Hanya mau mengingatkan ⭐ jangan lupa hehe
Happy Reading
Terintimidasi, inilah yang gue rasakan sekarang. Gue udah sampai dirumah oma gue yang cukup besar ini sekitar setengah jam yang lalu.
Dan asal kalian tau, gue sedang menjadi pusat perhatian seisi rumah. Manusia yang menghuni isi rumah ini banyak bor, jangan salah saudara dari papa gue yang berjumlah lima orang beserta suami/istrinya, dan Oma gue. Beruntung sepupu gue nggak ikut, soalnya kalau mereka ikut bakalan tambah runyam.
Dengan susah payah gue menelan ludah, dengan sangat hati hatinya gue dalam bernafas. Seakan jika gue ketahuan bernafas gue akan dimangsa habis habisan oleh mereka.
"Kenapa kamu melakukan itu semua?"–tanya putra pertama Oma gue, btw papa gue itu putra ke3nya.
"Saya tidak tahu."–ucap gue acuh yang mendapat tatapan mata yang tajam dari mereka semua. Rasanya ingin gue congkel mata mereka, tapi gue masih tau diri. Gue bukan psychopath yang haus akan menyiksa, gue cuman seorang siswi yang tersiksa dah itu aja."KAMU TAU! KAMU BIKIN KELUARGA KITA MALU!"–gertak Oma yang membuat gue tersentak, untung gue masih bisa nahan ketawa. Soalnya kalo nggak gue bakal jadi mangsa empuk mereka.
"Cih keluarga macam apa, saya tidak punya keluarga."–jawab gue tegas dan membuat mata mereka membulat sempurna.
Plakk!
Yas, satu tamparan telah mendarat dengan baik di pipi gue. Perih,panas,pedih itu yang gue rasain. Mereka memang sangat membenci gue. Batin gue.
Gue tersenyum miris, untuk pertama kalinya gue ditampar dan itu oleh Oma gue sendiri. Tak cuman cap lima jari yang gue dapatkan, pipi merah, dan juga ujung bibir yang sedikit terkoyak akibat kerasnya tamparan tadi.
Tess
Tess
Tess
Air mata gue mulai mengalir tanpa gue sadari. Sakit hati gue sakit tapi seenggaknya gue masih bisa tersenyum.
"Susah payah kita membesarkan kamu! Dan ini balasan yang kamu berikan kepada kami?!"–gertak om gue, cih om yang selama ini baik ternyata dia begini. Tau gitu gue kagak usah hadir dalam keluarga yang penuh sandiwara ini.
"Bukan kalian yang membesarkan saya! Kalian tak berhak mengatur kehidupan saya!"–balas gue lantang dan langsung mendapatkan tamparan lagi di sebelah kanan.
Plakk
Kini mulut gue udah penuh dengan darah, air mata gue seakan tak mau berhenti, terus mengalir tetapi tak menghilangkan senyuman miris yang sedari tadi tercetak.
"Jin pulang..."–ah, bang jin akhirnya pulang gue rindu dia. Oh iya gue belum cerita, jadi dari tiga bulan yang lalu bang jin itu udah pindah ke rumah Oma. Karena rumah Oma jaraknya lebih deket dengan kantor yang sekarang sedang di urus oleh bang jin.
Bang jin awalnya nggak mau, tapi kalau nggak mengancam itu bukan Oma namanya. Jadi mau nggak mau kita harus pisah, walaupun setiap pagi bang jin selalu nyempetin buat nganter gue kesekolah.
"Yaampun dek kamu kenapa,"–tanya bang jin khawatir karena melihat kedua pipi gue memerah disertai ceceran darah di lantai.
"Gak papa bang,"–jawab gue sambil meringis dan menampilkan gigi yang dipenuhi cairan berwarna merah.
"Apa yang kalian lakukan!!"–seru bang jin yang kemudian dua orang bodyguard menghampirinya dan mencekal bang jin supaya menurut kepada nyonya kim.
"Hei! Lepas lepaskan aku!!"–teriak bang jin. "DIAM!"–balas putra tertua Oma, dan ya bang jin langsung kicep.
"Kamu itu sama saja! Dengan wanita gila itu!"–gertak Oma,
"Ya memang , karena saya adalah anaknya!"–semuanya terkejut kecuali bang jin yang memang dia bingung tidak tahu apa maksud gue.
"Bagaimana dia bisa tau?"–bisik bisik mereka, dan cuman gue balas dengan senyum miring.
"Jangan remehkan kemampuan saya paman bi- ups maksud saya tuan dan nyonya sekalian."–jawab gue final.
"Dan kamu jangan remehkan kekuasaan saya!"–bentak Oma sambil menggebrak meja.
"Ini adalah kesempatan terakhirmu untuk bisa bertemu dengan kaka tercinta mu, ingat! Jika kamu tidak berubah, jangan harap kamu bisa bertemu dengannya!"–putus Oma final yang kemudian dua bodyguard menyeret gue keluar rumah dan membuat gue tersungkur di pinggir jalan.
Pintu gerbang sudah terkunci, tak ada yang bisa keluar masuk seenaknya. Bang jin berlari kearah ku.
"Yeon!!!"–ucapnya yang mendapat balasan gelengan dariku supaya dia kembali masuk.
"Yon!! Kamu nggak papa!!"–dia sangat khawatir kepadaku bahkan dia sampai menitihkan air mata, dia adalah satu satunya yang kupunya saat ini. Tapi nampaknya kita tidak akan pernah bisa berjumpa lagi.
"Hm, nggak papa"–ucap gue berusaha berdiri dan mendekat kearahnya dengan jalan tertatih karena lutut terluka.
"Bang jaga kesehatan yaa, kayaknya kita bakalan lama nggak ketemu."–lanjut gue sambil menghapus air matanya.
"Abang hiks..nggak bisa hikss ninggalin kamu dek."–katanya yang membuat gue ikut kembali menumpahkan air mata.
"Sshutt, udah kita saling berdoa ya bang. Semoga kita segera dipertemukan. Hiks udah bang jangan nangis, Yeon pergi dulu bye."–tangan gue kembali ditarik olehnya dan kita saling berpelukan seakan tak ada waktu untuk bertemu.
Hanya saja kita terhalang oleh kerasnya besi pagar. Nggak lama, bodyguard kembali menyeret paksa bang jin masuk. Dan gue cuman bisa menangis meratapi betapa rumitnya hidup.
"Pergi kamu dari sini!! Nggak usah menginjakkan kaki disini selama kamu belum bisa memperbaiki nama baik keluarga Kita!"–usir bibi tertua, cih mereka hanya mementingkan nama baik padahal orang luar nggak tau bagaimana sifat asli mereka.
Pulang , itu tujuan gue saat ini. Pilihan gue cuman satu, jalan kaki karena sekarang udah jam setengah tujuh malem. Impossible ada angkutan umum dan kalaupun ada gue lagi males. Mending jalan kaki biar nanti sampai rumah gue udah lumayan tenang.
°
°°
°Hiks sakitt ngetiknya, hmm...
See you next capt. Janlupa voment guys thanks.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
[Benci] Ketos || KimHanbin
Short Story"Benci gue ama ketos baru itu!"- Yeon. "Benci! benci! Ntar jadi cinta tau rasa!"-hanna "Btw benci kan bener² cinta hahaha,"-hyojin "Serah!"- Yeon.