannya membuatku marah malah tertawa gemas." Bayu menyentuh bibir pucat Relline, diusapnya dengan perlahan.

"Biasanya mata ini yang selalu menatapku dengan tatapan tajam dan menggoda, tolong bukalah untukku. Kenapa sekarang kamu menjadi jahat hingga tidak mau membuka mata untuk suamimu?" Ia mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir dan mata Relline bergantian, bahkan air matanya jatuh membasahi kening Relline.

"Please, don't go honey. We can't live without you, you know right if i love you so much. Then, open your eyes and say also that you love me." Namun beribu banyak ia berucap, mata itu masih sama. Tertutup rapat dan tak mau terbuka, membuatnya sakit luar biasa.












Double up ya... Siapa disini yang senang kalau author double up??

Possessive WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang