Kiera harus menghadiri pesta pertunangan teman kampusnya sendirian, karena Theodore sudah memiliki acara keluarga. Sebenarnya Kiera enggan datang ke pesta sendirian, terutama karena ia merasa pesta itu akan dihadiri oleh orang-orang dari kalangan bourjuis. Hanya untuk menghargai dan menghormatinya ia menghadiri pesta itu.
Setelah seharian memilih gaun yang paling bagus yang ia miliki, dan dibantu mamanya untuk memakai make up, ia masuk ke dalam taksi yang sudah menunggu di depan rumahnya. Ia berdecak ketika mendapati jalanan yang macet.
Begitu ia sampai di ballroom hotel, acara sudah di mulai dan tamu-tamu sudah berdatangan. Ia berencana untuk mengucapkan selamat kepada Eleanor dan langsung beranjak pulang.
Kiera menabrak seseorang ketika ia mencari Eleanor. “Huh! Dasar tukang catering bodoh! Tempatmu di dapur, bukan di sini!” bentak gadis yang tadi di tabraknya.
“Ma... Maaf...”
“Dia bukan tukang catering, dia juga tamu di sini!” suara gadis yang terdengar lantang dari arah belakang Kiera. Mata Kiera membelalak ketika melihat siapa yang ada di belakangnya, seorang gadis cantik bertubuh tinggi dan berhidung mancung sedang tersenyum ke arah Kiera, dan seorang pria sangat jelas ia kenal. Gadis itu langsung menarik Kiera untuk menjauh dari hadapan gadis yang tadi membentaknya.
“Theo?” Kiera baru menemukan suaranya ketika merasa sudah mengumpulkan nyawanya. “Eleanor?” lanjutnya dengan nada yang sama.
“Kalian saling kenal?” tanya Eleanor sambil bergantian menatap Kiera dan Theodore.
“Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu datang ke sini?” suara Kiera mulai bergetar.
Theodore meraih tangan Kiera dan menggenggamnya. “Dia kekasihku,” sahut Theodore dengan nada bangga sambil menunjukkan genggaman tangan mereka. “Aku menghadiri pesta pertunangan sepupuku, dan aku tidak tahu bahwa acara yang kita maksud adalah acara yang sama,” Theodore berusaha menenangkan Kiera.
Kiera menghempaskan tangannya hingga tangan Theodore terlepas. “El, selamat ya atas pertunanganmu,”
“Terima kasih... Okay, aku tinggal dulu ya, semoga menikmati acaranya,” Eleanor tersenyum dan meninggalkan mereka.
“Kamu nikmati saja acaramu,” Kiera langsung membalikkan badannya.
“Kiera! Kenapa kamu marah?”
“Kenapa? Kamu tanya kenapa aku marah? Harusnya aku yang tanya kenapa kamu tidak bilang kalau acara keluargamu adalah acara yang sama dengan acara temanku? Aku sudah menunjukkan undangannya kepadamu,”
“Maaf... Okay, aku yang sama di sini karena waktu itu tidak membaca nama diundangan itu dan hanya melihat tanggalnya, tapi kenapa kamu sampai semarah ini?”
“Kalau aku tidak datang sendiri, Jeanette tidak akan menghinaku lagi!” suara Kiera semakin bergetar. Theodore hanya memeluknya untuk menenangkan Kiera.
***
Hubungan Kiera dengan Theodore membaik setelah dua bulan, dan Kiera sudah bisa menerima kenyataan tentang Simon di masa lalu. Ia bertekad untuk terus menata masa depannya dan menghilangkan dendam yang pernah ada dalam dirinya terhadap Simon. Ia juga merasa bisa menerima Simon sebagai temannya.
Kiera menyesap hot chocolate-nya sambil menikmati suasana tenang di sebuah café yang tidak jauh dari kampusnya. “Hei!” sapanya ramah kepada seseorang yang memasuki café. Pria itu tersenyum dan menghampirinya.
“Maaf membuatmu menunggu,” ucapnya Simon dengan nada serius.
“It’s okay,”
“Kiera… ada yang ingin aku bicarakan,” Simon menarik napas dan berusaha menenangkan dirinya yang agak tegang. “Aku ingin kamu menjadi istriku,” lanjut Simon sambil membuka sebuah kotak hitam beludru.