Part 5

6.1K 245 1
                                        

Sudah kesekian kalinya Kiera mondar-mandir di ruang tamunya, sesekali ia duduk di sofa dengan gelisah, lalu berdiri lagi dan berjalan mondar-mandir lagi. Tak luput kukunya ia gigiti hingga pendek. Mamanya hanya memandang tingkah laku anak gadisnya dengan heran dan berdecak sambil menggelengkan kepalanya. Mamanya masih sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam.

“Ma, seharusnya papa dan Theo sudah pulang dari sore, papa tidak pernah semalam ini pulangnya pada hari Minggu, terlebih lagi tidak ada hari raya dalam waktu dekat ini,” sahut Kiera dengan suara yang bergetar.

“Kiera... Mereka bukan anak balita yang perlu kau cemaskan, mereka adalah dua orang laki-laki dewasa,”

“Tapi, Ma...” Kiera langsung mengakhiri kata-katanya dan keluar dari rumahnya setengah berlari ketika mendengar suara klakson mobil papanya. Mamanya masih dengan santai menghela napas memandangi kelakuan anaknya.

“Papa kenapa pulang sampai semalam begini?” sergap Kiera ketika papanya turun dari pintu penumpang.

“Kamu mencemaskan papa atau Theo? Tidak pernah kamu secemas ini ketika papa pulang malam dari toko,” sahut papanya sambil berjalan menuju pintu masuk.

Theodore tersenyum geli melihat wajah Kiera setelah mendengar tanggapan dari papanya. “Tadi di toko papamu sangat ramai, jadi aku bilang kepada papamu untuk tetap membuka tokonya hingga pengunjungnya sepi,” ucap Theodore sambil melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Kiera.

“Apa kebanyakan pengunjungnya adalah perempuan?” tanya Kiera dengan nada menyelidik. Theodore terkekeh mendengar pertanyaan Kiera dengan wajah polos. “A... Aku bukannya cemburu, tapi hanya...”

“Cantik... yang namanya toko pakaian, pasti pengunjungnya mayoritas adalah perempuan, tapi tenang, aku tidak akan tertarik pada mereka... Karena kebanyakan dari mereka adalah ibu-ibu yang sudah menggendong bayi ataupun menuntun anak, aku masih menyukai gadis...” Theodore menyolek dagu Kiera untuk menggodanya.

“Untuk apa kau jelaskan, aku kan tidak cemburu....” Kiera berusaha membuang mukanya agar wajahnya yang memerah tidak terlihat oleh Theodore.

“Sudah, ayo masuk, apa kau akan membiarkan kekasihmu ini kelaparan karena belum makan malam? Dan aku yakin kamu juga belum makan. Bodoh! Seharusnya, kamu makan lebih dulu, sebelum penyakit maagmu kambuh,” Theodore menarik tangan Kiera dengan gemas.

Papa tersenyum ke arah Theodore. “Terima kasih, ya Theo, berkat kamu, toko saya jadi ramai tadi, padahal ini bukan menjelang hari raya, tapi ramainya melebihi hari-hari menjelang hari raya, sekali lagi terima kasih, ya,”

Kiera melirik curiga ke arah Theodore. Papanya terkekeh melihat tingkah anaknya, “Kamu sedang tidak berpikir bahwa Theo menggoda orang yang berlalu lalang untuk membeli pakaian yang papa jual kan? Theo sangat bersemangat menawarkan pakaian yang papa jual, bahkan dia getol sekali untuk bolak balik ke gudang mencari pakaian yang sesuai permintaan pengunjung,”

“Kiera... Dari dulu, satu yang tidak berubah dari dirimu,” sahut mamanya. Kiera hanya menatap mamanya dengan heran. “Kamu masih tidak bisa menutupi apa yang sedang kamu pikirkan dan kamu rasakan, kamu selalu mengungkapkannya secara terang-terangan dengan kelakuanmu,”

Kiera mengatupkan bibirnya ketika mendengar ucapan mamanya, memang benar, dia selalu menunjukkan apa yang sedang ia rasakan. Ia hanya bisa menghela napasnya karena menyadari kebenaran dalam ucapan mamanya. Ia langsung melanjutkan makannya lagi tanpa mengeluarkan suara, bahkan mengangkat kepalanya saja tidak.

Sehabis makan, Theodore pamit untuk pulang karena jarak yang harus di tempuh dari rumah Kiera ke apartemennya cukup jauh, dan hari sudah hampir larut malam. “Apa tidak lebih baik kamu menginap? Aku khawatir kalau kamu akan mengantuk di jalan nanti,”

I Give You My DestinyWhere stories live. Discover now