Esther meletakkan amplop cokelat di meja guru. Di sampingnya ada Bu Eni yang sedang mengusap perutnya yang sudah buncit. "Tas, handphone, dan kalkulator di tarok di depan!" Perintahnya.
Seluruh murid yang ada di dalam kelas tersebut langsung melakukan apa yang ia suruh. Esther menatap satu bangku kosong, lalu ia menghela napasnya kasar. "Um... Kelvin?" Kelvin yang sedari menatap ke jendela menatap Bu Eni.
"Oh, iya bu. Maaf." Kelvin langsung memasukkan seluruh gadget yang ia bawa dan meletakkannya di depan kelas.
"Gak sekalian aja tokonya di bawa." Kelvin hanya menyengir. "Bawa satu apa salahnya coba! Mau jualan kamu!?" Pertanyaannya membuat satu kelas menahan tawanya. Bu Eni menggebrak meja beberapa kali membuat seluruh murid diam.
"Permisi... apa benar ini... kelasnya Aiden?" Seluruh pasang mata langsung menatap ke arah pintu.
Suara bisikan membuat seisi kelas gaduh kembali. "Tenang semuanya tenang! Ini kelas mau ujian, bukan pasar!" Seluruh murid langsung diam. Esther berjalan menghampiri Victoria dan menutup pintu kelas tersebut.
"Um... ada apa?" Tanya Esther.
Victoria tersenyum tipis dan memberikan sepucuk surat kepada Esther. "Ini surat dari Aiden, saya akan membawanya ke Amerika dan melanjutkan pendidikannya di sana." Esther hanya menghela napasnya kasar dan tersenyum pahit.
"Saya benar-benar minta maaf jika saya tidak bisa mencegah hal ini terjadi," ucapnya sambil menahan air mata. "Bagi saya, Aiden adalah murid yang sangat bertalenta."
Victoria hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Saya... seharusnya yang berterima kasih kepada anda dan guru-guru yang ada di sini sudah bersabar dengan Aiden." Esther hanya tersenyum tipis dan menganggukan kepalanya.
"Apa... saya boleh mengambil barangnya Aiden yang tertinggal?" Esther menghela napasnya kasar.
Kelvin keluar dari ruangan tersebut dengan tangan yang di masukkan kedalam kantong celana seragamnya. "Kak Vict mau ambil... barang-barang Aiden?" Esther hanya memejamkan matanya dan menatap Kelvin.
"Iya Kelv. Kamu... udah selesai?" Tanyanya. "Gak nyontek kan!?" Kelvin menyunggingkan senyumannya. Ia merangkul pundak Esther.
"Ntar Kelvin bantuin ya kak? Kelvin mau ngomong sama bidadari cantik yang Kelvin rangkul bentar." Esther memutar matanya malas, dan ia kembali masuk ke dalam kelas. Ia berjalan menuju tempat duduknya, lalu membuka surat yang di berikan oleh Victoria.
"Kelvin itu terlalu pintar atau gimana saya gak ngerti sama dia." Esther menatap Bu Eni yang sedang menatap lembar jawaban Kelvin.
"Maksudnya?" Ia mengerutkan keningnya tat kala melihat lembar jawaban dan soal yang di pegang oleh Bu Eni.
Bu Eni menghela napasnya dan melepaskan kacamata bacanya. "Jadi gimana? Aiden mau masuk sekolah?" Tanyanya mengganti topik.
Esther yang memegang surat tersebut hanya menghela napasnya kasar. "Entahlah, saya juga... bingung." Esther memasukkan surat tersebut ke dalam kantongnya. "Ryder!" Ryder langsung mengurungkan niatnya.
Bu Eni langsung menatap tajam muridnya tersebut. "Kamu mau ngapain!?" Ryder hanya menggaruk rambutnya menggunakan pensil.
"M-mau pinjem penghapus, bu." Bu Eni memutar matanya malas. Ia beranjak dari tempat duduknya dan meletakkan penghapus tersebut tepat di sebelah tepak pensil miliknya. "M-makasih," ucapnya sambil menundukkan kepala.
Bu Eni langsung kembali ke mejanya. Bu Eni maupun Bu Esther hanya diam, mereka kembali ke ke kesibukan masing-masing sambil menjaga ketenangan di dalam kelas tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bu Esther
FanfictionEsther adalah seorang guru BK dari SMA Taruna 2. Banyak yang menginginkan dirinya, tapi ia hanya tersenyum dan tidak mengindahkan tanggapan mereka. Sampai pada akhirnya ia jatuh hati kepada salah satu muridnya. Apakah ia bisa menahan perasaannya ata...